Rabu, 27 Mei 2009

Administrasi Pendidikan Kontemporer

Konsep Dasar dan System Pendidikan
A. Konsep dasar dan pemahaman tujuan pendidikan
Kata-kata pendidikan, bimbingan, pengajaran, belajar, pembelajaran, bimbingan dan pelatihan sebagai istilah-istilah teknis yang kegiatan-kegiatannya lebur dalam aktivitas pendidikan. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup baik yang bersifat manual individual dan social.
Pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.
Pada hakikatnya pendidikan itu mempunyai asas-asas tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi, dan cita-cita. Jadi dalam proses memasukkan tampak 3 hal yang terlibat yaitu: 1ilmu pengetahuan itu sendiri, 2proses memasukkan ilmu pengetahuan, 3kepala atau diri sendiri. Paradigma baru urusan pendidikan pada era reformasi pasca orde baru yaitu dalam system desentralisasi pemerintahan mempunyai kekhasan sendiri memberdayakan sekolah.
Para professional akan berhasil menelaah spesialisasinya yang memerlukan asas-asas untuk mempermahir profesi, menambah pengetahuan, memperkaya pengalaman, dan mengembangkan keterampilan. Berkenaan dengan asas-asas pendidikan, ada 6 asas yaitu: 1asas historis, 2asas-asas social, 3asas ekonomi, 4asas politik, 5asas psikologis, 6asas filsafat.
Interaksi antara asas-asas ini dalam proses pembelajaran menghendaki beberapa keterangan yaitu: 1setiap asas itu bukanlah suatu ilmu atau mata pelajaran, tetapi sejumlah ilmu dan cabang-cabangnya, 2asas ini memberi pendidikan itu sebagai system, organisasi, inovasi, dan pembaharuan, 3asas ini semuanya sukar memainkan perannya tanpa asas filsafat yang mengarahkan gerak dan mengatur langkahnya.
1. Konsep Dasar Pendidikan
Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa itu, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pernyataan secara filosofis apa itu pendidikan harus diangkat pada level konsep yang tinggi, sehingga terlepas dari pengertian yang hanya melihat pendidikan sebagai kegiatan belajar mengajar di kelas saja dan suatu usaha membantu orang lain menjadi manusia terdidik, dan ini muncul sebagai fenomena social.
2. Pemahaman Akan Tujuan Pendidikan
Dalam perspektif organisasi tujuan adalah adanya kesepakatan umum mengenai misi dan merupakan sumber legitimasi yang membenarkan setiap kegiatan organisasi, serta eksistensi organisasi itu sendiri. Tujuan berfungsi sebagai patokan yang dapat digunakan anggota organisasi maupun kalangan luar untuk menilai keberhasilan organisasi, misalnya mengenai efektivitas maupun efesiensi. Tujuan organisasi juga berfungsi sebagai tolok ukr bagi para ilmuan bidang organisasi guna mengetahui seberapa jauh suatu organisasi berjalan secara baik.
B. System dan proses pendidikan
1. System pendidikan
Bila pendidikan dipandang sebagai suatu system, maka apakah yang dimaksud dengan system itu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa system pendidikan adalah suatu keseluruhan yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam merubah masukan menjadi hasil yang diharapkan. Sedangkan pendekatan system adalah cara-cara berfikir dan bekerja yang menggunakan konsep-konsep teori system yang relevan dalam memecahkan masalah. 
System pendidikan nasional adalah satu keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasianal. Berkaitan dengan system pendidikan nasional tersebut menurut UUSPN No.20 tahun 2003 satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal.
2. Proses Pendidikan Dalam System Administrasi Pendidikan
Proses adalah sebarang perubahan dalam suatu objek atau organism, khususnya suatu perubahan tingkah laku atau perubahan psikologis. Permasalahan proses pendidikan yang demikian itu rumit dan kompleks, oleh karena itu pengelolaan pendidikan besar sekali dipengaruhi oleh proses pendidikan dimana pendidikan itu berlangsung.
Dalam proses administrasi sekolah guru membutuhkan bimbingan yang kuat, karena mereka merupakan tenaga penggerak pembaharuan yang mengerti akan tujuan pendidikan melalui proses pembelajaran.
3. Isu-isu administrasi pendidikan
Masih ada keraguan dikalangan para pengambil kebijakan pendidikan maupun profesi pendidikan bahwa suatu teori yang komprehensif mengenai administrasi pendidikan apakah akan dapat dicapai. Keragu-raguan yang demikian ini dapat dimaklumi karena berbagai alasan antara lain: 1melihat administrasi pendidikan semata-mata sebagai tugas pekerjaan yang bersifat teknis, 2melihat administrasi pendidikan sebagai proses, pengambilan keputusan, penatausahaan yang dilakukan oleh para birokrat, 3melihat administrasi pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang belum kokoh.
Maka dalam hal ini isu-isu utama dalam administrasi pendidikan yang dapat dikemukakan antara lain adalah sebagai berikut:
 Revisi dan penyempurnaan UUSPN No 2 Tahun 1989 menjadi UUSPN No. 20 tahun 2003;
 Konsep dan prinsip otonomi pendidikan adalah memberikan ruang kreatifitas dan inovasi yang proposional sebagai upaya memberdayakan pendidikan;
 Konsep School Based Management telah dikembangkan sebagai wacana reformasi manajemen sekolah yang mengelola sekolah berbasis manajemen dalam upaya peningkatan mutu yang kompetitif yaitu suatu model manajemen sekolah yang memberdayakan potensi sumber daya sekolah dengan memberikan fungsi yang optimal dan proposional bagi seluruh elemen sekolah baik tingkat pimpinan maupun operasional dengan menjadikan semua unsure disekolah adalah manajer terhadap tugas dan tanggung jawabnya;
 System evaluasi hasil belajar sebagai upaya mengukur kemajuan belajar siswa untuk semua jenjang dan jenis pendidikan;
 Masih ada kesenjangan yang menonjol antara Net Enrollment Ratio (NER) atau Angka Partisipasi Murni (APM) yaitu anak yang bersekolah sesuai usia sekolah yang dipersyaratkan dengan Gross Enrolment Ratio atau Angka Partisipasi Kasar (APK) yaitu anak usia sekolah baik yang mengikuti sekolah maupun tidak sekolah;
 Penelitian Blazely dkk mengungkapkan bahwa pembelajaran di Indonesia cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana siswa berada;
 Pendidikan tinggi dan otonomi kampus yang terdiri dari otonomi keilmuan dan otonomi manajemen sesuai prinsip dan misi perguruan tinggi untuk menjalankan misi pendidikan tinggi sesuai bidang ilmu yang diasuhnya;
 Kedudukan PLS-PO dalam UUSPN untuk mengurus warga Negara Indonesia melalui jalur pendidiakn non formal bagi mereka yang tidak dapat mengikuti pendidikan formal pada usia sekolah maupun usia produktif;
 Administrasi dan manajemen pendidikan luar biasa yang memerlukan penanganan khusus sebagai upaya untuk menampung dan mengurus anak usia sekolah yang memerlukan pelayanan khusus disebabkan kelainan atau sejumlah keterbatasan lainnya yang mempersempit ruang gerak anak;
 Pusat pendidikan dan latihan pada berbagai instansi pemerintah seperti Departemen maupun non Departemen dan badan-badan pemerintah serta perusahaan-perusahaan pemerintah seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam upaya pertumbuhan jabatan personel pada instansi dan perusahaan masing-masing.
Jadi, isu-isu dan problematika administrasi pendidikan tersebut memberi gambaran bahwa cakupan bidang garapan administrasi pendidikan ternyata demikian luasnya. Sedangkan administrasi pendidikan pada satuan pendidikan berkaitan dengan penerapan teori-teori pendidikan dalam pelayanan belajar, teknik-teknik konseling belajar, manajemen sekolah, dan semua kegiatan yang mendukung dan memperlancar aktivitas-aktivitas satuan pendidikan untuk mencapai tujuan.



  2
Konsep Dan Teori Adminitrasi Pendidikan
A. Konsep dan Teori Admnistrasi
1. Teori administrasi
Administrasi sebagai suatu kegiatan bersama terdapat dimana-mana selama ada manusia yang hidup dan bekerjasama dalam kelompok. Secara teoritis pengertian administrasi adalah melayani secara intensif, sedangkan secara etimologis administrasi dalam bahasa Inggris “administer” yaitu kombinasi dari kata latin yang terdiri dari AD dan MINISTRARE yang berarti “to serve” melayani, membantu, dan memenuhi.
Jadi secara etimologis administrasi adalah melayani secara intensif. Kata “administratio” dan kata “administrativus” yang kemudian masuk kedalam bahsa Inggris menjadi “administration” dalam bahasa Indonesia menjadi administrasi.
Administrasi sebagai proses menggambarkan kerjasama yang sistematis menggunakan sumber daya organisasi seperti manusia, uang, dan material (man, money, and material) dilaksanakan atas dasar kebijaksanaan memenuhi kebutuhan organisasi mencapai tujuan.
Jadi administrasi adalah rangkaian kegiatan bersama sekelompok manusia secara sistematis untuk menjalankan roda suatu usaha atau misi organisasi agar dapat terlaksana, suatu usaha dengan suatu tujuan tertentu nyang telah ditetapkan.
Bertitik tolak pada pandangan tersebut dapat ditegaskan bahwa, administrasi pendidikan adalah penerapan ilmu administrasi dalam dunia pendidikan atau sebagai penerapan administrasi dalam pembinaan, pengembangan dan pengendalian usaha dan praktek-praktek pendidikan.
2. Kedudukan Ilmu Administrasi Pendidikan dalam Ilmu Pengetahuan
Ilmu berkembang sangat pesat, demikian juga jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaahan yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan seksama menyebabkan obyek forma (obyek ontologis) dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas.
Ilmu-ilmu eksakta mempunyai karakteristik utama yaitu, bahwa keseluruhan prinsip-prinsip, rumus-rumus, dan dalil-dalilnya berlaku universal dan dapat diterapkan melalui proses adopsi, karena itu semua tidak mengenal batas waktu dan tempat.
Sebaliknya ilmu-ilmu social memang juga mempunyai prinsip-prinsip, rumus-rumus, dan dalil-dalil yang bersifat universal.
Ilmu-ilmu yang tidak berhasil tampaknya tidak membekali pelajar dengan kemampuan social yang dapat dimanfaatkan dalam situasi manusia sehari-hari tidak ada kontak kontinu dan langsung dengan fakta-fakta social yang direncanakan.
B. Konsep dan Teori Administrasi Pendidikan
1. Pengertian dan Dasar Administrasi Pendidikan
Sampai sejauh ini belumlah banyak uraian yang mendalam baik hasil penelitian maupun kajian literature tentang admnistrasi pendidikan. Sedangkan kenyataannya satuan pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi ada lembaga lain yang sangat erat kaitannya dengan satuan pendidikan seperti Departemen Pendidikan pada tingkat nasional, Pemerintah Provinsi pada tingkat regional, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota pada tingkat daerah, serta institusi kemasyarakatan yang berkepentingan terhadap pendidikan.
Hanya saja yang perlu diingat bahwa kegiatan administrasi tidak hanya kegiatan mencatat dalam pengertian tata usaha, tetapi administrasi lebih luas dari itu yang mengandung arti institusional, fungsional, dan sebagai suatu proses/kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan yang direncanakan, diorganisasikan, digerakkan dengan menggunakan strategi, dan dilakukan pengawasan.
Administrasi pendidikan sebagai suatu system yang terkait dengan suatu institusi pendidikan yang didalamnya ada serangkaian kegiatan atau proses dan kerjasama sejumlah orang dengan mengkoordinasikan kegiatan yang saling bergantung satu sama lainnya untuk mencapai tujuan secara optimal.
2. Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan
Membahas dan mendiskusikan administrasi pendidikan memerlukan pengetahuan tentang tujuan pendidikan serta berbagai wahana untuk mencapai tujuan itu. Administrasi pendidikan memberikan pedoman tentang bagaimana wawasan yang diperoleh dari pemahaman tersebut untuk diterapkan dalam sekolah sebagai satuan organisasi pendidikan terdepan untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat pemakai jasa pendidikan.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa administrasi pendidikan merupakan terapan dari sosiologi, psikologi, dan juga antropologi. Jadi dapat ditegaskan bahwa ruang lingkup pembahasan administrasi pendidikan difokuskan pada kegiatan adminisrtasi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pelayanan kebutuhan sekolah disatu pihak, dan sekolah sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran dengan focus utama pelayanan belajar dipihak lainnya.
3. Tujuan Mempelajari Administrasi Pendidikan
Secara umum dapat ditegaskan bahwa tujuan mempelajari administrasi pendidikan, adalah menyediakan dasar konseptual dengan mendefinisikan administrasi dengan mengimplementasikannya dalam kegiatan pendidikan.
4. Fungsi-Fungsi Administrasi Pendidikan
Fungsi administrative sebagai suatu sifat yang nyata dari pendidikan formal muncul dari kebutuhan untuk membina pertumbuhan sekolah-sekolah dan perkembangan manajemennya.
a. Fungsi perencanaan
Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan, dan berapa banyak biayanya. Oleh karena itu perencanaan harus melibatkan banyak orang, yang harus menghasilkan program-program yang berpusat pada murid, menjadi jalan istimewa yang terus berkembang, luwes dan mampu menyesuaikan diri terhadap kebutuhan, dapat di pertanggungjawabkan dan menjadi penjelas dari tahap-tahap yang dikehendaki dengan melibatkan sumber daya sekolah dalam pembuatan keputusan untuk mencapai tujuan.
b. Fungsi pengorganisasian
Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas pada orang yang terlibat dalam kerja sama pendidikan. Salah satu prinsip pengorganisasian adalah terbaginya semua tugas dalam berbagai unsure organisasi secara proposional, dengan kata lain pengorganisasian yang efektif adalah membagi habis dan menstrukturkan tugas-tugas kedalam sub-sub atau komponen organisasi.
c. Fungsi penggerakan (actuating)
Menggerakkan menurut Terry berarti merangsang anggota-anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemauan yang baik. Tugas menggerakkan dilakukan oleh pemimpin, oleh karena itu kepemimpinan kepala daerah dan kepemimpinan kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting menggerakkan personel melaksanakan program kerja sekolah.
d. Fungsi pengorganisasian
Penerapan system formal untuk mencapai koordinasi lebih besar dari pada pimpinan teras sebagai pengaman. System koordinasi umumnya tidak efektif karena muncul krisis birokrasi, dan umumnya krisis ini akan terjadi jika organisasi akan menjadi terlalu besar dan rumit untuk dikelola, solusinya adalah kolaborasi.
Jadi, koordinasi harus menghasilkan penyatuan dari tiap-tiap bagian maupun personel dalam keseluruhan agar ada sinkronasi yang baik, segala sesuatu berjalan menurut pada waktu yang tepat.
e. Fungsi pengarahan
Pengarahan (directing) dilakukan agar kegiatan yang dilakukan bersama tetap melalui jalur yang telah diterapkan tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan terjadinya pemborosan.
f. Fungsi pengawasan
Secara umum pengawasan sering dikaitkan dengan upaya untuk mengendalikan, membina dan pelurusan sebagai upaya pengendalian mutu dalam arti luas. Melalui pengawasan yang efektif, roda organisasi, implementasi rencana, kebijakan, dan upaya poengendalian mutu dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
Pengawasan adalah fungsi administrative yang mana setiap administrator memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan yang dikehendaki. Karena itu, pengawasan dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan untuk mengetahui realisasi perilaku personel dalam organisasi pendidikan dan apakah tingkat pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan yang dikehendaki, kemudian dari hasil pengawasan tersebut apakah dilakukan perbaikan.
C. Birokrasi dalam Administrasi Pendidikan
1. Elemen-Elemen Birokrasi dan Kecenderungannya Di Sekolah
Birokrasi adalah kekuasaan, pengaruh dari para kepala dan staf pemerintahan, sejalan dengan itu ditegaskan Albrow (1989) birokrasi ialah suatu badan administrative tentang pejabat yang diangkat sesuai prosedur administrasi, aspek institusional dan asosiasional yang mampu membedakan hal-hal spele tetapi penting karena akan menjadi dasar analisis pemikiran sosiologis untuk melakukan tindakan dan analisis kebijaksanaan.
Birokrasi dicirikan oleh: 1divisi pekerjaan dan alokasi tanggung jawab yang spesifik, 2adanya level hierarkhi otoritas, 3adanya kebijakan, peraturan, dan regulasi tertulis, 4impersonal yaitu birokrasi ada pada lingkungan yang universal atau berlaku pada organisasi apapun, 5pengembangan dan perpanjangan karier administrative.
2. Hubungan antar Manusia dalam Administrasi Pendidikan
Pada dasarnya administrasi pendidikan memiliki kepentingan tertentu terhadap manusia. Dilihat dari sudut administrasi pendidikan akan ditemui pada dua tataran yaitu: 1pada satuan pendidikan seperti administrasi sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi, serta kursus-kursus, 2administrasi pendidikan pada pemerintahan seperti tingkat kecamatan, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat pada tingkat nasional.
Hubungan manusia dalam organisasi dapat dibagi dalam ua jenis, yaitu: 1hubungan manusia dalam organisasi foemal yang terdiri dari kumpulan interaksi social yang dikoordinasikan secara sengaja dan yang mempunyai tujuan bersama, 2hubungan manusia dalam organisasi informal yaitu interaksi-interaksi social tanpa tujuan bersama yang umum atau tidak dikoordinasikan secara sengaja.
D. Administrasi Sekolah dalam System Administrasi Pendidikan
1. Manajemen Berbasis Sekolah
Reformasi sekolah atau school reform merupakan suatu konsep perubahan kearah peningkatan mutu dalam konteks manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Aktivitas di dalamnya adalah proses pelayanan jasa, bukan proses produksi barang.
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam bahasa Inggris disebut “school Based Manajement” merupakan strategi yang jitu untuk mencapai manajemen sekolah yang efektif dan efisien. Konsep MBS ini pertama kali muncul di Amerika Serikat, latar belakangnya adalah ketika itu masyarakat mempertanyakan apa yang dapat diberikan sekolah kepada masyarakat dan juga apa relevansi dan korelasi pendidikan dengan tuntutan maupun kebutuhan masyarakat.
2. Administrasi Sekolah dalam Lingkungan Fisik dan Sosio Emosional
Pada umumnya suatu masyarakat, karakteristik sekolah sebagai masyarakat mini (mini society) direpresentasikan atau dicirikan oleh watak para penghuninya, yaitu para pengelola sekolah.
a. Pengelolaan kelas
Keberhasilan guru melaksanakan kegiatan pembelajaran tidak saja menuntut kemampuan menguasai materi pelajaran, strategi dan metoda mengajar, menggunakan media atau alat pembelajaran.
Kegiatan pengelolaan kelas merupakan suatu kegitan yang erat hubungannya dengan pengarajarn dan salah satu prasyarat untuk terciptanya proses belajar mengajar yang efektif.
b. Tipe Kepemimpinan Guru di Kelas
Aspek-aspek tersebut dipengaruhi oleh kegiatan belajar mengajar di kelas, guru berperan sebagai seorang pemimpin. Tipe kepemimpinan seseorang (guru) akan mewarnai suasana organisasi/kelas yang dipimpinnya.
Para guru di sekolah dalam melaksanakan tugasnya di kelas sebaiknya cenderung menggunakan tipe kepemimpinan yang demokratis, hal ini terlihat dari perilaku guru yang tampak penuh persahabatan, saling mempercayai, dalam memecahkan permasalahan kesulitan belajar.
c. Penciptaan Kondisi Sosio-Emosional di Kelas
Kelas sebagai tempat berlangsungnya PBM diwarnai oleh berbagai perilaku siswa, ada yang positif dan ada pula yang negative. Perilaku siswa yang positif dikelas seperti: menghargai pendapat orang lain, memberikan respon psikologis yang positif, memperhatikan guru yang sedang mengajar.
Sedangkan tingkah laku yang negative ditemukan dari hasil observasi seperti: melanggar peraturan/tata tertib, membadut, ngobrol, memperolok-olok teman, menunjukkan sikap yang sangat responsive.
d. Iklim Kelas yang Demokratis
Ilkim dapat dipandang pada satu pihak sebagai karakteristik abadi yang mencirikan suatu kelas tertentu, yang membedakannya dari kelas yang lain, dan mempengaruhi perilaku guru dan siswa.
Iklim kelas sebagai perasaan yang dipunyai oleh guru dan siswa terhadap suasana belajar di kelas itu. Iklim belajar yang nyaman dan menyenangkan dikelas penting, karena iklim yang sehat membuat para guru leluasa untuk bekerja sepenuhnya dan siswa dapat menumbuhkan motif berprestasi dalam kegiatan belajar dan mengajar.


  3
Kebijakan pendidikan
Dalam dunia pendidikan maupun persekolahan kebijakan menurut Hough (1984) kadang-kadang digunakan dalam pengertian sempit untuk mengacu pada tindakan formal yang diikutinya. Kebijakan disamakan dengan rencana dan program, bahkan sering tidak dibedakan antara perbuatan kebijakan (policy making) dengan pembuatan kebijakan (decision making).
Kebijakan public dan kebijaksanaan untuk pendidikan berkaitan dengan fungsi-fungsi esensial institusi pendidikan khususnya satuan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan, yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran yaitu: 1standar dan pengembangan kurikulum, 2visi, misi penetapan tujuan dan target pendidikan, 3rekruitmen dan pembinaan tenaga kependidikan, 4pengelolaan dan pembinaan kesiswaan, 5penyediaan buku pelajaran, 6penyediaan dan pemeliharaan sarana pendidikan, 7penyediaan dan perawatan fasilitas pemebelajaran, 8pengadaan, perawatan, dan penggunaan perpustakaan dan laboraturium sekolah.
A. Karakteristik Masalah Kebijakan dan Kebijaksanaan
Kebijakan public untuk pendidikan berkenaan dengan fungsi-fungsi esensial institusi pendidikan khususnya satuan pendidikan (sekolah). Secara factual kebijakan pendidikan ada pada 2 tataran yaitu: 1pemerintah yang berfungsi memberikan pelayanan kebutuhan satuan pendidikan pada semua jenjang dan jenis, 2satuan pendidikan yang melaksanakan pelayanan belajar melalui kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian kebijakan pendidikan dalam pembangunan nasional harus dapat menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air, mempertebal semangat kebangsaan, dan rasa kesetiakawanan social yang tinggi.
1. Konsep Kebijakan dan Kebijaksanaan
a. Arti dan makna kebijakan
Kebijakan pendidikan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah mengakibatkan kesulitan koordinasi terhadap implementasi kebijakan tersebut. Kebijakan tidak lahir begitu saja melainkan dilahirkan dalam konteks seperangkat nilai yang khusus, tekanan, dan dalam susunan struktual yang khusus, termasuk didalamnya kebutuhan dan aspirasi masyarakat sebagai sasaran kebijakan.
Kebijakan adalah terjemahan dari kata “wisdom” yaitu suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan pada seseorang atau kelompok orang tersebut tidak dapat dan tidak mungkin memenuhi aturan yang umum tadi, dengan kata lain ia dapat perkecualian.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) mengemukakan bahwa kebijakan adalah kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dasar dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak oleh pemerintah, organisasi sebagai pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam mencapai sasaran.
b. Arti dan Makna Kebijaksanaan
Untuk mengetahui apa itu kebijaksanaan lebih dahulu penting dipahami dari kata dasarnya yaitu bijak yang berarti selalu menggunakan akal budi atau mahir menggunakan akal untuk bertindak mengatasi kesulitan.
Kebijaksanaan adalah kepandaian para pengambil keputusan dengan akal budinya (pengalaman dan pengetahuan) kecakapan bertindak, melaksanakan program untuk mencapai tujuan pada prakteknya terikat akan nilai-nilai ynag oleh para pelakunya memecahkan suatu masalah.
2. Pendekatan Kebijakan dalam Pendidikan
a. Pendekatan Empirik (empirical)
Pendekatan empiris ditekankan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat dari suatu kebijakan tertentu dalam bidang pendidikan bersifat factual atau macam informasi yang dihasilkan bersifat deskriptif dan prediktif.
b. Pendekatan Evaluatif
Pendekatan evasuluatif ini terutama pada pendekatan bobot atau manfaatnya (nilai) beberapa kebijakan menghasilkan informasi yang bersiafat evaluatif.
3. Model-model Kebijakan dalam Pendidikan
Beberapa masalah kebijakan tidak dapat dipahami hanya dengan menggunakan metologi kuantitatif, karena sifatnya khusus dan unik seperti kegitatan pembelajaran, peningkatan kualitas mengajar guru, penataan ruang kelas, supervise pengajaran, perencanaan pengajaran.
a. Model deskriptif
Model deskriptif adalah pendekatan positif yang diwujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan menyajikan suatu “state of the art” atau keadaan apa adanya dari suatu gelaja yang sedang diteliti dan perlu diketahui oleh para pemakai.
b. Model Normatif
Diantara beberapa jenis model normative yang digunakan analis kebijakan adalah model normatif yang membantu menentukan tingkat kapasitas pelayanan yang optimum (model antri).
Tujuan model normatif bukan hanya menjelaskan atau memprediksi, tetapi juga memberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas (nilai), juga membantu memudahkan para pemakai hasil penelitian, menentukan atau memilih salah satu dari beberapa pilihan cara atau prosedur yang paling efisien dalam memecahkan suatu masalah.
c. Model Verbal
Model verbal dalam kebijakan dideskripsikan dalam bahasa sehari-hari, bukannya bahasa logika simbolis dan matematika sebagai masalah substantif.
d. Model Simbolis
Model simbolis menggunakan simbol-simbol matematis untuk menerangkan hubungan antara variabel-variabel kunci yang dipercaya menciri suatu masalah.
Kelemahan praktis model simbolis adalah hasilnya tidak mudah diinterpretasikan, bahkan diantara para spesialis, karena asumsi-asumsinya tidak dinyatakan secara memadai.
e. Model Prosedural
Model prosedural menampilkan hubungan yang dinamis antara variabel-variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan.
Kelebihannya memungkinkan simulasi dan penelitian yang kreatif, kelemahannya sering mengalami kesulitan mencari data atau argumen yang dapat memperkuat asumsi-asumsinya, dan biaya model prosedural ini relatif tinggi dibanding model verbal dan simbolis.
f. Model sebagai pengganti dan perspektif
Model perspektif didasarkan pada asumsi bahwa masalah substantif, sebaliknya, model perpektif dipandang sebagai satu dari banyak cara lain yang dapat digunakan untuk merumuskan masalah substantif.
B. Analisis Kebijakan dalam Pendidikan
Analisis kebijakan sebagian bersifat deskriptif diambil dari disiplin tradisional seperti ilmu politik yang mencari pengetahuan tentang sebab dan akibat dari kebijakan-kebijakn pablik.
Analisis kebijakan juga bersifat normatif dan menciptakan atau melakukan kritik terhadap klaim pengetahuan tentang nilai kebijakan publik untuk generasi masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.
Analisis kebijakan bertujuan menciptakan, menilai secara kritis dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan menunjuk kepada kepercayaan tentang sesuatu yang secara akal sehat dapat dibenarkan, yang berbeda dengan kepercayaan tentang kebenaran yang pasti atau kebenaran dengan probabilitas statistik tertentu.
Dalam analisis kebijakan prosedur-prosedur memperoleh nama-nama khusus seperti: 1perumusan masalah, 2peramalan, 3rekomendasi, 4pemantauan, 5evaluasi.
Analisis konsep karakteristik kebijakan dilihat dari sudut kelayakan (feasibility) dapat dijelaskan berikut ini:
- feasibilitas politik
- feasibilitas teknik
- feasibilitas personal
1. Kebijakan Pemerintah Mengenai Otonomi Pendidikan
a. Arah Kebijakan Pendidikan Nasional
Kebijakan pendidikan (educational policy) sebagai suatu pertimbangan (judgement) yang didasarkan atas sistem nilai (value) dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional.
b. Reinventing Organisasi Pendidikan
Sebagai upaya penataan kembali struktur organisasi pemerintahan dalam implementasi kebijakan ekonomi daerah sesuai UU No.22 tahun 1999, maka sebagai implementasi UU tersebut telah diintegrasikan Kantor Departemen Pendidikan Nasional dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dinas P&K) di provinsi dan kabupaten/kota menjadi Dinas Pendidikan.
c. Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan Nasional
Tujuannya untuk meningkatkan Sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan program-program pendidikan mulai dari Departemen Pendidikan Nasional, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan baik antar jenjang, jalur dan jenis pendidikan maupun antar daerah.
Sasarannya adalah mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui kegiatan pembelajaran oleh satuan pendidikan.
d. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah
Setelah implementasi kebijakan otonomi kebijakan daerah temuan penelitian Sagala mengungkapkan bahwa: 1tidak dapat ditentukan dan dirumuskan dengan jelas batasan dan keterkaitan Dinas Pendidikan dengan Sekolah, 2hubungan birokrasi dinas pendidikan provinsi dengan kabupaten/kota tidak dapat digambarkan apakah hubungan koordinatif atau kerjasama, 3landasan legal menegaskan akses sesuai kewenangan dan kekuasannya belum ada.
2. Kebijakan Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan pendidikan bertitik tolak pada prinsip-prinsip ekonomi, sehingga sebagian besar analisis ekonomi baik mikro maupun makro dapat digunakan untuk menganalisis masalah-masalah pendidikan.
Walaupun perbedaan tingkat pendapatan tidak berhenti pada tingkat pendidikan saja tetapi juga harus didukung oleh pengalaman kerja, skills, sektor usaha, jenis usaha, lokasi.
Tetapi dilain pihak sekolah juga mengajukan anggaran sekolah yang direbut dengan rencana anggaran belanja sekolah (RAPBS) yang diajukan kepada Dinas Pendidikan Setempat.
a. Kebutuhan Operasional Sekolah
Fungsi produksi adalah yang menjalankan manajemen dan poembiayaan, dan fungsi produksi pendidikan adalah mengukur input, proses, dan output.
Alokasi kebutuhan sekolah seperti kebutuhan operasional pengajaran, operasional administrasi dan perkantoran, operasional laboratorium, operasional perpustakaan, perawatan dan pemeliharaan, penggantian barang-barang keperluan mendesak, kebersihan dan kesehatan dapat diidentifikasi oleh kepala sekolah bersama masyarakat dan pemerintah mencari solusi untuk memenuhi keperluan tersebut.
b. Kebutuhan siswa
Untuk memperlancar belajar siswa adalah dengan memenuhi kebutuhan belajarnya. Ada kebutuhan siswa yang dapat disediakan oleh orangtua tetapi ada juga yang harus disediakan oleh sekolah.
c. Pendayagunaan Sumber Pembiayaan
Meningkatnya angka pengangguran karena tenaga terampil berkurang, kesenjangan mendapatkan kesempatan pendidikan antara kaya miskin semakin tajam, rendahnya minat terhadap profesi pendidikan, dan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan.
UUSPN No. 20 tahun 2003 mengemukakan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
d. Prioritas Pembiayaan
Setiap sekolah memiliki prioritas yang berbeda antara satu dengan lainya, mungkin ada yang memprioritaskan pengadaan buku teks sedangkan yang lainya penyediaan alat peraga atau media pengajaran dan sebagainya.


4
Kepemimpinan Pendidikan
A. Arti dan Makna Kepemimpinan dalam Pendidikan
1. Konsep Kepemimpinan
Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang anggotanya dapat merasakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, baik kebutuhan bekerja, motivasi, rekreasi, kesehatan, sandang, pangan, tempat tinggal, maupun kebutuhan lainnya yang pantas didapatkannya, pendek kata semua kebutuhan anggota dalam organisasi terpenuhi dengan baik.
Dari sejumlah pengertian kepemimpinan tersebut pada pokoknya berkisa pada: 1perilaku mengarahkan aktivitas, 2aktivitas hubungan kekuasaan dengan anggota, 3proses komunikasi dalam mengarahkan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang spesifik, 4interaksi antar personel untuk mencapai hasil yang ditentukan, 5melakukan inisiatif dalam melakukan kegiatan dengan memelihara kepuasan kerja, 6aktivitas organisasi meningkatkan prestasi.
Kepemimpinan adalah suatu pokok dari keinginan manusia yang besar untuk menggerakkan potensi organisasi, kepemimpinan juga salah satu penjelas yang paling populer untuk keberhasilan atau kegagalan dari suatu organisasi.
2. Ciri-ciri Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan yang baik dicirikan oleh sifat-sift: 1manusiawi, 2memandang jauh kedepan, 3inspiratif, 4percaya diri.
Pemimpin yang tidak punya visi sekaligus tidak percaya diri, dipastikan lembaga yang dipimpinya tidak akan kompetitif dengan sekolah lainnya, sekolah yang dipimpinnya hanya bergerak dalam kegiatan yang bersifat rutin.
3. Gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan
Fungsi pemimpin adalah memudahkan pencapaian tujuan secara koperatif diantara para pengikut dan pada saat yang sama menyediakan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi mereka.
Sejumlah ahli teori kepemimpinan menekankan style dari pemimpin yang efektif, yaitu berkisar pada kepemimpinan dengan gaya partisipatif, nonpartisipatif, otokratik, demokratik atau laissez-faire.
Kunci penting dari gaya kepemimpinan ini dalam institusi satuan pendidikan adalah memahami kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan khusus dari setiap personel organisasi dalam situasi yang ada.
4. Kepemimpinan yang Efektif dalam Penentuan Kebijakan
Keefektifan kepemimpinan pendidikan merupakan suatu konsep yang luas, dalam pendidikan hampir semua orang pada suatu saat akan tiba saatnya untuk dipercaya memegang tampuk posisi kepemimpinan, demikian pula halnya dengan guru merupakan pemimpin pembelajaran bagi murid-muridnya.
Apabila seorang pemimpin memperoleh pengalaman yang kurang menyenangkan, hal itu hampir semuanya disebabkan ketidak efektifan kepemimpinannya.
Kepemimpinan pendidikan yang efektif memberikan dasar dan menempatkan tujuan pada posisi penting untuk merubah norma-norma dalam program pembelajaran, meningkatkan produktivitas, dan mengembangkan pendekatan-pendekatan kreatif untuk untuk mencapai hasil yang maksimal dari program institusi pendidikan.
5. Ketepatan Pemimpin dalam Pengambilan Keputusan
Administrasi pendidikan merupakan bagian dari administrasi Negara, konsep keputusan dalam administrasi pendidikan tentu juga merupakan bagian dari administrasi Negara.
Inti dari human relation sabagai sasaran keputusan adalah komunikasi. Manusia yang normal dalam kehidupan sehari-harinya berada dalam proses komunikasi dengan sesame manusia khususnya dalam suatu organisasi dan juga ditengah masyarakat secara timbal balik.
Dalam pengambilan keputusan oleh pemimpin pendidikan proses komunikasi itu terkandung nilai-nilai manusiawi yang secara psikologis dan pedagogis, dapat membawa pada kehidupan social yang tentram dan damai dengan rasa solidaritas social yang semakin kokoh.

Kamis, 14 Mei 2009

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka mengendalikan mutu hasil pendidikan sesuai standar nasional pendidikan yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Standar Penilaian Pendidikan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional; Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496); 2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M PERATURAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 24 TAHUN 2007TENTANGSTANDAR SARANA DAN PRASARANAUNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI),SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH(SMP/MTs), DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAHALIYAH (SMA/MA)DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 48Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan, perlu menetapkanPeraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang StandarSarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/MadrasahIbtidaiyah (SD/MI), Sekolah MenengahPertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), danSekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);23. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentangKedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, danTatakerja Kementerian Negara Republik Indonesiasebagaimana telah diubah dengan Peraturan PresidenNomor 62 Tahun 2005;4. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004mengenai pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhirdengan Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007;MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR SARANA DAN PRASARANAUNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAHIBTIDAIYAH (SD/MI), SEKOLAH MENENGAHPERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs),DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAHALIYAH (SMA/MA).Pasal 1(1) Standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar/madrasahibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasahtsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah menengah atas/madrasahaliyah (SMA/MA) mencakup kriteria minimum sarana dan kriteriaminimum prasarana.(2) Standar Sarana dan Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Penyelenggaraan pendidikan bagi satu kelompok pemukiman permanendan terpencil yang penduduknya kurang dari 1000 (seribu) jiwa danyang tidak bisa dihubungkan dengan kelompok yang lain dalam jaraktempuh 3 (tiga) kilo meter melalui lintasan jalan kaki yang tidakmembahayakan dapat menyimpangi standar sarana dan prasaranasebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.3Pasal 3Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 28 Juni 2007MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTDBAMBANG SUDIBYOSalinan sesuai dengan aslinya.Biro Hukum dan OrganisasiDepartemen Pendidikan Nasional.Kepala Bagian Penyusunan RancanganPeraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I.Muslikh, S.H.NIP.131479478

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2006

PERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 22 TAHUN 2006TENTANGSTANDAR ISIUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 8 ayat(3), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2),dan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlumenetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentangStandar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4496);3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentangKedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, danTatakerja Kementrian Negara Republik Indonesiasebagaimana telah diubah dengan Peraturan PresidenNomor 62 Tahun 2005;24. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006 dan Nomor0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei;MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUANPENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.Pasal 1(1) Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yangselanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dantingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusanminimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.(2) Standar Isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum padaLampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2006MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYO

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2006

PERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 22 TAHUN 2006TENTANGSTANDAR ISIUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 8 ayat(3), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2),dan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlumenetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentangStandar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4496);3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentangKedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, danTatakerja Kementrian Negara Republik Indonesiasebagaimana telah diubah dengan Peraturan PresidenNomor 62 Tahun 2005;24. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006 dan Nomor0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei;MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUANPENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.Pasal 1(1) Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yangselanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dantingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusanminimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.(2) Standar Isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum padaLampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2006MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYO

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 23 TAHUN 2006TENTANGSTANDAR KOMPETENSI LULUSANUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 27 ayat (1)Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang StandarNasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan MenteriPendidikan Nasional tentang Standar Kompetensi Lulusan untukSatuan Pendidikan Dasar dan Menengah;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang StandarNasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4496);3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan TatakerjaKementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telahdiubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;2Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006, Nomor0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei, dan Nomor0225/BSNP/V/2006 tanggal 10 Mei 2006;MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUKSATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.Pasal 1(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar danmenengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukankelulusan peserta didik.(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar danmenengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran,dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.(3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2003MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYO

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 23 TAHUN 2006TENTANGSTANDAR KOMPETENSI LULUSANUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 27 ayat (1)Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang StandarNasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan MenteriPendidikan Nasional tentang Standar Kompetensi Lulusan untukSatuan Pendidikan Dasar dan Menengah;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang StandarNasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4496);3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan TatakerjaKementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telahdiubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;2Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006, Nomor0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei, dan Nomor0225/BSNP/V/2006 tanggal 10 Mei 2006;MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUKSATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.Pasal 1(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar danmenengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukankelulusan peserta didik.(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar danmenengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran,dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.(3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2003MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYO