tag:blogger.com,1999:blog-46264668158216382202024-02-19T04:20:09.549-08:00jenny christinewelcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.comBlogger58125tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-33733155273660163672009-05-27T02:53:00.001-07:002009-05-27T03:06:13.367-07:00Administrasi Pendidikan KontemporerKonsep Dasar dan System Pendidikan<br />A. Konsep dasar dan pemahaman tujuan pendidikan<br />Kata-kata pendidikan, bimbingan, pengajaran, belajar, pembelajaran, bimbingan dan pelatihan sebagai istilah-istilah teknis yang kegiatan-kegiatannya lebur dalam aktivitas pendidikan. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup baik yang bersifat manual individual dan social.<br />Pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.<br />Pada hakikatnya pendidikan itu mempunyai asas-asas tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi, dan cita-cita. Jadi dalam proses memasukkan tampak 3 hal yang terlibat yaitu: 1ilmu pengetahuan itu sendiri, 2proses memasukkan ilmu pengetahuan, 3kepala atau diri sendiri. Paradigma baru urusan pendidikan pada era reformasi pasca orde baru yaitu dalam system desentralisasi pemerintahan mempunyai kekhasan sendiri memberdayakan sekolah.<br />Para professional akan berhasil menelaah spesialisasinya yang memerlukan asas-asas untuk mempermahir profesi, menambah pengetahuan, memperkaya pengalaman, dan mengembangkan keterampilan. Berkenaan dengan asas-asas pendidikan, ada 6 asas yaitu: 1asas historis, 2asas-asas social, 3asas ekonomi, 4asas politik, 5asas psikologis, 6asas filsafat.<br />Interaksi antara asas-asas ini dalam proses pembelajaran menghendaki beberapa keterangan yaitu: 1setiap asas itu bukanlah suatu ilmu atau mata pelajaran, tetapi sejumlah ilmu dan cabang-cabangnya, 2asas ini memberi pendidikan itu sebagai system, organisasi, inovasi, dan pembaharuan, 3asas ini semuanya sukar memainkan perannya tanpa asas filsafat yang mengarahkan gerak dan mengatur langkahnya.<br />1. Konsep Dasar Pendidikan<br />Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa itu, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pernyataan secara filosofis apa itu pendidikan harus diangkat pada level konsep yang tinggi, sehingga terlepas dari pengertian yang hanya melihat pendidikan sebagai kegiatan belajar mengajar di kelas saja dan suatu usaha membantu orang lain menjadi manusia terdidik, dan ini muncul sebagai fenomena social.<br />2. Pemahaman Akan Tujuan Pendidikan<br />Dalam perspektif organisasi tujuan adalah adanya kesepakatan umum mengenai misi dan merupakan sumber legitimasi yang membenarkan setiap kegiatan organisasi, serta eksistensi organisasi itu sendiri. Tujuan berfungsi sebagai patokan yang dapat digunakan anggota organisasi maupun kalangan luar untuk menilai keberhasilan organisasi, misalnya mengenai efektivitas maupun efesiensi. Tujuan organisasi juga berfungsi sebagai tolok ukr bagi para ilmuan bidang organisasi guna mengetahui seberapa jauh suatu organisasi berjalan secara baik.<br />B. System dan proses pendidikan<br />1. System pendidikan<br />Bila pendidikan dipandang sebagai suatu system, maka apakah yang dimaksud dengan system itu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa system pendidikan adalah suatu keseluruhan yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam merubah masukan menjadi hasil yang diharapkan. Sedangkan pendekatan system adalah cara-cara berfikir dan bekerja yang menggunakan konsep-konsep teori system yang relevan dalam memecahkan masalah. <br />System pendidikan nasional adalah satu keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasianal. Berkaitan dengan system pendidikan nasional tersebut menurut UUSPN No.20 tahun 2003 satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal.<br />2. Proses Pendidikan Dalam System Administrasi Pendidikan<br />Proses adalah sebarang perubahan dalam suatu objek atau organism, khususnya suatu perubahan tingkah laku atau perubahan psikologis. Permasalahan proses pendidikan yang demikian itu rumit dan kompleks, oleh karena itu pengelolaan pendidikan besar sekali dipengaruhi oleh proses pendidikan dimana pendidikan itu berlangsung.<br />Dalam proses administrasi sekolah guru membutuhkan bimbingan yang kuat, karena mereka merupakan tenaga penggerak pembaharuan yang mengerti akan tujuan pendidikan melalui proses pembelajaran.<br />3. Isu-isu administrasi pendidikan<br />Masih ada keraguan dikalangan para pengambil kebijakan pendidikan maupun profesi pendidikan bahwa suatu teori yang komprehensif mengenai administrasi pendidikan apakah akan dapat dicapai. Keragu-raguan yang demikian ini dapat dimaklumi karena berbagai alasan antara lain: 1melihat administrasi pendidikan semata-mata sebagai tugas pekerjaan yang bersifat teknis, 2melihat administrasi pendidikan sebagai proses, pengambilan keputusan, penatausahaan yang dilakukan oleh para birokrat, 3melihat administrasi pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang belum kokoh.<br />Maka dalam hal ini isu-isu utama dalam administrasi pendidikan yang dapat dikemukakan antara lain adalah sebagai berikut:<br /> Revisi dan penyempurnaan UUSPN No 2 Tahun 1989 menjadi UUSPN No. 20 tahun 2003;<br /> Konsep dan prinsip otonomi pendidikan adalah memberikan ruang kreatifitas dan inovasi yang proposional sebagai upaya memberdayakan pendidikan;<br /> Konsep School Based Management telah dikembangkan sebagai wacana reformasi manajemen sekolah yang mengelola sekolah berbasis manajemen dalam upaya peningkatan mutu yang kompetitif yaitu suatu model manajemen sekolah yang memberdayakan potensi sumber daya sekolah dengan memberikan fungsi yang optimal dan proposional bagi seluruh elemen sekolah baik tingkat pimpinan maupun operasional dengan menjadikan semua unsure disekolah adalah manajer terhadap tugas dan tanggung jawabnya;<br /> System evaluasi hasil belajar sebagai upaya mengukur kemajuan belajar siswa untuk semua jenjang dan jenis pendidikan;<br /> Masih ada kesenjangan yang menonjol antara Net Enrollment Ratio (NER) atau Angka Partisipasi Murni (APM) yaitu anak yang bersekolah sesuai usia sekolah yang dipersyaratkan dengan Gross Enrolment Ratio atau Angka Partisipasi Kasar (APK) yaitu anak usia sekolah baik yang mengikuti sekolah maupun tidak sekolah;<br /> Penelitian Blazely dkk mengungkapkan bahwa pembelajaran di Indonesia cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana siswa berada;<br /> Pendidikan tinggi dan otonomi kampus yang terdiri dari otonomi keilmuan dan otonomi manajemen sesuai prinsip dan misi perguruan tinggi untuk menjalankan misi pendidikan tinggi sesuai bidang ilmu yang diasuhnya;<br /> Kedudukan PLS-PO dalam UUSPN untuk mengurus warga Negara Indonesia melalui jalur pendidiakn non formal bagi mereka yang tidak dapat mengikuti pendidikan formal pada usia sekolah maupun usia produktif;<br /> Administrasi dan manajemen pendidikan luar biasa yang memerlukan penanganan khusus sebagai upaya untuk menampung dan mengurus anak usia sekolah yang memerlukan pelayanan khusus disebabkan kelainan atau sejumlah keterbatasan lainnya yang mempersempit ruang gerak anak;<br /> Pusat pendidikan dan latihan pada berbagai instansi pemerintah seperti Departemen maupun non Departemen dan badan-badan pemerintah serta perusahaan-perusahaan pemerintah seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam upaya pertumbuhan jabatan personel pada instansi dan perusahaan masing-masing.<br />Jadi, isu-isu dan problematika administrasi pendidikan tersebut memberi gambaran bahwa cakupan bidang garapan administrasi pendidikan ternyata demikian luasnya. Sedangkan administrasi pendidikan pada satuan pendidikan berkaitan dengan penerapan teori-teori pendidikan dalam pelayanan belajar, teknik-teknik konseling belajar, manajemen sekolah, dan semua kegiatan yang mendukung dan memperlancar aktivitas-aktivitas satuan pendidikan untuk mencapai tujuan.<br /><br /><br /><br /> 2<br />Konsep Dan Teori Adminitrasi Pendidikan<br />A. Konsep dan Teori Admnistrasi<br />1. Teori administrasi<br />Administrasi sebagai suatu kegiatan bersama terdapat dimana-mana selama ada manusia yang hidup dan bekerjasama dalam kelompok. Secara teoritis pengertian administrasi adalah melayani secara intensif, sedangkan secara etimologis administrasi dalam bahasa Inggris “administer” yaitu kombinasi dari kata latin yang terdiri dari AD dan MINISTRARE yang berarti “to serve” melayani, membantu, dan memenuhi.<br />Jadi secara etimologis administrasi adalah melayani secara intensif. Kata “administratio” dan kata “administrativus” yang kemudian masuk kedalam bahsa Inggris menjadi “administration” dalam bahasa Indonesia menjadi administrasi.<br />Administrasi sebagai proses menggambarkan kerjasama yang sistematis menggunakan sumber daya organisasi seperti manusia, uang, dan material (man, money, and material) dilaksanakan atas dasar kebijaksanaan memenuhi kebutuhan organisasi mencapai tujuan.<br />Jadi administrasi adalah rangkaian kegiatan bersama sekelompok manusia secara sistematis untuk menjalankan roda suatu usaha atau misi organisasi agar dapat terlaksana, suatu usaha dengan suatu tujuan tertentu nyang telah ditetapkan.<br />Bertitik tolak pada pandangan tersebut dapat ditegaskan bahwa, administrasi pendidikan adalah penerapan ilmu administrasi dalam dunia pendidikan atau sebagai penerapan administrasi dalam pembinaan, pengembangan dan pengendalian usaha dan praktek-praktek pendidikan.<br />2. Kedudukan Ilmu Administrasi Pendidikan dalam Ilmu Pengetahuan<br />Ilmu berkembang sangat pesat, demikian juga jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaahan yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan seksama menyebabkan obyek forma (obyek ontologis) dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas.<br />Ilmu-ilmu eksakta mempunyai karakteristik utama yaitu, bahwa keseluruhan prinsip-prinsip, rumus-rumus, dan dalil-dalilnya berlaku universal dan dapat diterapkan melalui proses adopsi, karena itu semua tidak mengenal batas waktu dan tempat.<br />Sebaliknya ilmu-ilmu social memang juga mempunyai prinsip-prinsip, rumus-rumus, dan dalil-dalil yang bersifat universal.<br />Ilmu-ilmu yang tidak berhasil tampaknya tidak membekali pelajar dengan kemampuan social yang dapat dimanfaatkan dalam situasi manusia sehari-hari tidak ada kontak kontinu dan langsung dengan fakta-fakta social yang direncanakan.<br />B. Konsep dan Teori Administrasi Pendidikan<br />1. Pengertian dan Dasar Administrasi Pendidikan<br />Sampai sejauh ini belumlah banyak uraian yang mendalam baik hasil penelitian maupun kajian literature tentang admnistrasi pendidikan. Sedangkan kenyataannya satuan pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi ada lembaga lain yang sangat erat kaitannya dengan satuan pendidikan seperti Departemen Pendidikan pada tingkat nasional, Pemerintah Provinsi pada tingkat regional, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota pada tingkat daerah, serta institusi kemasyarakatan yang berkepentingan terhadap pendidikan.<br />Hanya saja yang perlu diingat bahwa kegiatan administrasi tidak hanya kegiatan mencatat dalam pengertian tata usaha, tetapi administrasi lebih luas dari itu yang mengandung arti institusional, fungsional, dan sebagai suatu proses/kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan yang direncanakan, diorganisasikan, digerakkan dengan menggunakan strategi, dan dilakukan pengawasan.<br />Administrasi pendidikan sebagai suatu system yang terkait dengan suatu institusi pendidikan yang didalamnya ada serangkaian kegiatan atau proses dan kerjasama sejumlah orang dengan mengkoordinasikan kegiatan yang saling bergantung satu sama lainnya untuk mencapai tujuan secara optimal.<br />2. Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan<br />Membahas dan mendiskusikan administrasi pendidikan memerlukan pengetahuan tentang tujuan pendidikan serta berbagai wahana untuk mencapai tujuan itu. Administrasi pendidikan memberikan pedoman tentang bagaimana wawasan yang diperoleh dari pemahaman tersebut untuk diterapkan dalam sekolah sebagai satuan organisasi pendidikan terdepan untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat pemakai jasa pendidikan.<br />Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa administrasi pendidikan merupakan terapan dari sosiologi, psikologi, dan juga antropologi. Jadi dapat ditegaskan bahwa ruang lingkup pembahasan administrasi pendidikan difokuskan pada kegiatan adminisrtasi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pelayanan kebutuhan sekolah disatu pihak, dan sekolah sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran dengan focus utama pelayanan belajar dipihak lainnya.<br />3. Tujuan Mempelajari Administrasi Pendidikan<br />Secara umum dapat ditegaskan bahwa tujuan mempelajari administrasi pendidikan, adalah menyediakan dasar konseptual dengan mendefinisikan administrasi dengan mengimplementasikannya dalam kegiatan pendidikan.<br />4. Fungsi-Fungsi Administrasi Pendidikan<br />Fungsi administrative sebagai suatu sifat yang nyata dari pendidikan formal muncul dari kebutuhan untuk membina pertumbuhan sekolah-sekolah dan perkembangan manajemennya.<br />a. Fungsi perencanaan<br />Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan, dan berapa banyak biayanya. Oleh karena itu perencanaan harus melibatkan banyak orang, yang harus menghasilkan program-program yang berpusat pada murid, menjadi jalan istimewa yang terus berkembang, luwes dan mampu menyesuaikan diri terhadap kebutuhan, dapat di pertanggungjawabkan dan menjadi penjelas dari tahap-tahap yang dikehendaki dengan melibatkan sumber daya sekolah dalam pembuatan keputusan untuk mencapai tujuan.<br />b. Fungsi pengorganisasian<br />Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas pada orang yang terlibat dalam kerja sama pendidikan. Salah satu prinsip pengorganisasian adalah terbaginya semua tugas dalam berbagai unsure organisasi secara proposional, dengan kata lain pengorganisasian yang efektif adalah membagi habis dan menstrukturkan tugas-tugas kedalam sub-sub atau komponen organisasi.<br />c. Fungsi penggerakan (actuating)<br />Menggerakkan menurut Terry berarti merangsang anggota-anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemauan yang baik. Tugas menggerakkan dilakukan oleh pemimpin, oleh karena itu kepemimpinan kepala daerah dan kepemimpinan kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting menggerakkan personel melaksanakan program kerja sekolah.<br />d. Fungsi pengorganisasian<br />Penerapan system formal untuk mencapai koordinasi lebih besar dari pada pimpinan teras sebagai pengaman. System koordinasi umumnya tidak efektif karena muncul krisis birokrasi, dan umumnya krisis ini akan terjadi jika organisasi akan menjadi terlalu besar dan rumit untuk dikelola, solusinya adalah kolaborasi.<br />Jadi, koordinasi harus menghasilkan penyatuan dari tiap-tiap bagian maupun personel dalam keseluruhan agar ada sinkronasi yang baik, segala sesuatu berjalan menurut pada waktu yang tepat.<br />e. Fungsi pengarahan<br />Pengarahan (directing) dilakukan agar kegiatan yang dilakukan bersama tetap melalui jalur yang telah diterapkan tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan terjadinya pemborosan.<br />f. Fungsi pengawasan<br />Secara umum pengawasan sering dikaitkan dengan upaya untuk mengendalikan, membina dan pelurusan sebagai upaya pengendalian mutu dalam arti luas. Melalui pengawasan yang efektif, roda organisasi, implementasi rencana, kebijakan, dan upaya poengendalian mutu dapat dilaksanakan dengan lebih baik.<br />Pengawasan adalah fungsi administrative yang mana setiap administrator memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan yang dikehendaki. Karena itu, pengawasan dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan untuk mengetahui realisasi perilaku personel dalam organisasi pendidikan dan apakah tingkat pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan yang dikehendaki, kemudian dari hasil pengawasan tersebut apakah dilakukan perbaikan.<br />C. Birokrasi dalam Administrasi Pendidikan<br />1. Elemen-Elemen Birokrasi dan Kecenderungannya Di Sekolah<br />Birokrasi adalah kekuasaan, pengaruh dari para kepala dan staf pemerintahan, sejalan dengan itu ditegaskan Albrow (1989) birokrasi ialah suatu badan administrative tentang pejabat yang diangkat sesuai prosedur administrasi, aspek institusional dan asosiasional yang mampu membedakan hal-hal spele tetapi penting karena akan menjadi dasar analisis pemikiran sosiologis untuk melakukan tindakan dan analisis kebijaksanaan.<br />Birokrasi dicirikan oleh: 1divisi pekerjaan dan alokasi tanggung jawab yang spesifik, 2adanya level hierarkhi otoritas, 3adanya kebijakan, peraturan, dan regulasi tertulis, 4impersonal yaitu birokrasi ada pada lingkungan yang universal atau berlaku pada organisasi apapun, 5pengembangan dan perpanjangan karier administrative.<br />2. Hubungan antar Manusia dalam Administrasi Pendidikan<br />Pada dasarnya administrasi pendidikan memiliki kepentingan tertentu terhadap manusia. Dilihat dari sudut administrasi pendidikan akan ditemui pada dua tataran yaitu: 1pada satuan pendidikan seperti administrasi sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi, serta kursus-kursus, 2administrasi pendidikan pada pemerintahan seperti tingkat kecamatan, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat pada tingkat nasional.<br />Hubungan manusia dalam organisasi dapat dibagi dalam ua jenis, yaitu: 1hubungan manusia dalam organisasi foemal yang terdiri dari kumpulan interaksi social yang dikoordinasikan secara sengaja dan yang mempunyai tujuan bersama, 2hubungan manusia dalam organisasi informal yaitu interaksi-interaksi social tanpa tujuan bersama yang umum atau tidak dikoordinasikan secara sengaja.<br />D. Administrasi Sekolah dalam System Administrasi Pendidikan<br />1. Manajemen Berbasis Sekolah<br />Reformasi sekolah atau school reform merupakan suatu konsep perubahan kearah peningkatan mutu dalam konteks manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Aktivitas di dalamnya adalah proses pelayanan jasa, bukan proses produksi barang.<br />Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam bahasa Inggris disebut “school Based Manajement” merupakan strategi yang jitu untuk mencapai manajemen sekolah yang efektif dan efisien. Konsep MBS ini pertama kali muncul di Amerika Serikat, latar belakangnya adalah ketika itu masyarakat mempertanyakan apa yang dapat diberikan sekolah kepada masyarakat dan juga apa relevansi dan korelasi pendidikan dengan tuntutan maupun kebutuhan masyarakat.<br />2. Administrasi Sekolah dalam Lingkungan Fisik dan Sosio Emosional<br />Pada umumnya suatu masyarakat, karakteristik sekolah sebagai masyarakat mini (mini society) direpresentasikan atau dicirikan oleh watak para penghuninya, yaitu para pengelola sekolah.<br />a. Pengelolaan kelas<br />Keberhasilan guru melaksanakan kegiatan pembelajaran tidak saja menuntut kemampuan menguasai materi pelajaran, strategi dan metoda mengajar, menggunakan media atau alat pembelajaran.<br />Kegiatan pengelolaan kelas merupakan suatu kegitan yang erat hubungannya dengan pengarajarn dan salah satu prasyarat untuk terciptanya proses belajar mengajar yang efektif.<br />b. Tipe Kepemimpinan Guru di Kelas<br />Aspek-aspek tersebut dipengaruhi oleh kegiatan belajar mengajar di kelas, guru berperan sebagai seorang pemimpin. Tipe kepemimpinan seseorang (guru) akan mewarnai suasana organisasi/kelas yang dipimpinnya.<br />Para guru di sekolah dalam melaksanakan tugasnya di kelas sebaiknya cenderung menggunakan tipe kepemimpinan yang demokratis, hal ini terlihat dari perilaku guru yang tampak penuh persahabatan, saling mempercayai, dalam memecahkan permasalahan kesulitan belajar.<br />c. Penciptaan Kondisi Sosio-Emosional di Kelas<br />Kelas sebagai tempat berlangsungnya PBM diwarnai oleh berbagai perilaku siswa, ada yang positif dan ada pula yang negative. Perilaku siswa yang positif dikelas seperti: menghargai pendapat orang lain, memberikan respon psikologis yang positif, memperhatikan guru yang sedang mengajar.<br />Sedangkan tingkah laku yang negative ditemukan dari hasil observasi seperti: melanggar peraturan/tata tertib, membadut, ngobrol, memperolok-olok teman, menunjukkan sikap yang sangat responsive.<br />d. Iklim Kelas yang Demokratis<br />Ilkim dapat dipandang pada satu pihak sebagai karakteristik abadi yang mencirikan suatu kelas tertentu, yang membedakannya dari kelas yang lain, dan mempengaruhi perilaku guru dan siswa.<br />Iklim kelas sebagai perasaan yang dipunyai oleh guru dan siswa terhadap suasana belajar di kelas itu. Iklim belajar yang nyaman dan menyenangkan dikelas penting, karena iklim yang sehat membuat para guru leluasa untuk bekerja sepenuhnya dan siswa dapat menumbuhkan motif berprestasi dalam kegiatan belajar dan mengajar.<br /><br /><br /> 3<br />Kebijakan pendidikan<br />Dalam dunia pendidikan maupun persekolahan kebijakan menurut Hough (1984) kadang-kadang digunakan dalam pengertian sempit untuk mengacu pada tindakan formal yang diikutinya. Kebijakan disamakan dengan rencana dan program, bahkan sering tidak dibedakan antara perbuatan kebijakan (policy making) dengan pembuatan kebijakan (decision making).<br />Kebijakan public dan kebijaksanaan untuk pendidikan berkaitan dengan fungsi-fungsi esensial institusi pendidikan khususnya satuan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan, yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran yaitu: 1standar dan pengembangan kurikulum, 2visi, misi penetapan tujuan dan target pendidikan, 3rekruitmen dan pembinaan tenaga kependidikan, 4pengelolaan dan pembinaan kesiswaan, 5penyediaan buku pelajaran, 6penyediaan dan pemeliharaan sarana pendidikan, 7penyediaan dan perawatan fasilitas pemebelajaran, 8pengadaan, perawatan, dan penggunaan perpustakaan dan laboraturium sekolah.<br />A. Karakteristik Masalah Kebijakan dan Kebijaksanaan<br />Kebijakan public untuk pendidikan berkenaan dengan fungsi-fungsi esensial institusi pendidikan khususnya satuan pendidikan (sekolah). Secara factual kebijakan pendidikan ada pada 2 tataran yaitu: 1pemerintah yang berfungsi memberikan pelayanan kebutuhan satuan pendidikan pada semua jenjang dan jenis, 2satuan pendidikan yang melaksanakan pelayanan belajar melalui kegiatan pembelajaran.<br />Dengan demikian kebijakan pendidikan dalam pembangunan nasional harus dapat menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air, mempertebal semangat kebangsaan, dan rasa kesetiakawanan social yang tinggi.<br />1. Konsep Kebijakan dan Kebijaksanaan<br />a. Arti dan makna kebijakan<br />Kebijakan pendidikan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah mengakibatkan kesulitan koordinasi terhadap implementasi kebijakan tersebut. Kebijakan tidak lahir begitu saja melainkan dilahirkan dalam konteks seperangkat nilai yang khusus, tekanan, dan dalam susunan struktual yang khusus, termasuk didalamnya kebutuhan dan aspirasi masyarakat sebagai sasaran kebijakan.<br />Kebijakan adalah terjemahan dari kata “wisdom” yaitu suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan pada seseorang atau kelompok orang tersebut tidak dapat dan tidak mungkin memenuhi aturan yang umum tadi, dengan kata lain ia dapat perkecualian.<br />Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) mengemukakan bahwa kebijakan adalah kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dasar dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak oleh pemerintah, organisasi sebagai pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam mencapai sasaran.<br />b. Arti dan Makna Kebijaksanaan<br />Untuk mengetahui apa itu kebijaksanaan lebih dahulu penting dipahami dari kata dasarnya yaitu bijak yang berarti selalu menggunakan akal budi atau mahir menggunakan akal untuk bertindak mengatasi kesulitan.<br />Kebijaksanaan adalah kepandaian para pengambil keputusan dengan akal budinya (pengalaman dan pengetahuan) kecakapan bertindak, melaksanakan program untuk mencapai tujuan pada prakteknya terikat akan nilai-nilai ynag oleh para pelakunya memecahkan suatu masalah.<br />2. Pendekatan Kebijakan dalam Pendidikan<br />a. Pendekatan Empirik (empirical)<br />Pendekatan empiris ditekankan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat dari suatu kebijakan tertentu dalam bidang pendidikan bersifat factual atau macam informasi yang dihasilkan bersifat deskriptif dan prediktif.<br />b. Pendekatan Evaluatif<br />Pendekatan evasuluatif ini terutama pada pendekatan bobot atau manfaatnya (nilai) beberapa kebijakan menghasilkan informasi yang bersiafat evaluatif.<br />3. Model-model Kebijakan dalam Pendidikan<br />Beberapa masalah kebijakan tidak dapat dipahami hanya dengan menggunakan metologi kuantitatif, karena sifatnya khusus dan unik seperti kegitatan pembelajaran, peningkatan kualitas mengajar guru, penataan ruang kelas, supervise pengajaran, perencanaan pengajaran.<br />a. Model deskriptif<br />Model deskriptif adalah pendekatan positif yang diwujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan menyajikan suatu “state of the art” atau keadaan apa adanya dari suatu gelaja yang sedang diteliti dan perlu diketahui oleh para pemakai.<br />b. Model Normatif<br />Diantara beberapa jenis model normative yang digunakan analis kebijakan adalah model normatif yang membantu menentukan tingkat kapasitas pelayanan yang optimum (model antri).<br />Tujuan model normatif bukan hanya menjelaskan atau memprediksi, tetapi juga memberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas (nilai), juga membantu memudahkan para pemakai hasil penelitian, menentukan atau memilih salah satu dari beberapa pilihan cara atau prosedur yang paling efisien dalam memecahkan suatu masalah.<br />c. Model Verbal<br />Model verbal dalam kebijakan dideskripsikan dalam bahasa sehari-hari, bukannya bahasa logika simbolis dan matematika sebagai masalah substantif.<br />d. Model Simbolis<br />Model simbolis menggunakan simbol-simbol matematis untuk menerangkan hubungan antara variabel-variabel kunci yang dipercaya menciri suatu masalah.<br />Kelemahan praktis model simbolis adalah hasilnya tidak mudah diinterpretasikan, bahkan diantara para spesialis, karena asumsi-asumsinya tidak dinyatakan secara memadai.<br />e. Model Prosedural<br />Model prosedural menampilkan hubungan yang dinamis antara variabel-variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan.<br />Kelebihannya memungkinkan simulasi dan penelitian yang kreatif, kelemahannya sering mengalami kesulitan mencari data atau argumen yang dapat memperkuat asumsi-asumsinya, dan biaya model prosedural ini relatif tinggi dibanding model verbal dan simbolis.<br />f. Model sebagai pengganti dan perspektif<br />Model perspektif didasarkan pada asumsi bahwa masalah substantif, sebaliknya, model perpektif dipandang sebagai satu dari banyak cara lain yang dapat digunakan untuk merumuskan masalah substantif.<br />B. Analisis Kebijakan dalam Pendidikan<br />Analisis kebijakan sebagian bersifat deskriptif diambil dari disiplin tradisional seperti ilmu politik yang mencari pengetahuan tentang sebab dan akibat dari kebijakan-kebijakn pablik.<br />Analisis kebijakan juga bersifat normatif dan menciptakan atau melakukan kritik terhadap klaim pengetahuan tentang nilai kebijakan publik untuk generasi masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.<br />Analisis kebijakan bertujuan menciptakan, menilai secara kritis dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan menunjuk kepada kepercayaan tentang sesuatu yang secara akal sehat dapat dibenarkan, yang berbeda dengan kepercayaan tentang kebenaran yang pasti atau kebenaran dengan probabilitas statistik tertentu.<br />Dalam analisis kebijakan prosedur-prosedur memperoleh nama-nama khusus seperti: 1perumusan masalah, 2peramalan, 3rekomendasi, 4pemantauan, 5evaluasi.<br />Analisis konsep karakteristik kebijakan dilihat dari sudut kelayakan (feasibility) dapat dijelaskan berikut ini:<br />- feasibilitas politik<br />- feasibilitas teknik<br />- feasibilitas personal<br />1. Kebijakan Pemerintah Mengenai Otonomi Pendidikan<br />a. Arah Kebijakan Pendidikan Nasional<br />Kebijakan pendidikan (educational policy) sebagai suatu pertimbangan (judgement) yang didasarkan atas sistem nilai (value) dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional.<br />b. Reinventing Organisasi Pendidikan<br />Sebagai upaya penataan kembali struktur organisasi pemerintahan dalam implementasi kebijakan ekonomi daerah sesuai UU No.22 tahun 1999, maka sebagai implementasi UU tersebut telah diintegrasikan Kantor Departemen Pendidikan Nasional dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dinas P&K) di provinsi dan kabupaten/kota menjadi Dinas Pendidikan.<br />c. Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan Nasional<br />Tujuannya untuk meningkatkan Sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan program-program pendidikan mulai dari Departemen Pendidikan Nasional, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan baik antar jenjang, jalur dan jenis pendidikan maupun antar daerah.<br />Sasarannya adalah mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui kegiatan pembelajaran oleh satuan pendidikan.<br />d. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah<br />Setelah implementasi kebijakan otonomi kebijakan daerah temuan penelitian Sagala mengungkapkan bahwa: 1tidak dapat ditentukan dan dirumuskan dengan jelas batasan dan keterkaitan Dinas Pendidikan dengan Sekolah, 2hubungan birokrasi dinas pendidikan provinsi dengan kabupaten/kota tidak dapat digambarkan apakah hubungan koordinatif atau kerjasama, 3landasan legal menegaskan akses sesuai kewenangan dan kekuasannya belum ada.<br />2. Kebijakan Pembiayaan Pendidikan<br />Pembiayaan pendidikan bertitik tolak pada prinsip-prinsip ekonomi, sehingga sebagian besar analisis ekonomi baik mikro maupun makro dapat digunakan untuk menganalisis masalah-masalah pendidikan.<br />Walaupun perbedaan tingkat pendapatan tidak berhenti pada tingkat pendidikan saja tetapi juga harus didukung oleh pengalaman kerja, skills, sektor usaha, jenis usaha, lokasi.<br />Tetapi dilain pihak sekolah juga mengajukan anggaran sekolah yang direbut dengan rencana anggaran belanja sekolah (RAPBS) yang diajukan kepada Dinas Pendidikan Setempat.<br />a. Kebutuhan Operasional Sekolah<br />Fungsi produksi adalah yang menjalankan manajemen dan poembiayaan, dan fungsi produksi pendidikan adalah mengukur input, proses, dan output.<br />Alokasi kebutuhan sekolah seperti kebutuhan operasional pengajaran, operasional administrasi dan perkantoran, operasional laboratorium, operasional perpustakaan, perawatan dan pemeliharaan, penggantian barang-barang keperluan mendesak, kebersihan dan kesehatan dapat diidentifikasi oleh kepala sekolah bersama masyarakat dan pemerintah mencari solusi untuk memenuhi keperluan tersebut.<br />b. Kebutuhan siswa<br />Untuk memperlancar belajar siswa adalah dengan memenuhi kebutuhan belajarnya. Ada kebutuhan siswa yang dapat disediakan oleh orangtua tetapi ada juga yang harus disediakan oleh sekolah.<br />c. Pendayagunaan Sumber Pembiayaan<br />Meningkatnya angka pengangguran karena tenaga terampil berkurang, kesenjangan mendapatkan kesempatan pendidikan antara kaya miskin semakin tajam, rendahnya minat terhadap profesi pendidikan, dan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan.<br />UUSPN No. 20 tahun 2003 mengemukakan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.<br />d. Prioritas Pembiayaan<br />Setiap sekolah memiliki prioritas yang berbeda antara satu dengan lainya, mungkin ada yang memprioritaskan pengadaan buku teks sedangkan yang lainya penyediaan alat peraga atau media pengajaran dan sebagainya.<br /><br /><br />4<br />Kepemimpinan Pendidikan<br />A. Arti dan Makna Kepemimpinan dalam Pendidikan<br />1. Konsep Kepemimpinan<br />Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang anggotanya dapat merasakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, baik kebutuhan bekerja, motivasi, rekreasi, kesehatan, sandang, pangan, tempat tinggal, maupun kebutuhan lainnya yang pantas didapatkannya, pendek kata semua kebutuhan anggota dalam organisasi terpenuhi dengan baik.<br />Dari sejumlah pengertian kepemimpinan tersebut pada pokoknya berkisa pada: 1perilaku mengarahkan aktivitas, 2aktivitas hubungan kekuasaan dengan anggota, 3proses komunikasi dalam mengarahkan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang spesifik, 4interaksi antar personel untuk mencapai hasil yang ditentukan, 5melakukan inisiatif dalam melakukan kegiatan dengan memelihara kepuasan kerja, 6aktivitas organisasi meningkatkan prestasi.<br />Kepemimpinan adalah suatu pokok dari keinginan manusia yang besar untuk menggerakkan potensi organisasi, kepemimpinan juga salah satu penjelas yang paling populer untuk keberhasilan atau kegagalan dari suatu organisasi.<br />2. Ciri-ciri Kepemimpinan Pendidikan<br />Kepemimpinan yang baik dicirikan oleh sifat-sift: 1manusiawi, 2memandang jauh kedepan, 3inspiratif, 4percaya diri.<br />Pemimpin yang tidak punya visi sekaligus tidak percaya diri, dipastikan lembaga yang dipimpinya tidak akan kompetitif dengan sekolah lainnya, sekolah yang dipimpinnya hanya bergerak dalam kegiatan yang bersifat rutin.<br />3. Gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan<br />Fungsi pemimpin adalah memudahkan pencapaian tujuan secara koperatif diantara para pengikut dan pada saat yang sama menyediakan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi mereka.<br />Sejumlah ahli teori kepemimpinan menekankan style dari pemimpin yang efektif, yaitu berkisar pada kepemimpinan dengan gaya partisipatif, nonpartisipatif, otokratik, demokratik atau laissez-faire.<br />Kunci penting dari gaya kepemimpinan ini dalam institusi satuan pendidikan adalah memahami kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan khusus dari setiap personel organisasi dalam situasi yang ada.<br />4. Kepemimpinan yang Efektif dalam Penentuan Kebijakan<br />Keefektifan kepemimpinan pendidikan merupakan suatu konsep yang luas, dalam pendidikan hampir semua orang pada suatu saat akan tiba saatnya untuk dipercaya memegang tampuk posisi kepemimpinan, demikian pula halnya dengan guru merupakan pemimpin pembelajaran bagi murid-muridnya.<br />Apabila seorang pemimpin memperoleh pengalaman yang kurang menyenangkan, hal itu hampir semuanya disebabkan ketidak efektifan kepemimpinannya.<br />Kepemimpinan pendidikan yang efektif memberikan dasar dan menempatkan tujuan pada posisi penting untuk merubah norma-norma dalam program pembelajaran, meningkatkan produktivitas, dan mengembangkan pendekatan-pendekatan kreatif untuk untuk mencapai hasil yang maksimal dari program institusi pendidikan.<br />5. Ketepatan Pemimpin dalam Pengambilan Keputusan<br />Administrasi pendidikan merupakan bagian dari administrasi Negara, konsep keputusan dalam administrasi pendidikan tentu juga merupakan bagian dari administrasi Negara.<br />Inti dari human relation sabagai sasaran keputusan adalah komunikasi. Manusia yang normal dalam kehidupan sehari-harinya berada dalam proses komunikasi dengan sesame manusia khususnya dalam suatu organisasi dan juga ditengah masyarakat secara timbal balik.<br />Dalam pengambilan keputusan oleh pemimpin pendidikan proses komunikasi itu terkandung nilai-nilai manusiawi yang secara psikologis dan pedagogis, dapat membawa pada kehidupan social yang tentram dan damai dengan rasa solidaritas social yang semakin kokoh.welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-24454217863517597542009-05-14T03:29:00.000-07:002009-05-14T03:30:20.837-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKANDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka mengendalikan mutu hasil pendidikan sesuai standar nasional pendidikan yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Standar Penilaian Pendidikan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional; Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496); 2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M PERATURANwelcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-32267640752063396152009-05-14T03:27:00.000-07:002009-05-14T03:28:15.619-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 24 TAHUN 2007TENTANGSTANDAR SARANA DAN PRASARANAUNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI),SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH(SMP/MTs), DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAHALIYAH (SMA/MA)DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 48Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan, perlu menetapkanPeraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang StandarSarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/MadrasahIbtidaiyah (SD/MI), Sekolah MenengahPertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), danSekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);23. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentangKedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, danTatakerja Kementerian Negara Republik Indonesiasebagaimana telah diubah dengan Peraturan PresidenNomor 62 Tahun 2005;4. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004mengenai pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhirdengan Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007;MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR SARANA DAN PRASARANAUNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAHIBTIDAIYAH (SD/MI), SEKOLAH MENENGAHPERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs),DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAHALIYAH (SMA/MA).Pasal 1(1) Standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar/madrasahibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasahtsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah menengah atas/madrasahaliyah (SMA/MA) mencakup kriteria minimum sarana dan kriteriaminimum prasarana.(2) Standar Sarana dan Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Penyelenggaraan pendidikan bagi satu kelompok pemukiman permanendan terpencil yang penduduknya kurang dari 1000 (seribu) jiwa danyang tidak bisa dihubungkan dengan kelompok yang lain dalam jaraktempuh 3 (tiga) kilo meter melalui lintasan jalan kaki yang tidakmembahayakan dapat menyimpangi standar sarana dan prasaranasebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.3Pasal 3Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 28 Juni 2007MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTDBAMBANG SUDIBYOSalinan sesuai dengan aslinya.Biro Hukum dan OrganisasiDepartemen Pendidikan Nasional.Kepala Bagian Penyusunan RancanganPeraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I.Muslikh, S.H.NIP.131479478welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-36390396763927106262009-05-14T03:25:00.001-07:002009-05-14T03:27:07.072-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2006PERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 22 TAHUN 2006TENTANGSTANDAR ISIUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 8 ayat(3), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2),dan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlumenetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentangStandar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4496);3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentangKedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, danTatakerja Kementrian Negara Republik Indonesiasebagaimana telah diubah dengan Peraturan PresidenNomor 62 Tahun 2005;24. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006 dan Nomor0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei;MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUANPENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.Pasal 1(1) Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yangselanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dantingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusanminimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.(2) Standar Isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum padaLampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2006MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYOwelcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-67601338313246718002009-05-14T03:25:00.000-07:002009-05-14T03:26:06.795-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2006PERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 22 TAHUN 2006TENTANGSTANDAR ISIUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 8 ayat(3), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2),dan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlumenetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentangStandar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4496);3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentangKedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, danTatakerja Kementrian Negara Republik Indonesiasebagaimana telah diubah dengan Peraturan PresidenNomor 62 Tahun 2005;24. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006 dan Nomor0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei;MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUANPENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.Pasal 1(1) Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yangselanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dantingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusanminimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.(2) Standar Isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum padaLampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2006MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYOwelcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-54775520589344513132009-05-14T03:24:00.001-07:002009-05-14T03:26:06.445-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 23 TAHUN 2006TENTANGSTANDAR KOMPETENSI LULUSANUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 27 ayat (1)Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang StandarNasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan MenteriPendidikan Nasional tentang Standar Kompetensi Lulusan untukSatuan Pendidikan Dasar dan Menengah;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang StandarNasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4496);3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan TatakerjaKementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telahdiubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;2Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006, Nomor0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei, dan Nomor0225/BSNP/V/2006 tanggal 10 Mei 2006;MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUKSATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.Pasal 1(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar danmenengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukankelulusan peserta didik.(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar danmenengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran,dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.(3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2003MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYOwelcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-91442965356727006522009-05-14T03:24:00.000-07:002009-05-14T03:25:22.670-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 23 TAHUN 2006TENTANGSTANDAR KOMPETENSI LULUSANUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 27 ayat (1)Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang StandarNasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan MenteriPendidikan Nasional tentang Standar Kompetensi Lulusan untukSatuan Pendidikan Dasar dan Menengah;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang StandarNasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4496);3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan TatakerjaKementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telahdiubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;2Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006, Nomor0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei, dan Nomor0225/BSNP/V/2006 tanggal 10 Mei 2006;MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUKSATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.Pasal 1(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar danmenengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukankelulusan peserta didik.(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar danmenengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran,dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.(3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2003MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYOwelcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-18080248322801389752009-05-14T03:21:00.000-07:002009-05-14T03:22:28.544-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008SALINAN PERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 24 TAHUN 2008TENTANGSTANDAR TENAGA ADMINISTRASI SEKOLAH/MADRASAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 35 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/ Madrasah;Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31/P Tahun 2005;1MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR TENAGA ADMINISTRASI SEKOLAH/MADRASAH.Pasal 1(1) Standar tenaga administrasi sekolah/madrasah mencakup kepala tenaga administrasi, pelaksana urusan, dan petugas layanan khusus sekolah/madrasah.(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah, seseorang wajib memenuhi standar tenaga administrasi sekolah/madrasah yang berlaku secara nasional.(3) Standar tenaga administrasi sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Penyelenggara sekolah/madrasah dapat menetapkan perangkapan jabatan tenaga administrasi pada sekolah/madrasah yang diselenggarakannya.Pasal 3Penyelenggara sekolah/madrasah wajib menerapkan standar tenaga administrasi sekolah/madrasah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, selambat-lambat 5 (lima) tahun setelah Peraturan Menteri ini ditetapkan.Pasal 4Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 11 Juni 2008MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYOSalinan sesuai dengan aslinya.Biro Hukum dan OrganisasiDepartemen Pendidikan Nasional,Kepala Bagian Penyusunan RancanganPeraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I,Muslikh, S.H.NIP 1314794782SALINANLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALNOMOR 24 TAHUN 2008 TANGGAL 11 JUNI 2008STANDAR TENAGA ADMINISTRASI SEKOLAH/MADRASAHA. KUALIFIKASITenaga administrasi sekolah/madrasah terdiri atas kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah, pelaksana urusan, dan petugas layanan khusus.1. Kepala Tenaga Administrasi SD/MI/SDLBKepala tenaga administrasi SD/MI/SDLB dapat diangkat apabila sekolah/ madrasah memiliki lebih dari 6 (enam) rombongan belajar. Kualifikasi kepala tenaga administrasi SD/MI/SDLB adalah sebagai berikut:a. Berpendidikan minimal lulusan SMK atau yang sederajat, program studi yang relevan dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 4 (empat) tahun.b. Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.2. Kepala Tenaga Administrasi SMP/MTs/SMPLBKepala tenaga administrasi SMP/MTs/SMPLB berkualifikasi sebagai berikut:a. Berpendidikan minimal lulusan D3 atau yang sederajat, program studi yang relevan, dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/ madrasah minimal 4 (empat) tahun.b. Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.3. Kepala Tenaga Administrasi SMA/MA/SMK/MAK/SMALBKepala tenaga administrasi SMA/MA/SMK/MAK/SMALB berkualifikasi sebagai berikut:a. Berpendidikan S1 program studi yang relevan dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 4 (empat) tahun, atau D3 dan yang sederajat, program studi yang relevan, dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 8 (delapan) tahun.b. Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.34. Pelaksana Urusan Administrasi KepegawaianBerpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat, dan dapat diangkat apabila jumlah pendidik dan tenaga kependidikan minimal 50 orang.5. Pelaksana Urusan Administrasi KeuanganBerpendidikan minimal lulusan SMK/MAK, program studi yang relevan, atau SMA/MA dan memiliki sertfikat yang relevan.6. Pelaksana Urusan Administrasi Sarana dan PrasaranaBerpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat.7. Pelaksana Urusan Administrasi Hubungan Sekolah dengan MasyarakatBerpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat, dan dapat diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 9 (sembilan) rombongan belajar.8. Pelaksana Urusan Administrasi Persuratan dan PengarsipanBerpendidikan minimal lulusan SMK/MAK, program studi yang relevan.9. Pelaksana Urusan Administrasi KesiswaanBerpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat dan dapat diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 9 (sembilan) rombongan belajar.10. Pelaksana Urusan Administrasi KurikulumBerpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat dan diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 12 rombongan belajar.11. Pelaksana Urusan Administrasi Umum untuk SD/MI/SDLBBerpendidikan minimal SMK/MAK/SMA/MA atau yang sederajat.412. Petugas Layanan Khususa. Penjaga Sekolah/MadrasahBerpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat.b. Tukang KebunBerpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat dan diangkat apabila luas lahan kebun sekolah/madrasah minimal 500 m2 .c. Tenaga KebersihanBerpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat.d. PengemudiBerpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat, memiliki SIM yang sesuai, dan diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki kendaraan roda empat.e. PesuruhBerpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat.B. KOMPETENSI1. Kepala Tenaga Administrasi Sekolah/MadrasahKompetensi kepribadian, sosial, teknis, dan manajerial bagi kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah adalah sebagai berikut.DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.1.1 Berperilaku sesuai dengan kode etik1.1.2 Bertindak konsisten dengan nilai dan keyakinannya1.1.3 Berperilaku jujur1.1 Memiliki integritas dan akhlak mulia1.1.4 Menunjukkan komitmen terhadap tugas1.2.1 Mengikuti prosedur kerja1.2.2 Mengupayakan hasil kerja yang bermutu1.2.3 Bertindak secara tepat1.2.4 Fokus pada tugas yang diberikan1.2.5 Meningkatkan kinerja1.2 Memiliki etos kerja1.2.6 Melakukan evaluasi diri1. Kompetensi Kepribadian1.3 Mengendalikan diri1.3.1 Mengendalikan emosi5DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.3.2 Bersikap tenang1.3.3 Mengendalikan stres1.3.4 Berpikir positif1.4.1 Memahami diri sendiri1.4.2 Mempercayai kemampuan sendiri1.4.3 Bertanggung jawab1.4 Memiliki rasa percaya diri1.4.4 Belajar dari kesalahan1.5.1 Mengupayakan keterbukaan1.5.2 Menghargai pendapat orang lain1.5.3 Menerima diri sendiri dan orang lain1.5 Memiliki fleksibilitas1.5.4 Menyesuaikan diri sendiri dengan orang lain1.6.1 Melaksanakan kaidah-kaidah yang terkait dengan tugasnya1.6.2 Memperhatikan kejelasan tugas1.6 Memiliki ketelitian1.6.3 Menyelesaikan tugas sesuai pedoman kerja1.7.1 Mengatur waktu1.7.2 Menaati aturan yang berlaku1.7 Memiliki kedisiplinan1.7.3 Menaati azas yang berlaku1.8.1 Berpikir alternatif1.8.2 Kaya ide/gagasan baru1.8.3 Memanfaatkan peluang1.8.4 Mengikuti perkembangan Ipteks1.8 Memiliki kreativitas dan inovasi1.8.5 Melakukan perubahan1.9.1 Melaksanakan tugas sesuai aturan1.9.2 Berani mengambil resiko1.9 Memiliki tanggung jawab1.9.3 Tidak melimpahkan kesalahan kepada pihak lain2.1.1. Berpartisipasi dalam kelompok2. Kompetensi Sosial2.1 Bekerja sama dalam tim2.1.2. Menghargai pendapat orang6DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSIlain2.1.3. Membangun semangat dan kelangsungan hidup tim2.2.1 Memberikan kemudahan layanan kepada pelanggan2.2.2 Menerapkan layanan sesuai dengan prosedur operasi standar2.2.3 Berempati kepada pelanggan2.2.4 Berpenampilan prima2.2.5 Menepati janji2.2.6 Bersikap ramah dan sopan2.2.7 Mudah dihubungi2.2 Memberikan layanan prima2.2.8 Komunikatif2.3.1. Memahami struktur organisasi sekolah/madrasah2.3.2. Mewujudkan iklim dan budaya organisasi yang kondusif2.3.3. Menghargai dan menerima perbedaan antar anggota2.3.4. Memiliki tanggungjawab mencapai tujuan organisasi2.3 Memiliki kesadaran berorganisasi2.3.5. Mengaktifkan diri dalam organisasi profesi tenaga administrasi sekolah/madrasah2.4.1 Menjadi pendengar yang baik2.4.2 Memahami pesan orang lain2.4.3 Menyampaikan pesan dengan jelas2.4 Berkomunikasi efektif2.4.4 Memahami bahasa verbal dan nonverbal2.5.1. Melakukan hubungan kerja yang harmonis2.5.2. Memposisikan diri sesuai dengan peranannya2.5 Membangun hubungan kerja2.5.3. Memelihara hubungan internal dan eksternal3. Kompetensi Teknis3.1 Melaksanakan administrasi3.1.1. Memahami pokok-pokok peraturan kepegawaian7DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.1.2. Membantu melaksanakan prosedur dan mekanisme kepegawaian3.1.3. Membantu merencanakan kebutuhan pegawaikepegawaian3.1.4. Menilai kinerja staf3.2.1. Memahami peraturan keuangan yang berlaku3.2.2. Membantu menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah/Madrasah (RAPBS/M)3.2 Melaksanakan administrasi keuangan3.2.3. Membantu menyusun laporan pertanggung jawaban keuangan sekolah/madrasah3.3.1 Memahami peraturan administrasi sarana dan prasarana3.3.2 Membantu menyusun rencana kebutuhan3.3.3 Membantu menyusun rencana pemanfaatan sarana operasional sekolah/madrasah3.3 Melaksanakan administrasi sarana dan prasarana3.3.4 Membantu menyusun rencana perawatan3.4.1 Membantu kelancaran kegiatan komite sekolah/madrasah3.4.2 Membantu merencanakan program keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders)3.4.3 Membantu membina kerja sama dengan pemerintah dan lembaga masyarakat3.4 Melaksanakan administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat3.4.4 Membantu mempromosikan sekolah/madrasah dan mengkoordinasikan8DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSIpenelusuran tamatan3.4.5 Melayani tamu sekolah/madrasah3.5.1 Memahami peraturan kesekretariatan3.5.2 Membantu melaksanakan program kesekretariatan3.5.3 Membantu mengkoordinasikan program Kebersihan, Kesehatan, Keindahan, Ketertiban, Keamanan, Kekeluargaan, dan Kerindangan (7K)3.5 Melaksanakan administrasi persuratan dan pengarsipan3.5.4 Menyusun laporan3.6.1 Membantu penerimaan siswa baru3.6.2 Membantu orientasi siswa baru3.6.3 Membantu menyusun program pengembangan diri siswa3.6 Melaksanakan administrasi kesiswaan3.6.4 Membantu menyiapkan laporan kemajuan belajar siswa3.7.1 Membantu menyiapkan administrasi pelaksanaan Standar Isi3.7.2 Membantu menyiapkan administrasi pelaksanaan Standar Proses3.7.3 Membantu menyiapkan administrasi pelaksanaan Standar Kompetensi Lulusan3.7 Melaksanakan administrasi kurikulum3.7.4 Membantu menyiapkan administrasi pelaksanaan Standar Penilaian Pendidikan3.8 Melaksanakan administrasi layanan khusus3.8.1 Mengkoordinasikan petugas layanan khusus: penjaga sekolah/madrasah, tukang kebun tenaga kebersihan, pengemudi , dan pesuruh9DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.8.2 Membantu mengkoordinasikan program layanan khusus antara lain Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), layanan konseling, laboratorium/bengkel, dan perpustakaan3.9.1 Memanfaatkan TIK untuk kelancaran pelaksanaan administrasi sekolah/madrasah3.9 Menerapkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)3.9.2 Menggunakan TIK untuk mendokumentasikan administrasi sekolah/madrasah4.1.1 Membantu merencanakan pendidikan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan4.1.2 Membantu mengkoordinasikan pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan4.1 Mendukung pengelolaan standar nasional pendidikan4.1.3 Membantu mendokumentasikan hasil pemantauan pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan4.2.1 Menentukan prioritas4.2.2 Melakukan penugasan4.2.3 Merumuskan tujuan4.2.4 Menetapkan sumber daya4.2.5 Menentukan strategi penyelesaian pekerjaan4.2 Menyusun program dan laporan kerja4.2.6 Menyusun laporan kerja4.3.1 Menyusun uraian tugas tenaga kependidikan4.3.2 Memberikan pemahaman tupoksi4.3.3 Menyesuaikan rencana kerja dengan kemampuan organisasi4. Kompetensi Manajeri4.3 Mengorganisasi-kan staf4.3.4 Menggunakan pendekatan10DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSIpersuasif untuk mengkoordinasikan staf4.3.5 Berinisiatif dalam pertemuan4.3.6 Meningkatkan keefektifan kerja4.3.7 Mengakomodasi ide-ide staf4.3.8 Menjabarkan kebijakan organisasi4.4.1 Memberi arahan kerja4.4.2 Memotivasi staf4.4 Mengembangkan staf4.4.3 Memberdayakan staf4.5.1 Mengidentifikasi masalah4.5.2 Merumuskan masalah4.5.3 Menentukan tindakan yang tepat4.5.4 Memperhitungkan resiko4.5 Mengambil keputusan4.5.5 Mengambil keputusan partisipatif4.6.1 Menciptakan hubungan kerja harmonis4.6.2 Melakukan komunikasi interaktif4.6 Menciptakan iklim kerja kondusif4.6.3 Menghargai pendapat rekan kerja4.7.1 Memberdayakan aset organisasi berupa sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dana, dan sumber daya alam4.7 Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya4.7.2 Mengadministrasikan aset organisasi berupa sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dana, dan sumber daya alam4.8.1 Memantau pekerjaan staf4.8.2 Menilai proses dan hasil kerja4.8.3 Memberikan umpan balik4.8 Membina staf4.8.4 Melaporkan hasil pembinaan4.9 Mengelola konflik4.9.1 Mengidentifikasi sumber konflikDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI4.9.2 Mengidentifikasi alternatif penyelesaian4.9.3 Menggali pendapat-pendapat4.9.4 Memilih alternatif terbaik4.10.1 Mengkoordinasikan penyusunan laporan4.10 Menyusun laporan4.10.2 Mengendalikan penyusunan laporan2. Pelaksana UrusanKompetensi kepribadian, sosial, dan teknis pelaksana urusan adalah sebagai berikut.DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.1.1 Berperilaku sesuai dengan kode etik1.1.2 Bertindak konsisten dengan nilai dan keyakinannya1.1.3 Berperilaku jujur1.1 Memiliki integritas dan akhlak mulia1.1.4 Menunjukkan komitmen terhadap tugas1.2.1 Mengikuti prosedur kerja1.2.2 Mengupayakan hasil kerja yang bermutu1.2.3 Bertindak secara tepat1.2.4 Fokus pada tugas yang diberikan1.2.5 Meningkatkan kinerja1.2 Memiliki etos kerja1.2.6 Melakukan evaluasi diri1.3.1 Mengendalikan emosi1.3.2 Bersikap tenang1.3.3 Mengendalikan stres1. Kompetensi Kepribadian1.3 Mengendalikan diri1.3.4 Berpikir positif1112DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.4.1 Memahami diri sendiri1.4.2 Mempercayai kemampuan sendiri1.4.3 Bertanggung jawab1.4 Memiliki rasa percaya diri1.4.4 Belajar dari kesalahan1.5.1 Mengupayakan keterbukaan1.5.2 Menghargai pendapat orang lain1.5.3 Menerima diri sendiri dan orang lain1.5 Memiliki fleksibilitas1.5.4 Menyesuaikan diri sendiri dengan orang lain1.6.1 Melaksanakan kaidah-kaidah yang terkait dengan tugasnya1.6.2 Memperhatikan kejelasan tugas1.6 Memiliki ketelitian1.6.3 Menyelesaikan tugas sesuai pedoman kerja1.7.1 Mengatur waktu1.7.2 Mentaati peraturan yang berlaku1.7 Memiliki kedisiplinan1.7.3 Mentaati peraturan asas yang berlaku1.8.1 Berpikir alternatif1.8.2 Kaya ide/gagasan baru1.8.3 Memanfaatkan peluang1.8.4 Mengikuti perkembangan ipteks1.8 Kreatif dan inovatif1.8.5 Melakukan perubahan1.9.1 Melaksanakan tugas sesuai aturan1.9.2 Berani mengambil resiko1.9 Memiliki tanggung jawab1.9.3 Tidak melimpahkan kesa-lahan kepada pihak lain2.1.1 Berpartisipasi dalam kelompok2. Kompetensi Sosial2.1 Bekerja sama dalam tim2.1.2 Menghargai pendapat13DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSIorang lain2.1.3 Membangun semangat dan kelangsungan hidup tim2.2.1 Memberikan kemudahan layanan kepada pelanggan2.2.2 Menerapkan layanan sesuai dengan prosedur operasi standar2.2.3 Berempati kepada pelanggan2.2.4 Berpenampilan prima2.2.5 Menepati janji2.2.6 Bersikap ramah dan sopan2.2.7 Mudah dihubungi2.2 Memberikan layanan prima2.2.8 Komunikatif2.3.1 Memahami struktur organisasi Sekolah/madrasah2.3.2 Mewujudkan iklim dan budaya organisasi yang kondusif2.3.3 Menghargai dan menerima perbedaan antar anggota2.3.4 Memiliki tanggungjawab mencapai tujuan organisasi2.3 Memiliki kesadaran berorganisasi2.3.5 Mengaktifkan diri dalam organisasi profesi tenaga administrasi sekolah/madrasah2.4.1 Menjadi pendengar yang baik2.4.2 Memahami pesan orang lain2.4.3 Menyampaikan pesan dengan jelas2.4 Berkomunikasi efektif2.4.4 Memahami bahasa verbal dan nonverbal2.5.1 Melakukan hubungan kerja yang harmonis2.5 Membangun hubungan kerja2.5.2 Memposisikan diri sesuai dengan peranannya14DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI2.5.3 Memelihara hubungan internal dan eksternalPelaksana Urusan KepegawaianKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.1.1 Memahami pokok-pokok peraturan kepegawaian berdasarkan standar pendidik dan tenaga kependidikan3.1.2 Membantu merencanakan kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan3.1.3 Melaksanakan prosedur dan mekanisme kepegawaian3.1.4 Mengelola buku induk, administrasi Daftar Urut Kepangkatan (DUK)3.1.5 Melaksanakan registrasi dan kearsipan kepegawaian3.1.6 Menyiapkan format- format kepegawaian3.1.7 Memproses kepangkatan, mutasi, dan promosi pegawai3.1 Mengadminis-trasikan kepegawaian3.1.8 Menyusun laporan kepegawaian3.2.1 Menyusun dan menyajikan data/statistik kepegawaian3.2.2 Membuat layanan sistem informasi dan pelaporan kepegawaian3.2 Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)3.2.3 Memanfaatkan TIK untuk mengadministrasikan kepegawaian3. Kompetensi TeknisPelaksana Urusan Administrasi Keuangan15DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.3.1 Membantu menghitung biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal3.3 Mengadministrasikan keuangan sekolah/madra-sah3.3.2 Membantu pimpinan mengatur arus dana3.4.1 Menyusun dan menyajikan data/statistik keuangan3.4.2 Membuat layanan sistem informasi dan pelaporan keuangan3.4 MenggunakanTeknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)3.4.3 Memanfaatkan TIK untuk mengadministrasikan keuanganPelaksana Urusan Administrasi Sarana dan PrasaranaKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.5.1 Mengidentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana3.5.2 Membantu merencanakan kebutuhan sarana dan prasarana3.5.3 Mengadakan sarana dan prasarana3.5.4 Menginventarisasikan sarana dan prasarana3.5.5 Mendistribusikan sarana dan prasarana3.5.6 Memelihara sarana dan prasarana3.5.7 Melaksanakan penghapusan sarana dan prasarana3.5 Mengadministra-sikan standar sarana dan prasarana3.5.8 Menyusun laporan sarana dan prasarana secara berkala3.6.1 Menyusun dan menyajikan data/statistik sarana dan prasarana3.6 Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)3.6.2 Membuat layanan sistem informasi dan pelaporan16DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSIsarana dan prasarana3.6.3 Memanfaatkan TIK untuk mengadministrasikan sarana dan prasaranaPelaksana Urusan Administrasi Hubungan Sekolah dengan MasyarakatKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.7.1 Memfasilitasi kelancaran kegiatan komite sekolah/madrasah3.7.2 Membantu merencanakan program keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders)3.7.3 Membina kerja sama dengan pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat3.7.4 Mempromosikan sekolah/madrasah3.7.5 Mengkoordinasikan penelusuran tamatan3.7 Melaksanakan administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat3.7.6 Melayani tamu sekolah/madrasah3.8.1 Membuat layanan sistem informasi dan pelaporan hubungan sekolah dengan masyarakat3.8 Menguasai penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)3.8.2 Memanfaatkan TIK untuk mengadministrasikan hubungan sekolah dengan masyarakatPelaksana Urusan Administrasi Persuratan dan PengarsipanKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.9.1 Menerapkan peraturan kesekretariatan3.9 Melaksanakan administrasi persuratan dan3.9.2 Melaksanakan program17DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSIkesekretariatan3.9.3 Mengelola surat masuk dan keluar3.9.4 Membuat konsep surat3.9.5 Melaksanakan kearsipan sekolah/madrasah3.9.6 Menyusutkan surat/dokumenpengarsipan3.9.7 Menyusun laporan administrasi persuratan dan pengarsipan3.10.1 Membuat layanan sistem informasi dan pelaporan administrasi persuratan dan pengarsipan3.10 Menguasai penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)3.10.2 Memanfaatkan TIK untuk mengadministrasikan persuratan dan pengarsipanPelaksana Urusan Administrasi KesiswaanKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.11.1 Membantu kegiatan penerimaan peserta didik baru3.11.2 Membantu kegiatan masa orientasi3.11.3 Membantu mengatur rasio peserta didik per kelas3.11.4 Mendokumentasikan prestasi akademik dan nonakademik3.11.5 Membuat data statistik peserta didik3.11.6 Menginventarisir program kerja pembinaan peserta didik secara berkala3.11.7 Mendokumentasikan program kerja kesiswaan3.11 Mengadministrasikan standar pengelolaan yang berkaitan dengan peserta didik3.11.8 Mendokumentasikan program pengembangan diri18DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.12.1 Membuat layanan sistem informasi dan pelaporan administrasi kesiswaan3.12 Menguasai penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)3.12.2 Memanfaatkan TIK untuk mengadministrasikan urusan kesiswaanPelaksana Urusan Administrasi KurikulumKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.13.1 Mendokumentasikan standar isi3.13.2 Mendokumentasikan kurikulum yang berlaku3.13 Mengadministra-sikan standar isi3.13.3 Mendokumentasikan silabus3.14.1 Menyiapkan format silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan penilaian hasil belajar3.14 Mengadministra-sikan standar proses3.14.2 Menyiapkan perangkat pengawasan proses pembelajaran3.15.1 Mendokumentasikan bahan ujian/ulangan3.15 Mengadministra-sikan standar penilaian3.15.2 Mendokumentasikan penilaian hasil belajar oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah3.16.1 Mendokumentasikan standar kompetensi lulusan satuan pendidikan3.16.2 Mendokumentasikan standar kompetensi lulusan mata pelajaran3.16 Mengadministra-sikan standar kompetensi lulusan3.16.3 Mendokumentasikan19DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSIkriteria ketuntasan minimal3.17.1 Membantu memfasilitasi pelaksanaan kurikulum dan silabus3.17.2 Mendokumentasikan pemetaan kompetensi dasar tiap mata pelajaran per semester3.17.3 Mendokumentasikan kurikulum, silabus, dan RPP3.17.4 Mendokumentasikan Daftar Kumpulan Nilai (DKN) atau leger3.17.5 Membantu menyusun grafik daya serap ketuntasan belajar per mata pelajaran3.17 Mengadministra-sikan kurikulum dan silabus3.17.6 Menyusun daftar buku-buku wajib3.18.1 Membuat layanan sistem informasi dan pelaporan administrasi kurikulum3.18 Menguasai penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)3.18.2 Memanfaatkan TIK untuk mengadministrasikan kurikulumPelaksana Urusan Administrasi Umum SD/MI/SDLBSD/MI/SDLB yang memiliki maksimal 6 (enam) rombongan belajar tidak perlu Kepala Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah, melainkan Pelaksana Urusan Administrasi Umum Sekolah/Madrasah, dengan kompetensi teknis sebagai berikut.KOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.19.1 Melaksanakan administrasi kepegawaian3.19.2 Melaksanakan administrasi keuangan3.19 Melaksanakan administrasi sekolah/madra-sah3.19.3 Melaksanakan administrasi sarana dan prasarana20DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.19.4 Melaksanakan administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat3.19.5 Melaksanakan administrasi persuratan dan pengarsipan3.19.6 Melaksanakan administrasi kesiswaan3.19.7 Melaksanakan administrasi kurikulum3.20.1 Mengoperasikan peralatan kantor/komputer3.20 Menguasai penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)3.20.2 Memanfaatkan TIK untuk mengadministrasikan kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dengan masyarakat, persuratan dan pengarsipan, kesiswaan, dan kurikulum3. Petugas Layanan KhususKompetensi kepribadian, sosial, dan teknis petugas layanan khusus adalah sebagai berikut.DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.1.1 Berperilaku sesuai dengan kode etik1.1.2 Bertindak konsisten dengan nilai dan keyakinannya1.1.3 Berperilaku jujur1.1 Memiliki integritas dan akhlak mulia1.1.4 Menunjukan komitmen terhadap tugas1.2.1 Mengikuti prosedur kerja1.2.2 Mengupayakan hasil kerja yang bermutu1. Kompetensi Kepribadian1.2 Memiliki etos kerja1.2.3 Bertindak secara tepat21DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.2.4 Fokus pada tugas yang diberikan1.2.5 Meningkatkan kinerja1.2.6 Melakukan evaluasi diri1.3.1 Mengendalikan emosi1.3.2 Bersikap tenang1.3.3 Mengendalikan stres1.3 Mengendalikan diri1.3.4 Berpikir positif1.4.1 Memahami diri sendiri1.4.2 Mempercayai kemampuan sendiri1.4.3 Bertanggung jawab1.4 Memiliki rasa percaya diri1.4.4 Belajar dari kesalahan1.5.1 Mengupayakan keterbukaan1.5.2 Menghargai pendapat orang lain1.5.3 Menerima diri sendiri dan orang lain1.5 Memiliki fleksibilitas1.5.4 Menyesuaikan diri sendiri dengan orang lain1.6.1 Melaksanakan kaidah-kaidah yang terkait dengan tugasnya1.6.2 Memperhatikan kejelasan tugas1.6 Memiliki ketelitian1.6.3 Menyelesaikan tugas sesuai pedoman kerja1.7.1 Mengatur waktu1.7.2 Menaati aturan yang berlaku1.7 Memiliki kedisiplinan1.7.3 Menaati asas yang berlaku1.8.1 Berpikir alternatif1.8.2 Kaya ide/gagasan baru1.8.3 Memanfaatkan peluang1.8.4 Mengikuti perkembangan Ipteks1.8 Kreatif dan inovatif1.8.5 Melakukan perubahan22DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.9.1 Melaksanakan tugas sesuai aturan1.9.2 Berani mengambil resiko1.9 Memiliki tanggung jawab1.9.3 Tidak melimpahkan kesalahan kepada pihak lain2.1.1 Berpartisipasi dalam kelompok2.1.2 Menghargai pendapat orang lain2.1 Bekerja sama dalam tim2.1.3 Membangun semangat dan kelangsungan hidup tim2.2.1 Memberikan kemudahan layanan kepada pelanggan2.2.2 Menerapkan layanan sesuai dengan prosedur operasi standar2.2.3 Berempati kepada pelanggan2.2.4 Berpenampilan prima2.2.5 Menepati janji2.2.6 Bersikap ramah dan sopan2.2.7 Mudah dihubungi2.2 Memberikan layanan prima2.2.8 Komunikatif2.3.1 Memahami struktur organisasi sekolah/madrasah2.3.2 Mewujudkan iklim dan budaya organisasi yang kondusif2.3.3 Menghargai dan menerima perbedaan antar anggota2.3.4 Memiliki tanggungjawab mencapai tujuan organisasi2. Kompetensi Sosial2.3 Memiliki kesadaran berorganisasi2.3.5 Mengaktifkan diri dalam organisasi profesi tenaga administrasi sekolah/madrasah23DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI2.4.1 Menjadi pendengar yang baik2.4.2 Memahami pesan orang lain2.4.3 Menyampaikan pesan dengan jelas2.4 Berkomunikasi efektif2.4.4 Memahami bahasa verbal dan nonverbal2.5.1 Melakukan hubungan kerja yang harmonis2.5.2 Memposisikan diri sesuai dengan peranannya2.5 Membangun hubungan kerja2.5.3 Memelihara hubungan internal dan eksternalPenjaga Sekolah/MadrasahKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.1.1 Mengenal peta wilayah sekolah/madrasah dengan baik3.1 Menguasai kondisi keamanan sekolah/madra-sah3.1.2 Memanfaatkan peta wilayah sekolah/madrasah untuk kepentingan keamanan sekolah/madrasah3.2.1 Menguasai teknik bela diri3.2 Menguasai teknik pengamanan sekolah/madra-sah3.2.2 Merespons peristiwa dengan cepat dan tepat3.3.1 Membuat dokumen/catatan tentang keamanan sekolah/madrasah3.3.2 Melakukan tindakan pengamanan3.3.3 Menggunakan peralatan keamanan3. Kompetensi Teknis3.3 Menerapkan prosedur operasi standar pengamanan sekolah/madra-sah3.3.4 Menyampaikan laporan sesuai tugasnya24DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSITukang KebunKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.4.1 Menggunakan peralatan pertanian dan atau perkebunan3.4 Menguasai penggunaan peralatan pertanian dan atau perkebunan3.4.2 Merawat peralatan pertanian dan atau perkebunan3.5.1 Mengenal teknik penanaman3.5 Menguasai pemeliharaan tanaman3.5.2 Merawat tanamanTenaga KebersihanKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.6.1 Menggunakan peralatan kebersihan3.6 Menguasai teknik-teknik kebersihan3.6.2 Memelihara peralatan kebersihan3.7.1 Mewujudkan kebersihan sekolah/madrasah3.7 Menjaga kebersihan sekolah/madra-sah3.7.2 Memelihara kebersihan sekolah/madrasahPengemudiKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.8.1 Mengemudikan kendaraan3.8.2 Mematuhi aturan lalu lintas3.8 Menguasai teknik mengemudi3.8.3 Memahami dan menggunakan peta3.9.1 Merawat kendaraan3.9 Menguasai teknik perawatan kendaraan3.9.2 Mengurus kelengkapan dokumen kendaraanPesuruhKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.10 Mengenal3.10.1 Mengenal peta wilayah25DIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSIsetempatwilayah3.10.2 Memanfaatkan peta wilayah untuk kepentingan penyampaian dokumen3.11.1 Mengenal buku ekspedisi/lembar pengantar3.11 Menguasai prosedur pengiriman dokumen dinas3.11.2 Menggunakan buku ekspedisi/lembar pengantar dalam pengiriman dokumen3.12.1 Membayar tagihan telepon, air, dan listrik3.12.2 Menyiapkan kebutuhan rumah tangga sekolah/madrasah3.12 Melayani kebutuhan rumah tangga sekolah/madra-sah3.12.3 Merawat peralatan rumah tangga sekolah/madrasahMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYOSalinan sesuai dengan aslinya.Biro Hukum dan OrganisasiDepartemen Pendikan NasionalKepala Bagian Punyusunan RancanganPeraturan Perundang-undangan danBantuan Hukum I,Muslikh, S.H.NIP 131479478welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-2126770111569934172009-05-14T03:17:00.001-07:002009-05-14T03:17:49.770-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008SALINAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIAPERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 25 TAHUN 2008TENTANGSTANDAR TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH/MADRASAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 35 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah;Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31/P Tahun 2005;MEMUTUSKAN:Menetapkan: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH/MADRASAH.Pasal 1(1) Standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah mencakup kepala perpustakaan sekolah/madrasah dan tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.(2) Standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Penyelenggara sekolah/madrasah wajib menerapkan standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, selambat-lambatnya 5 (lima) tahun setelah Peraturan Menteri ini ditetapkan.Pasal 3Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 11 Juni 2008MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYOSalinan sesuai dengan aslinya.Biro Hukum dan OrganisasiDepartemen Pendidikan Nasional,Kepala Bagian Penyusunan RancanganPeraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I,Muslikh, S.H.NIP 131479478SALINANLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALNOMOR 25 TAHUN 2008 TANGGAL 11 JUNI 2008STANDAR TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH/MADRASAHA. KUALIFIKASISetiap sekolah/madrasah untuk semua jenis dan jenjang yang mempunyai jumlah tenaga perpustakaan sekolah/madrasah lebih dari satu orang, mempunyai lebih dari enam rombongan belajar (rombel), serta memiliki koleksi minimal 1000 (seribu) judul materi perpustakaan dapat mengangkat kepala perpustakaan sekolah/madrasah.1. Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang melalui Jalur PendidikKepala perpustakaan sekolah/madrasah harus memenuhi syarat:a. Berkualifikasi serendah-rendahnya diploma empat (D4) atau sarjana (S1);b. Memiliki sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah;c. Masa kerja minimal 3 (tiga) tahun.2. Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang melalui Jalur Tenaga KependidikanKepala perpustakaan sekolah dan madrasah harus memenuhi salah satu syarat berikut:a. Berkualifikasi diploma dua (D2) Ilmu Perpustakaan dan Informasi bagi pustakawan dengan masa kerja minimal 4 tahun; ataub. Berkualifikasi diploma dua (D2) non-Ilmu Perpustakaan dan Informasi dengan sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah dengan masa kerja minimal 4 tahun di perpustakaan sekolah/madrasah.3. Tenaga Perpustakaan Sekolah/MadrasahSetiap perpustakaan sekolah/madrasah memiliki sekurang-kurangnya satu tenaga perpustakaan sekolah/madrasah yang berkualifikasi SMA atau yang sederajat dan bersertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.B. KOMPETENSI1. Kepala Perpustakaan Sekolah/MadrasahDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.1.1 Mengarahkan tenaga perpustakaan untuk bekerja secara efektif dan efisien1.1.2 Menggerakkan tenaga perpustakaan untuk bekerja secara efektif dan efisien1.1.3 Membina tenaga perpustakaan untuk pengembangan pribadi dan karir1.1 Memimpin tenaga perpustakaan sekolah/madrasah1.1.4 Menjadi teladan dalam melaksanakan tugas1.2.1 Merencanakan program pengembangan1.2.2 Merencanakan pengembangan sumber daya perpustakaan1.2 Merencanakan program perpustakaan sekolah/madrasah1.2.3 Merencanakan anggaran1.3.1 Melaksanakan program pengembangan1.3.2 Melaksanakan pengembangan sumber daya perpustakaan1.3.3 Memanfaatkan anggaran sesuai dengan program1. Kompetensi Manajerial1.3 Melaksanakan program perpustakaan sekolah/madrasah1.3.4 Mengupayakan bantuan finansial dari berbagai sumberDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.4.1 Memantau pelaksanaan program pengembangan1.4.2 Memantau pengembangan sumberdaya perpustakaan1.4 Memantau pelaksanaan program perpustakaan sekolah/madrasah1.4.3 Memantau penggunaan anggaran1.5.1 Mengevaluasi program pengembangan1.5.2 Mengevaluasi pengembangan sumber daya perpustakaan1.5 Mengevaluasi program perpustakaan sekolah/madrasah1.5.3 Mengevaluasi pemanfaatan anggaran2.1.1 Memiliki pengetahuan mengenai penerbitan2.1.2 Memiliki pengetahuan tentang karya sastra Indonesia dan dunia2.1.3 Memiliki pengetahuan tentang sumber biografi tokoh nasional dan dunia2.1.4 Menggunakan berbagai alat bantu seleksi untuk pemilihan materi perpustakaan2.1.5 Mengkoordinasi pemilihan materi perpustakaan bekerja sama dengan tenaga pendidik bidang studi2. Kompetensi Pengelolaan Informasi2.1 Mengembangkan koleksi perpustakaan sekolah/madrasah2.1.6 Membuat kriteria tentang buku hadiah dan lembaga donorDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI2.1.7 Mengevaluasi dan menyeleksi sumber daya informasi2.1.8 Bekerja sama dengan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengembangan koleksi2.1.9 Melakukan pemesanan, penerimaan, dan pencatatan2.1.10 Mendayagunakan teknologi tepat guna untuk keperluan perawatan bahan perpustakaan2.2.1 Membuat deskripsi bibliografis (pengatalogan) sesuai dengan standar nasional2.2.2 Menentukan deskripsi subjek dan menggunakan Dewey Decimal Classification edisi ringkas2.2.3 Menggunakan daftar tajuk subjek dalam bahasa Indonesia2.2.4 Menjajarkan kartu katalog2.2 Mengorganisasi informasi2.2.5 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengorganisasian dan penelusuran informasi2.3 Memberikan jasa dan sumber informasi2.3.1 Merancang dan memberikan jasa informasi, termasuk referensiDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI2.3.2 Menyelenggarakan jasa sirkulasi2.3.3 Memiliki pengetahuan mengenai sumber referensi2.3.4 Memberikan bimbingan penggunaan perpustakaan bagi komunitas sekolah/madrasah2.4.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan kebutuhan2.4 Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi2.4.2 Membimbing komunitas sekolah/madrasah dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi3.1.1 Memahami tujuan dan fungsi sekolah/madrasah dalam konteks pendidikan nasional3.1.2 Memahami kebijakan pengembangan kurikulum yang berlaku3.1.3 Memahami peran perpustakaan sebagai sumber belajar3.1 Memiliki wawasan kependidikan3.1.4 Memfasilitasi peserta didik untuk belajar mandiri3. Kompetensi Kependidikan3.2 Mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi3.2.1 Menganalisis kebutuhan informasi komunitas sekolah/madrasahDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.2.2 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi proses pembelajaran3.2.3 Membantu komunitas sekolah/madrasah menggunakan sumber informasi secara efektif3.3.1 Mengorganisasi promosi perpustakaan3.3.2 Menginformasikan kepada komunitas sekolah/ madrasah tentang materi perpustakaan yang baru3.3 Mempromosikan perpustakaan3.3.3 Membimbing komunitas sekolah/madrasah untuk memanfaatkan koleksi perpustakaan3.4.1 Mengidentifikasi kemampuan dasar literasi informasi pengguna3.4.2 Menyusun panduan dan materi bimbingan literasi informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna3.4.3 Membimbing pengguna mencapai literasi informasi3.4.4 Mengevaluasi pencapaian bimbingan literasi informasi3.4 Memberikan bimbingan literasi informasi3.4.5 Memotivasi dan mengembangkan minat baca komunitas sekolah/madrasahDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.4.6 Menciptakan kiat pengembangan perpustakaan sekolah/madrasah4.1.1 Disiplin, bersih, dan rapi4.1.2 Jujur dan adil4.1 Memiliki integritas yang tinggi4.1.3 Sopan, santun, sabar, dan ramah4.2.1 Mengikuti prosedur kerja4.2.2 Mengupayakan hasil kerja yang bermutu4.2.3 Bertindak secara tepat4.2.4 Fokus pada tugas yang diberikan4.2.5 Meningkatkan kinerja4. Kompetensi Kepribadian4.2 Memiliki etos kerja yang tinggi4.2.6 Melakukan evaluasi diri5.1.1 Berinteraksi dengan komunitas sekolah/madrasah5.1 Membangun Hubungan sosial5.1.2 Bekerja sama dengan komunitas sekolah/madrasah5.2.1 Memberikan jasa untuk komunitas sekolah/madrasah5. Kompetensi Sosial5.2 Membangun Komunikasi5.2.2 Mengintensifkan komunikasi internal dan eksternal6.1.1 Membuat karya tulis, di bidang ilmu perpustakaan dan informasi6.1.2 Meresensi dan meresume buku6. Kompetensi Pengembangan Profesi6.1 Mengembangkan ilmu6.1.3 Menyusun pedoman dan petunjuk teknis di bidang ilmu perpustakaan dan informasiDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI6.1.4 Membuat indeks6.1.5 Membuat bibliografi6.1.6 Membuat abstrak6.2.1 Menerapkan kode etik profesi6.2.2 Menghormati hak atas kekayaan intelektual6.2 Menghayati etika profesi6.2.3 Menghormati privasi pengguna6.3.1 Menyediakan waktu untuk membaca setiap hari6.3 Menunjukkan kebiasaan membaca6.3.2 Gemar membaca2. Tenaga Perpustakaan Sekolah/MadrasahDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.1.1 Melaksanakan pengembangan perpustakaan1.1.2 Mengorganisasi sumber daya perpustakaan1.1.3 Melaksanakan fungsi, tugas, dan program perpustakaan1.1 Melaksanakan kebijakan1.1.4 Mengevaluasi program dan kinerja perpustakaan1.2.1 Melakukan perawatan preventif1.2 Melakukan perawatan koleksi1.2.2 Melakukan perawatan kuratif1. Kompetensi Manajerial1.3 Melakukan pengelolaan anggaran dan keuangan1.3.1 Membantu menyusun anggaran perpustakaanDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI1.3.2 Menggunakan anggaran secara efisien, efektif, dan bertanggung jawab1.3.3 Melaksanakan pelaporan penggunaan keuangan dan anggaran2.1.1 Memiliki pengetahuan mengenai penerbitan2.1.2 Memiliki pengetahuan tentang karya sastra Indonesia dan dunia2.1.3 Memiliki pengetahuan tentang sumber biografi tokoh nasional dan dunia2.1.4 Menggunakan berbagai alat bantu seleksi untuk pemilihan materi perpustakaan2.1.5 Berkoordinasi dengan tenaga pendidik bidang studi terkait dalam pemilihan materi perpustakaan2.1 Mengembangkan koleksi perpustakaan sekolah/madrasah2.1.6 Melakukan pemesanan, penerimaan, dan pencatatan2.2.1 Membuat deskripsi bibliografis (pengatalogan) sesuai dengan standar nasional2.2.2 Menentukan deskripsi subjek dan menggunakan Dewey Decimal Classification edisi ringkas2. Kompetensi Pengelolaan Informasi2.2 Melakukan pengorganisasian informasi2.2.3 Menggunakan daftar tajuk subjek dalam bahasa IndonesiaDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI2.2.4 Menjajarkan kartu katalog2.2.5 Memanfaatkan teknologi untuk pengorganisasian informasi dan penelusuran2.3.1 Memberikan layanan baca di tempat2.3.2 Memberikan jasa informasi dan referensi2.3.3 Menyelenggarakan jasa sirkulasi (peminjaman buku)2.3.4 Memberikan bimbingan penggunaan perpustakaan bagi komunitas sekolah/madrasah2.3 Memberikan jasa dan sumber informasi2.3.5 Melakukan kerja sama dengan perpustakaan lain2.4.1 Membimbing komunitas sekolah/madrasah dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi2.4 Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi2.4.2 Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan kebutuhan3.1.1 Memahami tujuan dan fungsi sekolah/ madrasah dalam konteks pendidikan nasional3. Kompetensi Kependidikan3.1 Memiliki wawasan kependidikan3.1.2 Memahami kebijakan pengembangan kurikulum yang berlakuDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.1.3 Memahami peran perpustakaan sebagai sumber belajar3.1.4 Memfasilitasi peserta didik untuk belajar mandiri3.2.1 Menganalisis kebutuhan informasi komunitas sekolah/madrasah3.2.2 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi proses pembelajaran3.2 Mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi3.2.3 Membantu komunitas sekolah/madrasah menggunakan sumber informasi secara efektif3.3.1 Menginformasikan kepada komunitas sekolah/ madrasah tentang materi perpustakaan yang baru3.3.2 Membimbing komunitas sekolah/madrasah untuk memanfaatkan koleksi perpustakaan3.3.3 Mengorganisasi pajangan dan pameran materi perpustakaan3.3 Melakukan promosi perpustakaan3.3.4 Membuat dan menyebarkan media promosi jasa perpustakaan3.4 Memberikan bimbingan literasi informasi3.4.1 Mengidentifikasi kemampuan dasar literasi informasi penggunaDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI3.4.2 Menyusun panduan dan materi bimbingan literasi informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna3.4.3 Membimbing pengguna mencapai literasi informasi3.4.4 Mengevaluasi pencapaian bimbingan literasi informasi3.4.5 Memotivasi dan mengembangkan minat baca komunitas sekolah/madrasah4.1.1 Disiplin, bersih, dan rapi4.1.2 Jujur dan adil4.1 Memiliki integritas yang tinggi4.1.3 Sopan, santun, sabar, dan ramah4.2.1Mengikuti prosedur4.2.2Mengupayakan hasil4.2.3Bertindak secara tepat4.2.4Fokus pada tugas4.2.5Meningkatkan kinerja4. Kompetensi Kepribadian4.2 Memiliki etos kerja yang tinggi4.2.6 Melakukan evaluasi diri5.1.1 Berinteraksi dengan komunitas sekolah/madrasah5.1 Membangun Hubungan sosial5.1.2 Bekerja sama dengan komunitas sekolah/madrasah5.2.1 Memberikan jasa untuk komunitas sekolah/madrasah5. Kompetensi Sosial5.2 MembangunKomunikasi5.2.2 Mengintensifkan komunikasi internal dan eksternalDIMENSI KOMPETENSIKOMPETENSISUB-KOMPETENSI6.1.1 Membuat karya tulis di bidang ilmu perpustakaan dan informasi6.1.2 Meresensi dan meresume buku6.1.3 Menyusun pedoman dan petunjuk teknis ilmu perpustakaan dan informasi6.1.4 Membuat indeks6.1.5 Membuat bibliografi6.1 Mengembangkan ilmu6.1.6 Membuat abstrak6.2.1 Menerapkan kode etik profesi6.2.2 Menghormati hak atas kekayaan intelektual6.2 Menghayati etika profesi6.2.3 Menghormati privasi pengguna6.3.1 Menyediakan waktu untuk membaca setiap hari6. Kompetensi Pengembangan Profesi6.3 Menunjukkan kebiasaan membaca6.3.2 Gemar membacaMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYOSalinan sesuai dengan aslinya.Biro Hukum dan OrganisasiDepartemen Pendidikan NasionalKepala Bagian Penyusunan RancanganPeraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I,Muslikh, S.H.NIP 131479478welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-88738602538390037272009-05-14T03:14:00.000-07:002009-05-14T03:15:25.602-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007Peraturan Menteri Pendidikan NasionalRepublik IndonesiaNomor 41 Tahun 2007TentangSTANDARProsesUNTUK SATUAN PENDIDIKANDASAR DAN MENENGAHBadan Standar Nasional PendidikanTahun 2007iiiKATA PENGANTARPuji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayahNya, sehingga Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menyelesaikanStandar Proses untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar ini dikembangkan oleh tim adhoc selama delapan bulan pada tahun 2006. Tim adhoc ini dibentuk oleh BSNP, dan anggota tim ini terdiri dari para ahli dan praktisibidangpendidikan. Alhamdulillah standar proses ini telah menjadi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 tahun 2007, tentang Standar Proses untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.Pengembangan standar proses ini melalui perjalanan yang cukup panjang yaitu: temu awal, pengakajian bahan dasar,pengumpulan data lapangan, pengolahan data lapangan, penyusunan naskah akademik, penyusunan draf standar, reviudraf standar dan naskah akademik, validasi draf standar dan naskah akademik, lokakarya pembahasan draf standar dan naskah akademik, pembahasan draf standar dengan Unit Utama Depdiknas, finalisasi draf standar dan naskah akademik untuk uji publik, uji publik yang melibatkan pihak-pihak terkait dalam skala yang lebih luas, finalisasi draf standar dan naskah akademik, dan terakhir rekomendasi draf final standar proses dan naskah akademik. BSNP juga membahas dalam setiapivperkembangan draf standar dan naskah akdemik.BSNP menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasihkepada semua anggota tim ad hoc yang telah bekerja giat dengan semangat yang tinggi serta kepada semua pihak yang telah memberi masukan pada draf standar proses dan naskah akademiknya. Semoga buku ini dapat digunakan sebagaiacuan dalam pelaksanaan pendidikan di setiap tingkatdan jenjang pendidikan dasar dan menengah.Jakarta, November 2007, Ketua,Prof. Djemari Mardapi, Ph.DvDaftar IsiKATA PENGANTAR......................................................... iiiDAFTAR ISI..................................................................... vSalinan PERATURAN MENTERIPENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIANOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANGSTANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKANDASAR DAN MENENGAH ............................................. 1LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKANNASIONAL NOMOR 41 TAHUN 2007TANGGAL 23 NOVEMBER 2007 STANDAR PROSESUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DANMENENGAH.................................................................... 5I. PENDAHULUAN....................................................... 5II. PERENCANAAN PROSES PEMBELAJARAN......... 7A. Silabus ................................................................ 7B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ................. 8C. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP......................... 11III. PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN.......... 12A. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran 12B. Pelaksanaan Pembelajaran ................................ 14viIV. PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN........................ 18V. PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN........... 18A. Pemantauan......................................................... 18B. Supervisi.............................................................. 19C. Evaluasi............................................................... 19D. Pelaporan............................................................. 20E. Tindak lanjut......................................................... 20GLOSARIUM................................................................... 21SALINANPERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 41 TAHUN 2007TENTANGSTANDAR PROSESUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASARDAN MENENGAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuanPasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,perlu menetapkan Peraturan MenteriPendidikan Nasional tentang Standar ProsesUntuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;1Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan NegaraRepublik Indonesia Nomor 4301);2.Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun2005 tentang Standar Nasional Pendidikan(Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 41, TambahanLembaranNegara Republik IndonesiaNomor 4496);3.Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,SusunanOrganisasi, dan Tatakerja KementerianNegara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan PeraturanPresiden Nomor 62 Tahun 2005;4.Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai pembentukan Kabinet IndonesiaBersatu sebagaimanatelah beberapakali diubah terakhir dengan KeputusanPresiden Nomor 31/P Tahun 2007;MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR PROSESUNTUKSATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.2Pasal 1(1) Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengahmencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,dan pengawasan proses pembelajaran.(2) Standar Proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantumpada Lampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 November 2007MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYOSalinan sesuai dengan aslinya.Biro Hukum dan OrganisasiDepartemen Pendidikan Nasional,Kepala Bagian Penyusunan RancanganPeraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I,Muslikh, S.H.NIP 1314794783SALINANLAMPIRANPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALNOMOR 41 TAHUN 2007TANGGAL 23 NOVEMBER 2007STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKANDASAR DAN MENENGAHI. PENDAHULUANDalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikannasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnyasistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehinggamampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang ber5langsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan,dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien.Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakangdan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuanpendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukumNegara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada6jalur formal, baik pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester.Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran,pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananyaproses pembelajaran yang efektif dan efisien.II. PERENCANAAN PROSESPEMBELAJARANPerencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensidasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran,kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.A. SilabusSilabussebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materipembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaiankompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumberbelajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan(SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum TingkatSatuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah7Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusundi bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikanuntuk SMA dan SMK, serta departemen yang menanganiurusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.B. Rencana Pelaksanaan PembelajaranRPPdijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatanbelajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusunRPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.RPPdisusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.Komponen RPP adalah :1. Identitas mata pelajaranIdentitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaranatau tema pelajaran, jumlah pertemuan.2. Standar kompetensiStandar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuanminimal peserta didik yang menggambarkan8penguasaanpengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.3. Kompetensi dasarKompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentusebagai rujukan penyusunan indikator kompetensidalam suatu pelajaran.4. Indikator pencapaian kompetensiIndikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaianmata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasionalyang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.5. Tujuan pembelajaranTujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasilbelajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didiksesuai dengan kompetensi dasar.6. Materi ajarMateri ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan proseduryang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.7. Alokasi waktuAlokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untukpencapaian KD dan beban belajar.8. Metode pembelajaranMetode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembela9jaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihanmetode pembelajaran disesuaikan dengan situasidan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiapindikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.9. Kegiatan pembelajarana. PendahuluanPendahuluanmerupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untukmembangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.b. IntiKegiataninti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukansecara interaktif, inspiratif, menyenangkan,menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.c. PenutupPenutupmerupakan kegiatan yang dilakukan untukmengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan,penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak10lanjut.10. Penilaian hasil belajarProsedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajardisesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensidan mengacu kepada Standar Penilaian.11. Sumber belajarPenentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.C. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didikRPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.2. Mendorong partisipasi aktif peserta didikProses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas,inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.3. Mengembangkan budaya membaca dan menulisProses pembelajaran dirancang untuk mengembangkankegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan,dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjutRPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.115. Keterkaitan dan keterpaduanRPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatanpembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikanpembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasiRPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.III. PELAKSANAAN PROSESPEMBELAJARANA. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran1. Rombongan belajarJumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajaradalah:a. SD/MI : 28 peserta didikb. SMP/MT : 32 peserta didikc. SMA/MA : 32 peserta didikd. SMK/MAK : 32 peserta didik2. Beban kerja minimal gurua. beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,menilai hasil pembelajaran, membim12bing dan melatih peserta didik, serta melaksanakantugas tambahan;b. beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada hurufa di atas adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluhempat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.2. Buku teks pelajarana. buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh sekolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku-buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri;b. rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah 1 : 1 per mata pelajaran;c. selain buku teks pelajaran, guru menggunakan buku panduan guru, buku pengayaan, buku referensidan sumber belajar lainnya;d. guru membiasakan peserta didik menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain yang ada di perpustakaansekolah/madrasah.3. Pengelolaan kelasa. guru mengatur tempat duduk sesuai dengan karakteristikpeserta didik dan mata pelajaran, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan;b. volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik;c. tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik;d. guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatandan kemampuan belajar peserta didik;e. guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenya13manan, keselamatan, dan kepatuhan pada peraturandalam menyelenggarakan proses pembelajaran;f. guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadaprespons dan hasil belajar peserta didik selamaproses pembelajaran berlangsung;g. guru menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang agama, suku, jenis kelamin, dan statussosial ekonomi;h. guru menghargai pendapat peserta didik;i. guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi;j. pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabusmata pelajaran yang diampunya; dank. guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaransesuai dengan waktu yang dijadwalkan.B. Pelaksanaan PembelajaranPelaksanaanpembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,kegiatan inti dan kegiatan penutup.1. Kegiatan PendahuluanDalam kegiatan pendahuluan, guru:a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkanpengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan14uraiankegiatan sesuai silabus.2. Kegiatan IntiPelaksanaankegiatan inti merupakan proses pembelajaranuntuk mencapai KD yang dilakukan secarainteraktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasipeserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.Kegiataninti menggunakan metode yang disesuaikandengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran,yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.a. EksplorasiDalam kegiatan eksplorasi, guru:1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsipalam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran,media pembelajaran, dan sumber belajar lain;3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan,dan sumber belajar lainnya;4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiapkegiatan pembelajaran; dan5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaandi laboratorium, studio, atau lapangan.15b. ElaborasiDalam kegiatan elaborasi, guru:1) membiasakan peserta didik membaca dan menulisyang beragam melalui tugas-tugas tertentuyangbermakna;2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkangagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis,menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;8) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran,turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan;9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percayadiri peserta didik.c. KonfirmasiDalam kegiatan konfirmasi, guru:1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun16hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasidan elaborasi peserta didik melalui berbagaisumber,3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitatordalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;b) membantu menyelesaikan masalah;c) memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;d) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.3. Kegiatan PenutupDalam kegiatan penutup, guru:a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsistendan terprogram;c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;17d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanankonseling dan/atau memberikan tugas baik tugasindividual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuanberikutnya.IV. PENILAIAN HASIL PEMBELAJARANPenilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuanhasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogramdengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuktertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.V. PENGAWASAN PROSESPEMBELAJARANA. Pemantauan1. Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahapperencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.182. Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara,dan dokumentasi.3. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.B. Supervisi1. Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.2. Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi.3. Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawassatuan pendidikan.C. Evaluasi1. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukankualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.2. Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengancara:a. membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakanguru dengan standar proses,b. mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaransesuai dengan kompetensi guru.3. Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada keseluruhankinerja guru dalam proses pembelajaran.19D. PelaporanHasilkegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasiprosespembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan.E. Tindak lanjut1. Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar.2. Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum memenuhi standar.3. Guru diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/penataranlebih lanjut.MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTD.BAMBANG SUDIBYOSalinan sesuai dengan aslinya.Biro Hukum dan OrganisasiDepartemen Pendidikan Nasional,Kepala Bagian Penyusunan RancanganPeraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I,Muslikh, S.H.NIP 13147947820GLOSARIUMAfektif:Berkaitan dengan sikap, perasaan dan nilai.Alam takam-bang jadi guru:Menjadikan alam dalam lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, tempat berguru.beban kerjaguru:1. Sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dalamsatu minggu, mencakup kegiatan pokok merencanakan pembelajaran, melaksanakanpembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan (UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 35 ayat 1 dan 2).2. Beban maksimal dalam mengorganisasikan proses belajar dan pembelajaran yang bermutu: SD/MI/SDLB 27 jam @ 35 menit, SMP/MTs/SMPLB 18 jam @ 40 menit, SAM/MA/SMK/MAK/SMALB 18 jam @ 45 menit (Standar Proses).Belajar:Perubahan yang relatif permanen dalam kapasitaspribadi seseorang sebagai akibat pengolahanatas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya.belajar aktif:Kegiatan mengolah pengalaman dan atau praktik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan,merefleksi rangsangan, dan memecahkanmasalah.belajar mandiri:Kegiatan atas prakarsa sendiri dalam menginternalisasipengetahuan, sikap dan keterampilan,tanpa tergantung atau mendapat bimbinganlangsung dari orang lain.21Budaya membaca menulis:Semua kegiatan yang berkenaan dengan kemampuanberbahasa (mendengarkan, berbicara,membaca, dan menulis). Proses penulisandilakukan dengan keterlibatan peserta didik dengan tahapan kegiatan: pra penulisan, buram 1, revisi, buram 2, pengecekan tanda baca,dan terakhir publikasi di mana peserta didik menentukan karyanya dimuat di buku kelas, mading,majalah sekolah, atau majalah yang ada di daerah setempat.Daya saing:Kemampuan untuk menunjukkan hasil lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna.indikator kompetensi:Bukti yang menunjukkan telah dikuasainya kompetensidasarklasikal:Cara mengelola kegiatan belajar dengan sejumlahpeserta didik dalam suatu kelas, yang memungkinkan belajar bersama, berkelompok dan individual.kognitif:Berkaitan dengan atau meliputi proses rasional untuk menguasai pengetahuan dan pemahaman konseptual. Periksa taksonomi tujuan belajar kognitif.kolaboratif:Kerjasama dalam pemecahan maalah dan atau penyelesaian suatu tugas dimana tiap anggota melaksanakan fungsi yang saling mengisi dan melengkapi.kolokium:Suatu kegiatan akademik dimana seseorang mempresentasikanapa yang telah dipelajari kepadasuatu kelompok atau kelas, dan menjawabpertanyaan mengenai presentasinya dari anggota kelompok atau kelas.22kompetensi:1. Seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.2. Keseluruhan sikap, keterampilan, dan pengetahuanyang dinyatakan dengan ciri yang dapat diukur.kompetensi dasar (KD):Kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif.kooperatif:Kegiatan yang dilakukan dalam kelompok demi untuk kepentingan bersama (mutual benefit).metakognisi:Kognisi yang lebih komprehensif, meliputi pengetahuanstrategik (mampu membuat ringkasan, menyusun struktur pengetahuan), pengetahuan tentang tugas kognitif (mengetahui tuntutan kognitifuntuk berbagai keperluan), dan pengetahuantentang diri (Briggs menggunakan istilah “prinsip”).paradigma:Cara pandang dan berpikir yang mendasar.pembelajaran:(1) Proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas);(2) Usaha sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasukguru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh pengalaman yang bermakna.Usaha ini merupakan kegiatan yang berpusatpada kepentingan peserta didik.23pembelajaran berbasis masalah:Pengorganisasian proses belajar yang dikaitkan dengan masalah konkret yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin keilmuan atau mata pelajaran. Misalnya masalah “bencana alam” yang ditinjau dari pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan Agama.pembelajaran berbasis proyek:Pengorganisasian proses belajar yang dikaitkandengan suatu objek konkret yang dapat ditinjaudari berbagai disiplin keilmuan atau matapelajaran. Misalnya objek “sepeda” yang ditinjau dari pelajaran Bahasa, IPA, IPS, dan Penjasorkes.penilaian otentik:Usaha untuk mengukur atau memberikan penghargaanatas kemampuan seseorang yang benar-benar menggambarkan apa yang dikuasainya. Penilaian ini dilakukan dengan berbagaicara seperti tes tertulis, kolokium, portofolio,unjuk kerja, unjuk tindak (berdikusi, berargumentasi, dan lain-lain), observasi dan lain-lain.portofolio:Suatu berkas karya yang disusun berdasarkan sistematika tertentu, sebagai bukti penguasaan atas tujuan belajar.prakarsa:Daya atau kemampuan seseorang atau lembaga untuk memulai sesuatu yang berdampak positif terhadap diri dan lingkungannya.reflektif:Berkaitan dengan usaha untuk mengolah atau mentransformasikan rangsangan daripenginderaandengan pengalaman, pengetahuan,dan kepercayaan yang telah dimiliki.remedi:Usaha pengulangan pembelajaran dengan cara yang lain setelah dilakukan diagnosa masalah belajar.24sistematik:Usaha yang dilakukan secara berurutan agar tujuan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.sistemik:Holistik: cara memandang segala sesuatu sebagaibagian yang tidak terpisahkan dengan bagian lain yang lebih luas.standar isi (SI):Ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensitamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensimata pelajaran, dan silabus pembelajaranyang harus dipenuhi oleh peserta didik padajenjang dan jenis pendidikan tertentu (PP 19 Tahun 2005).standar kom-petensi (SK):Ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjutdalam serangkaian kemampuan untuk melaksanakantugas atau pekerjaan secara efektif.standar kompetensi lulusan (SKL):Ketentuan pokok untuk menunjukkan kemampuanmelaksanakan tugas atau pekerjaan setelahmengikuti serangkaian program pembelajaran.strategi:Pendekatan menyeluruh yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dan biasanya dijabarkan dari pandangan falsafah atau teori tertentu.sumber belajar:Segala sesuatu yang mengandung pesan, baik yang sengaja dikembangkan atau yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengalaman dan atau praktik yang memungkinkan terjadinyabelajar. Sumber belajar dapat berupa narasumber,buku, media non-buku, teknik dan lingkungan.25taksonomi tujuan belajar kognitif:(1) Meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi,analisis, sintesis dan evaluasi (BenjaminBloom dkk, 1956).(2) Terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi pengetahuanyang terdiri atas faktual, konseptual, prosedural, dan metakognisi, dan dimensi proses kognitif yang meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,mengevaluasi dan mencipta (Lorin W. Anderson dkk, 2001, sebagai revisidari taksonomi Bloom dkk.).tematik:Berkaitan dengan suatu tema yang berupa subjek atau topik yang dijadikan pokok pembahasan.Contoh: pembelajaran tematik di kelas I SD dengan tema ”Aku dan Keluargaku”. Tema tersebut dijadikan dasar untuk berbagai mata pelajaran, termasuk Bahasa Indonesia, Agama, Matematika dan lain-lain.26welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-34039056904454108712009-05-14T03:12:00.000-07:002009-05-14T03:13:31.344-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007SALINANPERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 24 TAHUN 2007TENTANGSTANDAR SARANA DAN PRASARANAUNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI),SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH(SMP/MTs), DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAHALIYAH (SMA/MA)DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 48Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan, perlu menetapkanPeraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang StandarSarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/MadrasahIbtidaiyah (SD/MI), Sekolah MenengahPertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), danSekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);23. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentangKedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, danTatakerja Kementerian Negara Republik Indonesiasebagaimana telah diubah dengan Peraturan PresidenNomor 62 Tahun 2005;4. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004mengenai pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhirdengan Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007;MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR SARANA DAN PRASARANAUNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAHIBTIDAIYAH (SD/MI), SEKOLAH MENENGAHPERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs),DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAHALIYAH (SMA/MA).Pasal 1(1) Standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar/madrasahibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasahtsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah menengah atas/madrasahaliyah (SMA/MA) mencakup kriteria minimum sarana dan kriteriaminimum prasarana.(2) Standar Sarana dan Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Penyelenggaraan pendidikan bagi satu kelompok pemukiman permanendan terpencil yang penduduknya kurang dari 1000 (seribu) jiwa danyang tidak bisa dihubungkan dengan kelompok yang lain dalam jaraktempuh 3 (tiga) kilo meter melalui lintasan jalan kaki yang tidakmembahayakan dapat menyimpangi standar sarana dan prasaranasebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.3Pasal 3Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 28 Juni 2007MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,TTDBAMBANG SUDIBYOSalinan sesuai dengan aslinya.Biro Hukum dan OrganisasiDepartemen Pendidikan Nasional.Kepala Bagian Penyusunan RancanganPeraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I.Muslikh, S.H.NIP.131479478welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-42383390769505148422009-05-14T03:11:00.000-07:002009-05-14T03:12:12.065-07:00PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2006PERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONALREPUBLIK INDONESIANOMOR 22 TAHUN 2006TENTANGSTANDAR ISIUNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 8 ayat(3), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2),dan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlumenetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentangStandar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4301);2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4496);3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentangKedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, danTatakerja Kementrian Negara Republik Indonesiasebagaimana telah diubah dengan Peraturan PresidenNomor 62 Tahun 2005;24. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatusebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006 dan Nomor0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei;MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONALTENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUANPENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.Pasal 1(1) Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yangselanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dantingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusanminimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.(2) Standar Isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum padaLampiran Peraturan Menteri ini.Pasal 2Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2006MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-90253995042748315522009-03-19T07:51:00.000-07:002009-03-19T07:52:12.075-07:00Profil diriAku dilahirkan pada tanggal 30 bulan january tahun 1989 dengan selamat, Dengan nama Jenny Christine Pakpahan. Selama aku bayi aku dipenuhi dengan rasa kasih sayang, diberi ajupan gizi yang banyak sehingga aku menjadi gendut dan tentunya chubby.<br />Pada waktu ku balita aku selalu diajarkan bagaimana cara membaca dan berhitung, dan aku selalu merayakan ulang tahun dengan mengundang teman-teman yang tidak aku kenal, Tapi menyenangkan juga si.<br />Berlanjut umur ku yang ke 10 tahun aku mulai menginjak sekolah dasar, dimana aku belum mengerti apa-apa. Dari pertemanan dan malas-malasan. Dan aku belajar yang tidak aku mengerti tentang itu semua. Sangat disayangkan aku tidak mendapatkan teman. Aku bercita-cita ingin menjadi pengusaha sukses, jadi dari kecil aku suka menjual barang-barang milik aku. Banyak si yang membelinya, itu pun juga malu-malu dan sangat sedih.<br />Setelah aku lulus dari SD, aku lanjut ke SLTP, dimana aku beranjak remaja. Selama itu aku mengalami perubahan yang begitu banyak, dari mulai pergaulan dan belajar. Pergaulannya yang positif pastinya, banyak teman-teman dari sifat yang baik sampai jahat. Tetapi dari situ aku mengambil baiknya saja. Dalam hal belajar aku mungkin tidak tergolong pintar, tetapi aku senang selalu mendapatkan peringkat kelas.<br />Aku senang sekali karena aku lulus dari SLTP lanjut ke SMAN, tadinya aku tidak suka lanjut ke SMA aku lebih suka ke SMK, tetapi karena orangtua ku memaksa, yah aku mengikuti saja. Selama aku di SMA aku tidak mendapatkan apa-apa. Mulai dari teman, belajar yang menurun sampai mempunyai cowo pun tidak ada. Teman, aku tidak begitu akrab karena mereka semua pada jahat dengan aku, mulai dari mentertawakan sampai menjauhkan aku, Aku tidak tau salah ku apa. Dalam hal belajar menurun dratis sekali, tetapi tidak sampai tinggal kelas, mungkin itu karena faktor pemikiran tidak ada teman yang dapat mendukung ku. Dalam hal cowo, satu pun cowo yang ada di sekolah itu tidak ada yang begitu menarik. Hahhh, tetapi itu semua kenangan yang sangat menarik buat aku kenang. Aku senang lulus dari SMA itu.<br />Tadinya aku tidak mau melanjutkan lagi ke perguruan tinggi, tetapi tetap ini karena paksaan orangtua, dan aku mengikutinya. Aku disuru kuliah di perguruan Negeri Jakarta, tetapi aku tidak berminat, entah mengapa mamah ku selalu memaksa sampai lewat jalur khusus. Dan aku lolos, dengan mengambil fakultas ekonomi jurusan tata niaga itupun juga sesuai dengan cita-cita aku menjadi pengusaha sukses. Tetapi aku senang menjalani ini semua, bakhan aku mendapatkan teman-teman yang sangat baik sekali pada ku, jalan barang sampai curhat barang.welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-44771225778730425392009-03-19T07:47:00.000-07:002009-03-19T07:49:38.203-07:00PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGAKita mulai pembahasan ini dengan terlebih dahulu menginsafi bahwa harta benda dan anak-anak kita adalah karunia Ilahi kepada kita sebagai ujian tatau percobaan (fitnah),apakah kita dapat memanfaatkan harta itu dan mendidik anak tersebut dengan baik atau tidak. Sebab tidak perlu diragukan lagi bahwa harta dan anak adalah unsur-unsur utama kehidupan manusia, yang membuatnya memperoleh kebahagiaan lahir dan duniawi.<br />Karena “harta dan anak adalah hiasan hidup duniawi,” maka juga “Sesungguhnya hidup duniawi itu adalah permainan, kesenangan dan kemegahan serta saling bangga dan saling berlomba banyak dalam harta dan anak..” Jadi,sebgaai fitnah, sisi lain dari harta dan anak ialah kemungkinannya dengan mudah berubah dari sumber kebahagiaan menjadi sumber kesengsaraan dan kenistaan yang tidak terkira. Yaitu, kalau kita tidak sanggup memanfaatkan harta dan mendidik anak tersebut sesuai dengan pesan dan amanat Allah.<br />Oleh karena itu pembicaraan tentang pendidikan agama dalam rumah tangga—sebagai peringatan, terpaksa akita mulai dengan sikap skeptis dan ragu. Yaitu sikap mempertanyakan, benarkah pendidikan agama dalam rumah tangga mempunyai peran positif? Dapatkah hal ini dibuktikan dengan menunjukkan contoh-contoh nyata, dengan mengaitkannya dengan variabel-variabel yang secara lahiriah tentunya mendukung anggapan positif itu? Di sinilah sketipsisme tersebut bermula. Sebab jika variable orang-tua kita ambil sebagai unsur kaitan yang penting, yang kualitas atau kapasitas orang-tua itu—seperti kualitas dan kapasitasnya sebagai tokoh keagamaan (kiai, ulama, guru agama, pemimpin agama, tokoh politik agama, tokoh pendidikan formal agama, pemimpin organisasi keagamaan, dan seterusnya)—secara lahiriah tentu mendorong kita kepada kesimpulan tentang peran positif bagi pendidikan keagamaan anak-anaknya. Tapi tentunya dalam banyak hal kita akan segera menjawab: belum tentu! Dan itulah memang yang tidak jarang terjadi. Bukankah kerap terjadi, bahwa seorang tokoh agama (dalam berbagai kualitas dan kapasitas tersebut tadi), anak-anaknya justru tumbuh menjadi remaja dengan kepribadian tidak terpujil?<br />Agama dan Pendidikan Agama<br />Berdasarkan hal-hal diatas, barangkali kita harus merenungkan banyak hal tentang pendidikan agama dalam rumah tangga ini. Pertama-tama ialah perenungan tentang apa yang dimaksudkan dengan agama? Kedua, tentang apa yang dimaksudkan pendidikan agama? Dan,ketiga, apa yang dimaksudkan dengan pendidikan agama dalam rumah tangga?<br />Renungan pertama untuk sementara orang barangkali masih mengejutkan. Sebab, masihkah harus ada pertanyaan tentang apa yang dimaksudkan dengan agama? Bukankah agama bagi semua orang sudah begitu jelas, sehingga mestinya tidak perlu lagi perenungan akan apa maksudnya? Tapi bagi banyak orang renungan ini sudah sering terdengar. Misalnya, di antara para muballigh dan tokoh agama ada yang memperingatkan bahwa agama bukanlah sekedar tindakan-tindakan ritual seperti salat dan membaca do’a. Agama lebih dari itu, yaitu keseluruhan tingkah laku manusia yang terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridha atau perkenan Allah. Agama, dengan kata lain, meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku itu membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (ber-akhlaq karimah), atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan tanggungjawab pribadi di Hari Kemudian. Inilah makna pernyataan dalam do’a pembukaan (iftitah) salat kita, bahwa salat kita itu sendiri, juga darmabakti kita, hidup kita dan mati kita, semua adalah untuk atau milik Allah, Seru sekalian alam. Inilah pernyataan tentang makna dan tujuan hidup yang diperintahkan Tuhan untuk kita kemukakan setiap saat.<br />Katakan (Wahai Muhammad): “Sesungguhnya Tuhanku telah memberi petunjuk kepadaku ke arah jalan yang lurus, berupa agama yang benar, yaitu agama Ibrahim yang hanif, dan dia itu tidak termasuk kaum yang musyrik. “Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya sembahyangku, darmabaktiku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam, tiada mempunyai sekutu. Untuk semua itulah aku diperintahkan,dan aku adalah yang pertama dari golongan yang pasrah (Muslim).(QS. Al-An’am: 161-162)<br />Karena itu renungan tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan agama muncul secara logis, sebagai kelanjutan dari renungan tentang apa itu agama. Karena agama adalah seperti yang dimaksud diatas, maka agama tidak terbatas hanya kepada pengajaran tentang ritus-ritus dan segi-segi formalitasnya belaka. Ini tidak berarti pengingkaran terhadap pentingnya ritus-ritus dan segi-segi formaliatik agama, tidak pula pengingkaran terhadap perlunya ritus-ritus dan segi-segi formal itu diajarkan kepada anak. Semua orang telah menyadari dan mengakui hal itu. Sebab ritus dan formalitas merupakan—atau ibarat—“bingkai” bagi agama atau “kerangka” bagi bangunan keagamaan. Karena itu setiap anak perlu diajari bagaimana melaksanakan ritus-ritus itu dengan baik dengan memenuhi segala “syarat dan rukun” keabsahannya.<br />Tetapi sebagai “bingkai” atau “kerangka” ritus dan formalitas bukanlah tujuan dalam dirinya sendiri. Ritus dan formalitas—yang dalam hal ini terwujud dalam apa yang biasa disebut “Rukun Islam”—baru mempunyai makna yang hakiki jika menghantarkan orang yang bersangkutan kepada tujuannya yang hakiki pula, yaitu kedekatan (taqarrub) kepada Allah dan kebaikan kepada sesama manusia (akhlaq karimah). Ini dapat kita simpulkan dari penegasan dalam Kitab Suci bahwa orang yang tidak memiliki rasa kemanuasiaan, seperti sikap tidak peduli kepada nasib anak yatim dan tidak pernah melibatkan diri dalam perjuangan mengangkat derajat orang miskin, adalah palsu dalam beragama. Orang itu boleh jadi melakukan salat, namun salatnya tidak berpengaruh kepada pendidikan budi pekertinya, dengan indikasi ia suka pamrih dan bergaya hidup mementingkan diri. Maka ia dikutuk oleh Allah:<br />Tahukah engkau (hai Muhammad),sipa yang mendustakan agama?<br />Yaitu yang mengabaikan anak yatim, dan yang tidak dengan tegas membela nasib orang miskin.<br />Maka celakalah mereka yang sembahyang itu!<br />Yaitu mereka yang melupakan sembahyang mereka sendiri.<br />Mereka yang suka pamrih,<br />Dan yang enggan menolong barang sedikit.(QS. Al-Maun: 1-7)<br />Maka pendidikan agama sesungguhnya adalah pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik. Pendidikan agama tidak benar jika dibatasi hanya kepada pengertian-pengertiannya yang konvensional dalam masyarakat. Meskipun pengertian pendidikan agama yang dikenal dalam masyarakat itu tidak seluruhnya salah—jelas sebagian besar adalah baik dan harus dipertahankan—namun tidak dapat dibantah lagi bahwa pengertian itu harus disempurnakan. Maka dalam pengertiannya yang tidak atau belum sempurna itulah kita mendapatkan gejala-gejala yang tidak wajar berkenaan dengan pendidikan agama: seorang tokoh agama misalnya, justru menumbuhkan dan membesarkan anak-anaknya menjadi nakal. Padahal Nabi s.a.w. menegaskan bahwa beliau diutus hanyalah untuk menyempurnakan berbagai keluhuran budi. Hal ini diungkapkan dalam sebuah hadis terkenal, Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan berbagai keluhuran budi” (Innama bu’its-tu li-utammima makarim-al-akhlaq)<br />Kalau kita pahami bahwa agama akhirnya menuju kepada penyempurnaan berbagai keluhuran budi, maka pertumbuhan seorang anak tokoh keagamaan menjadi anak tidak berbudi adalah suatu ironi dan kejadian menyedihkan yang tiada taranya, dan itulah barangkali wujud bahwa anak adalah fitnah seperti dimaksudkan dalam firman Allah:<br />Ketahuilah bahwa sesungguhnya harta-bendamu dan anak-anakmu adalah ujian (fitnah) (dari Tuhan),dan sedangkan Allah sesungguhnya menyediakan pahala yang paling agung.(QS. Al-Anfal: 28)<br />Karena itu peran orang-tua dalam mendidik anak melalui pendidikan keagamaan yang benar adalah amat penting. Dan disini yang ditekankan memang pendidikan oleh orang-tua, bukan pengajaran. Sebagian dari usaha pendidikan itu memang dapat dilimpahkan kepada lembaga atau orang lain, seperti kepada sekolah dan guru agama, misalnya. Tetapi yang sesungguhnya dapat dilimpahkan kepada lembaga atau orang lain terutama hanyalah pengajaran agama, berujud latihan dan pelajaran membaca bacaan-bacaan keagamaan, termasuk membaca al-Qur’an dan mengerjakan ritus-ritus<br />Sebagai pengajaran, peran “orang lain” seperti sekolah dan guru hanyalah terbatas terutama pada segi-segi pengetahuan dan bersifat kognitif—meskipun tidak berarti tidak ada sekolah atau guru yang juga sekaligus berhasil memerankan pendidikan yang lebih bersifat afektif. Namun jelas bahwa segi afektif itu akan lebih mendalam diperoleh anak dirumah tangga, melalui orang-tua dan suasana umum kerumahtanggaan itu sendiri.<br /><br />Pendidikan Agama dan Penghayatan Agama<br />JIka pendidikan agama dalam rumah tangga itu memang penting, maka—berdasarkan renungan-renungan di atas—ia tidak sepenuhnya sama dengan yang secara umum difahami dan dimaksudkan orang. Pertama-tama, pendidikan agama dalam rumah tangga tidak cukup hanya berupa pengajaran kepada anak tentang segi-segi ritual dan formal agama. Pengajaran ini, sebagaimana halnya yang ada di sekolah oleh guru agama, dalam rumah tanggapun dapat diperankan oleh orang lain, yaitu guru mengaji yang sekarang mulai popular dalam masyarakat kita. Dan meskipun ada guru mengaji sekaligus juga dapat bertindak sebagai pendidik agama, namun peran mereka tidak akan dapat menggantikan peran orang tua secara sepenuhnya. Jadi guru gaji pun sebenarnya terbatas perannya hanya sebagai pengajar agama, yakni penuntun ke arah segi-segi kognitif agama itu bukan pendidikan agama.<br />Maka jika yang dimaksudkan adalah pendidikan agama dalam rumah tangga, jelas melibatkan peran orang tua serta keseluruhan anggota rumah tangga dalam usaha menciptakan suasana keagamaan yang baik dan benar dalam keluarga. Dan peran orang tua tidak perlu berupa peran pengajaran (yang notebene dapat diwakilkan kepada orang lain tadi). Peran orang tua adalah peran tingkah laku, atau teladan, dan pola-pola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh seperti dipaparkan di atas. Di sinilah lebih-lebih akan terbukti benarnya pepatah,” Lisanul Haal afshahu min lisanul maqal/Tindakan nyata itu lebih efektif daripada ucapan lisan).<br />Jadi jelas pendidikan agama menuntut tindakan percontohan lebih banyak daripada pengajaran verbal. Dengan meminjam istilah yang popular di masyarakat: “pendidikan dengan bahasa perbuatan untuk anak itu lebih efetif dan lebih manta daripada pendidikan dengan bahasa lisan”. Karena itu yang pentiig ialah adanya penghayatan kehidupan keagamaan dalam suasana rumah tangga.welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-48155158635533456622009-03-19T07:44:00.000-07:002009-03-19T07:46:39.174-07:00Revitalisasi Pendidikan PesantrenPesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang memiliki kontribusi penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Lembaga ini layak diperhitungkan dalam pembangunan bangsa di bidang pendidikan, keagamaan, dan moral.<br />Dilihat secara historis, pesantren memiliki pengalaman luar biasa dalam membina, mencerdaskan, dan mengembangkan masyarakat. Bahkan, pesantren mampu meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya.<br />Pesantren telah lama menyadari bahwa pembangunan sumber daya manusia (SDM) tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga semua komponen masyarakat, termasuk dunia pesantren. Karena itu, sudah semestinya pesantren yang telah memiliki nilai historis dalam membina dan mengembangkan SDM ini terus didorong dan dikembangkan kualitasnya.<br />Pengembangan dunia pesantren ini harus didukung secara serius oleh pemerintah yang terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Mengembangkan peran pesantren dalam pembangunan merupakan langkah strategis dalam membangun pendidikan.<br />Dalam kondisi bangsa saat ini krisis moral, pesantren sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral harus menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit reformasi gerakan moral bangsa. Dengan begitu pembangunan tidak menjadi hampa dan kering dari nilai-nilai kemanusiaan.<br />Dalam eksistensinya, pesantren pada umumnya bersifat mandiri dan tidak tergantung pada pemerintah atau kekuasaan yang ada. Dengan sifat kemandiriannya inilah pesantren bisa memegang teguh kemurniannya sebagai lembaga pendidikan Islam. Pesantren pun tidak mudah disusupi oleh aliran atau paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.<br />Sedikitnya ada tiga unsur utama penopang eksis dan tidaknya pesantren dalam pendidikan, yaitu kiai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para santri, kurikulum pondok pesantren, dan sarana peribadatan serta pendidikan, seperti masjid, rumah kiai, pondok, madrasah, dan bengkel-bengkel keterampilan. Unsur-unsur tersebut mewujud dalam bentuk kegiatannya yang terangkum dalam Tridharma Pondok Pesantren, yaitu pembinaan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, pengembangan keilmuan dan keahlian yang bermanfaat, serta pengabdian pada agama, masyarakat, dan negara.<br />Kebijakan DiknasMerujuk pada UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan pesantren memiliki tempat istimewa. Namun, ini belum disadari oleh mayoritas Muslim. Ini karena kelahiran UU tersebut amat belia. Keistimewaan pesantren dalam sistem pendidikan nasional dapat kita lihat dari ketentuan dan penjelasan pasal-pasal berikut.<br />Dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.<br />Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di pesantren. Pesantren sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.<br />Eksistensi pesantren sebagai motor penggerak pendidikan keagamaan mendapat legitimasi yang kuat dalam sistem pendidikan nasional. Pasal 30 menjelaskan, pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan peraturan perundang-undangan.<br />Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, dan bentuk lain yang sejenis.<br />Pesantren yang merupakan pendidikan berbasis masyarakat juga diakui keberadaannya dan dijamin pendanaannya oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Pasal 55 menegaskan: Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.<br />Ketentuan tersebut mestinya semakin membuka peluang pesantren terus bertahan dan berkontribusi mengembangkan pendidikan keagamaan formal maupun nonformal. Dengan demikian, pesantren mampu melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas, kreatif, memiliki skill dan kecakapan hidup profesional, agamis, serta menjunjung tinggi moralitas.<br />Pesantren tidak perlu merasa minder, kolot, atau terbelakang. Posisi pesantren dalam sistem pendidikan nasional memiliki tujuan yang sama dengan lembaga pendidikan lainnya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.<br />Kenyataannya, amanat UU Sisdiknas serta UU Guru dan Dosen serta beberapa peraturan pemerintah lainnya masih belum berpihak pada dunia pesantren. Pesantren nyaris tidak pernah disentuh dan dilibatkan dalam kebijakan sistem pendidikan nasional. Revitalisasi pendidikan pesantren yang diamanatkan UU Sisdiknas pun terabaikan.<br />Revitalisasi PesantrenUntuk semakin memajukan pendidikan pesantren sesuai amanat UU No 20/2003, eksistensi dan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan harus makin ditingkatkan. Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan harus berniat sungguh-sungguh memberikan ruang dan peran yang lebih luas untuk merevitalisasi dan membangun modernisasi dunia pesantren.<br />Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama harus lebih meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dengan intensif dalam pelaksanaan dan pengelolaan pesantren. Upaya merevitalisasi dan memodernisasi pesantren tentu saja harus sejalan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional.<br />Paling tidak, hal ini bisa dilakukan melalui beberapa terobosan. Pertama, menghapus dikotomi dan diskriminasi terhadap pendidikan pesantren yang selama ini dipandang sebagai bukan bagian dari sistem pendidikan nasional. Kedua, diperlukan adanya pola pendidikan dengan terobosan kurikulum terpadu yang memadukan antara pendekatan sains, agama, dan nilai kebangsaan. Dengan begitu, upaya penanaman nilai agama, moral, dan nilai kebangsaan pada anak didik dapat mencapai sasaran pembelajaran.<br />Ketiga dan yang tak kalah penting lagi adalah upaya peningkatan kualifikasi, profesionalitas dan kesejahteraan guru pesantren sebagaimana amanat UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Sehingga, guru-guru di pesantren bisa mengajar dengan nyaman dan merasakan hidup yang sejahtera.<br />Sudah saatnya kita lebih memperhatikan dunia pendidikan pesantren. Pesantren harus ditempatkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Pesantren telah memberikan kontribusi nyata dalam melahirkan generasi berkualitas dan mampu menjaga moralitas bangsa.<br />Ikhtisar- Pesantren berpengalaman dalam membina, mencerdaskan, dan mengembangkan masyarakat.- Pemerintah harus lebih memedulikan pesantren demi kemaslahatan umat.welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-14614739885562657712009-03-19T07:43:00.001-07:002009-03-19T07:43:35.792-07:00Uji Publik RPMA Pendidikan Keagamaan IslamJakarta<br />– Sebanyak 45 orang peserta dari berbagai kalangan baik praktisi pendidikan dan pimpinan pondok pesantren bertemu di Hotel Ibis Tamarin Jakarta selama 2 hari (26-27 Februari 2008) untuk melakukan uji publik terkait dengan RPMA Pendidikan Keagamaan Islam.<br />Para peserta itu terdiri atas para pejabat BSNP, Dekan Fakultas Syari’ah dan Tarbiyah dari UIN/IAIN, pimpinan pondok pesantren, Kepala Bidang Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantran, Kepala Seksi Kanwil serta para Kasubdit Direktorat Pendikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag RI.Acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag RI bekerjasama dengan Badan Standar Nasionanal Pendidikan (BSNP) ini bertemakan; “Menegakkan Eksistensi Pendidikan Keagamaan dalam Sistem Pendidikan Nasional”.Dalam pidato sambutan selaku penanggungjawab acara sekaligus sebagai Kasubdit Pendidikan Diniyah, H. Mahmud, M. Pd mengatakan bahwa sebenarnya yang diupayakan menjadi peraturan menteri agama ini ada 4 hal yaitu; Pertama, RPMA tentang syarat pendirian pendidikan keagamaan Islam yang meliputi diniyah athfal, ula wustho, ulya dan ma’had Aly, ini yang formalnya. Sedangkan yang non-formalnya; majlis ta’lim, taman pendidikan al Qur’an (TPA), diniyah takmiliyah (pengganti madrasah diniyah) dan pondok pesantren. Kedua, RPMA terkait dengan standar isi dari pendidikan keagamaan tingkat dasar`dan menengah. Ketiga, RPMA tentang standar kompetensi lulusan terkait di dalamannya pendidikan dasar dan menengah. Dan keempat RPMA tentang ujian nasional pendidikan keagamaan Islam. Namun, sambung H. Mahmud, yang diujipublikkan hanya tiga hal (kecuali RPMA tentang syarat pendirian pendidikan keagamaan Islam) karena hanya ketiga hal itulah yang menjadi kewenangan BSNP.Sebenarnya pertemuan kali ini adalah untuk kali keempatnya setelah BSNP menyarankan sebelum dikeluarkannya rekomendasi terhadap ketiga point diatas maka harus diadakan uji publik terlebih dahulu, inilah latar belakang adanya uji publik kali ini, lanjut H. Mahmud. (pip)welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-52369651267475450402009-03-19T07:42:00.001-07:002009-03-19T07:42:44.995-07:00Pendidikan Keagamaan Hadapi Kendala SeriusYOGYAKARTA--<br />Menteri Agama M Maftuh Basyuni menegaskan, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia sangat berkepentingan untuk memperkenalkan Islam sebagai agama Rahmatan lil Alamin. ''Kami merasa berkewajiban menjawab tuduhan zalim yang menuding Islam sebagai agama terorisme,'' kata Menteri Agama saat memberi sambutan atas penganugerahan doktor honoris causa kepada Grand Mufti Dr Ahmad Badruddin Hassoun di Universitas Islam Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Kamis (22/5). Islam agama yang mengedepankan perdamaian daripada kekerasan. Hal itu amat berbeda dari mainstream pemberitaan media massa yang mengaitkan Islam dengan aksi kekerasan. Sayangnya, kata Maftuh lagi, di antara umat Islam sendiri terdapat orang-orang yang memberikan reaksi berlebihan terhadap tuduhan tersebut. ''Sehingga, timbul kesan bahwa yang dituduhkan itu benar,'' paparnya. Alquran, kata Menag, memerintahkan dan selalu mengingatkan umat Islam untuk mengambil sikap dengan bijak. Ajaran Islam yang demikian itu yang diterapkan di Indonesia dan di seluruh dunia untuk mengedepankan dialog dan menghilangkan konflik. Karena itu, kata Menag, kiprah Dr Hassoun di bidang keislaman yang mendorong budaya dialog ini amat pantas diberikan penghargaan ilmiah berupa doktor honoris causa. ''Mudah-mudahan penganugerahan gelar ini memperoleh berkah dari Allah SWT dan semakin akan mempererat hubungan persahabatan Indonesia-Suriah,'' kata Menag. Pada acara itu, Menag memaparkan pembinaan keagamaan di tengah masyarakat masih menghadapi kendala serius. Tidak semua komponen masyarakat dan elemen bangsa, kata dia, bergerak ke arah yang sama. Pendidikan agama di sekolah juga kerap tak sejalan dengan muatan pesan yang disampaikan media massa. Ditambahkan Menag, terjadi kontradiksi atau benturan nilai yang cukup kuat dalam upaya mengarahkan masyarakat dan bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang maju dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan moral keagamaan. ''Fenomena itu merupakan salah satu konsekuensi bagi bangsa-bangsa yang tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menghadapi percaturan budaya global,'' kata Menag. Oleh karena itu, dia berharap perguruan tinggi Islam bisa memainkan peran yang lebih besar dalam upaya bangsa ini meningkatkan kualitas pemahaman dan penghayatan agama di kalangan warga masyarakat. ''Paling tidak setiap perguruan tinggi Islam harus mampu memberikan pencerahan terhadap umat di lingkungan sekitarnya dan memberikan kontribusi untuk memecahkan masalah sosial keagamaan pada tingkat lokal, nasional, dan global,'' tutur Menag. BPIH 1429 H Usai bicara pada forum resmi, Menag yang dicegat wartawan sempat memberikan penjelasan terkait biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1429 H. Menag mengatakan masih menunggu kesepakatan dengan maskapai penerbangan. ''Sekarang ini agak tersandung oleh penetapan mengenai penerbangan. Dari penetapan itu (persetujuan oleh DPR--Red) tidak banyak berubah. Hanya, mungkin nanti kalau ada perubahan, itu kemungkinan karena kenaikan (biaya) penerbangan,'' papar Menag lagi. Menag meminta penerbangan tidak mengeskploitasi jamaah haji dengan menetapkan tarif yang teramat tinggi, meskipun ia tahu bahwa harga avtur juga melonjak. ''Mudah-mudahan ada jalan keluar yang baik,'' katanya berharap. Selain biaya penerbangan, pemerintah terus menyiapkan pondokan untuk calon jamaah haji. Saat ini, menurut Menag, sudah 40 persen pondokan disiapkan dan 60 persen sisanya sedang diselesaikan dalam waktu dekat. Menag berharap 50 persen pondokan berada di ring satu atau lokasi dekat Masjidil Haram. (osa ) (sumber: republika)welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-64046330869803655342009-03-19T07:40:00.000-07:002009-03-19T07:41:55.698-07:00Pendidikan Keagamaan; Politik Pendidikan Penebus DosaNasib pendidikan keagamaan sudah lama menyimpan memori panjang diskriminasi anggaran. Negara lebih memanjakan pembiayaan sekolah umum dan mengabaikan sekolah agama. Belanja negara dialokasikan secara tidak berimbang antara lembaga pendidikan negeri dan swasta. Sialnya, sebagian besar lembaga pendidikan keagamaan berstatus swasta.<br />Lengkap sudah nestapa pendidikan berbasis agama yang berlangsung sejak dahulu kala. “Sekarang negara harus menebus dosa dengan menunjukkan pemihakan pada pemberdayaan pendidikan keagamaan,” kata Menteri Agama, Maftuh Basyuni. Sebab para pendidik dan anak didik di lingkungan pendidikan keagamaan juga warga negara yang sama dengan anak didik dan pendidik pada umumnya. “Mereka sama-sama mendedikasikan diri untuk pendidikan anak bangsa,” Maftuh menambahkan.<br />Awal tahun anggaran ini menjadi momentum penting untuk menguji apakah politik anggaran negara sudah menunjukkan aksi nyata “penebusan dosa”. Perangkat regulasi sebenarnya sudah kian lengkap. Pada penghujung 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.<br />Beleid itu mengukuhkan kebijakan pendidikan dalam Undang-Undang 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahwa pendidikan keagamaan adalah bagian integral sistem pendidikan nasional. Undang-undang ini menjadi tonggak penting politik pendidikan yang menghapus diskriminasi antara sekolah negeri dan swasta serta antara sekolah umum dan sekolah keagamaan. Alokasi anggaran pun, menurut Pasal 12 PP 55/2007, harus adil antara sekolah negeri dan swasta.<br />Pendidikan keagamaan merupakan wujud orisinal pendidikan berbasis masyarakat di Nusantara. Mereka tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat. Di lingkungan Islam terdapat pesantren, madrasah, dan diniyah. Di Katolik ada seminari.<br />Di Hindu ada pasraman dan pesantian. Buddha mengenal pabbajja. Konghucu menyebut shuyuan, dan sebagainya. Tumbuhnya pendidikan keagamaan dalam masyarakat sebagian justru akibat kebijakan negara yang buruk dalam mengelola pendidikan agama.<br />Pendidikan agama kerap berjasa menampung anak didik yang kurang mampu, sehingga tidak terwadahi di sekolah umum dan negeri. Banyak di antara lulusannya yang kemudian menjadi tokoh penting dalam sejarah nasional. Jumlah mereka tidak bisa dipandang sebelah mata.<br />Di lingkungan pendidikan Islam saja, menurut data Departemen Agama (Depag) tahun 2006, ada 2,67 juta anak didik yang menempuh pendidikan di 14.700 pondok pesantren. Hampir sama dengan jumlah mahasiwa di 2.800 perguruan tinggi negeri dan swasta di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), sebanyak 2,69 juta orang.<br />Yang bersekolah di 27.000 sekolah diniyah ada 3,4 juta orang. Setara dengan siswa pada 9.000-an SMA negeri dan swasta se-Indonesia, yang juga berjumlah 3,4 juta.<br />Peserta pendidikan dasar sembilan tahun di lingkungan madrasah dan diniyah mencapai 6,1 juta murid. Seperenam dari total peserta pendidikan dasar sembilan tahun ada di lingkungan Depdiknas, yang mencapai 36 juta murid.<br />Sebagian terbesar (lebih 80%) jenjang pendidikan agama di lingkungan Islam, mulai level taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi, adalah swasta. Bahkan, menurut data Depag tahun 2005, sekitar 17.000 raudhatul athfal (TK), 14.700-an pesantren, dan 27.600-an diniyah adalah swasta.<br />Di Nusa Tenggara Timur (NTT), 90% SD hingga SMA adalah sekolah Katolik dan berstatus swasta. Dari seluruh pendidikan Katolik itu, 60% sehat, 30% sedang, dan 20% hampir sekarat. Sekolah Katolik yang sehat ada di Flores, sedangkan yang sulit berkembang terdapat di Sumba.<br />“Pada masa Orde Baru, di sini pun sekolah Katolik swasta jadi anak tiri,” kata Ludo Taolin, Wakil Ketua DPRD Belu, NTT. “Padahal, sekolah Katolik banyak berperan mendidik kalangan menengah ke bawah,” katanya. Baru setelah reformasi, menurut Ludo, insentif guru untuk sekolah negeri dan swasta sama. Pemerintah daerah mulai membantu dengan menempatkan guru negeri di sekolah Katolik swasta.<br />Wajah politik anggaran pemerintah pusat dalam bidang pendidikan berbasis agama dapat dilihat dari anggaran Depag. Tahun 2008 ini, ada peningkatan persentase alokasi untuk “fungsi pendidikan” ketimbang tahun 2007.<br />Pada 2007, dari total anggaran Depag Rp 14,5 trilyun, alokasi terbesarnya (49,5%) adalah untuk “fungsi pelayanan umum” (Rp 7,2 trilyun). Porsi anggaran pendidikan di Depag pada waktu itu hanya menduduki pos kedua, senilai Rp 6,6 trilyun (46%).<br />Tahun 2008 ini, di satu sisi, anggaran Depag meningkat 20,9%, menjadi Rp 17,6 trilyun. Di sisi lain, alokasi terbesar bergeser dari fungsi pelayanan umum ke fungsi pendidikan. Gelontoran dana pendidikan meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun lalu, menjadi Rp 14,3 trilyun (81,4%) –macam-macam alokasinya lebih rinci, lihat tabel.<br />Tidak hanya di tingkat pusat. Wajah lebih ramah pada pendidikan agama juga ditampilkan sejumlah pemerintah daerah. Namun kebijakan anggaran APBD provinsi dan kabupaten/kota sempat tersandung Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Moh. Ma’ruf, Nomor 903/2429/SJ tanggal 21 September 2005 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2006 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2005.<br />Surat itu oleh sebagian kepala daerah diartikan sebagai larangan alokasi APBD untuk pendidikan keagamaan, karena bidang agama tidak mengalami desentralisasi. Sehingga anggarannya diambilkan dari belanja pemerintah pusat di APBN, bukan dari APBD.<br />Hal itu, misalnya, dilakukan Kabupaten Aceh Barat. Dana kesejahteraan guru hanya diberikan kepada guru di lingkungan Depdiknas, tidak diberikan pada guru agama di madrasah yang berafiliasi ke Depag. Akibatnya, seluruh guru madrasah se-Aceh Barat sempat melakukan aksi mogok mengajar pada Agustus 2006.<br />Hingga 2005, sejumlah gedung madrasah di Kabuaten Tangerang, Banten, rusak berat dan tidak segera direhabilitasi. Menurut anggota DPRD Tangerang, Imron Rosadi, kepada koran lokal, itu terjadi karena APBD Kabupaten Tangerang tidak mengalokasikan bantuan. Baru pada 2007 anggaran perbaikan dan pembangunan gedung disediakan APBD.<br />Efek surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) itu menyulut tuntutan berbagai kalangan agar surat tersebut dicabut. Wakil Ketua DPR pada saat itu, Zaenal Ma’arif, sejumlah anggota DPR, dan Menteri Agama Maftuh Basyuni minta surat edaran itu direvisi karena bisa menghadirkan kembali politik anggaran yang diskriminatif.<br />Banyak kepala daerah dikabarkan gelisah. Di satu sisi, tak mau salah dalam mengalokasikan anggaran. Di sisi lain, tak ingin berkonfrontasi dengan para elite agama. Pada musim pemilihan kepala daerah secara langsung sekarang ini, hal itu bisa berdampak buruk pada popularitas para tokoh politik lokal. Berbagai proses politik, lobi, dan manuver di balik layar pun ditempuh untuk menyetop berlakunya surat Mendagri itu.<br />Tapi masih ada beberapa pimpinan daerah yang tidak memedulikan “larangan” surat edaran Mendagri itu. Misalnya dilakukan Bupati Pekalongan, Gresik, dan Banyuwangi di Jawa Timur. Di Banyuwangi, surat Mendagri itu hanya sempat jadi pembicaraan singkat, tapi tidak mempengaruhi alokasi anggaran.<br />Menurut Arifin Salam, anggota DPRD dan Ketua Lembaga Pendidikan Maarif Banyuwangi, APBD setempat tetap mengalokasikan bantuan pada seluruh siswa pendidikan swasta Rp 20.000 per bulan secara adil. “Sekolah umum dan madrasah punya hak yang sama,” katanya.<br />Sekolah negeri tidak memperoleh bantuan karena sudah mendapat anggaran operasional dari negara. Tahun 2008, anggaran pendidikan di APBD Banyuwangi mencapai 23%. Bujet buat pendidikan keagamaan semacam pesantren dan semua lembaga pendidikan agama di luar Islam meningkat pesat.<br />Bila tahun 2005 hanya Rp 3 milyar, tahun 2008 ini mencapai Rp 18 milyar. Sampai-sampai, anggaran dinas lain, seperti peternakan, dikurangi. “Komitmen kami pada pendidikan agama sangat kuat,” ujar Arifin.<br />Di Langkat, Sumatera Utara, bantuan APBD juga tetap lancar, tak terganggu oleh polemik surat edaran Mendagri. Ustad Muhammad Nuh, pimpinan Pesantren Al-Uswah, Langkat, pada 2007 masih mendapat bantuan dari APBD Sumatera Utara dan APBD Langkat. Namun sifatnya bantuan insidental, tidak tetap. Setahu Nuh, pesantren lain juga masih mendapat bantuan APBD.<br />Bagi Hidayatullah, anggota Komisi C DPRD Sumatera Utara, kalaupun surat Mendagri itu betul-betul melarang karena kendala ketentuan desentralisasi, semestinya pemerintah daerah tidak kehabisan akal untuk membantu pendidikan keagamaan. Yang penting, ada kemauan politik. Sebab bantuan untuk pendidikan keagamaan masih bisa disalurkan lewat pos bantuan sosial. Hanya, kelemahannya, bantuan tersebut tak bisa rutin dikucurkan.<br />Sebagian daerah lain meresponsnya dengan membentuk peraturan daerah (perda) tentang madrasah diniyah. Misalnya Banjar, Indramayu, Cirebon, Pandeglang, dan diperjuangkan beberapa daerah lain, seperti Tangerang dan Majalengka. Dengan perda diniyah itu, APBD berkewajiban mengalokasikan anggaran tetap. Apa pun bunyi surat Mendagri tidak berpengaruh.<br />Lima bulan setelah surat edaran Mendagri beredar, pada Februari 2006 Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah Depdagri, Daeng M. Nazier, membuat surat klarifikasi bertajuk “Dukungan Dana APBD”. Surat yang ditujukan ke gubernur, bupati, wali kota, serta ketua DPRD provinsi dan kabupaten itu menegaskan, “… sekolah yang dikelola oleh masyarakat, termasuk yang berbasis keagamaan seperti madrasah,… dapat didanai melalui APBD sepanjang pendanaan yang bersumber dari APBN belum memadai.”<br />Daeng M. Nazier juga membuat klarifikasi lewat keterangan pers. “Akhir-akhir ini berkembang penafsiran yang salah terhadap isi surat edaran Menteri Dalam Negeri,” katanya. “Seolah-olah Menteri Dalam Negeri melarang/tidak memperbolehkan dana APBD digunakan untuk mendanai program/kegiatan sekolah-sekolah berbasis keagamaan.”<br />Nazier menyinggung adanya daerah yang menyetop pendanaan dari APBD untuk kegiatan madrasah ibtidaiyah, tsanawiah, dan aliyah, dengan alasan urusan agama tidak diserahkan kepada Daerah. Padahal, konteksnya berbeda. “Yang tidak menjadi urusan daerah adalah urusan keagamaan, sedangkan urusan pendidikan sudah menjadi urusan wajib pemerintahan daerah.”<br />Ditegaskan pula, “Seharusnya pemerintah daerah tetap memberikan alokasi dana APBD yang seimbang kepada sekolah-sekolah negeri dan sekolah-sekolah yang berbasis keagamaan.” Sehingga tidak menimbulkan keresahan dan menjaga keberlangsungan proses belajar-mengajar di tiap-tiap daerah.<br />Surat itu segera diimplementasikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk meredam aksi mogok para guru madrasah. Namun disinyalir banyak daerah lain tidak mau merujuknya, karena surat itu hanya ditandatangani direktur jenderal. Perlu ada ralat langsung dari Mendagri. Tarik-menarik di balik layar pun masih berlangsung kencang.<br />Maka, pada Juni 2007, Mendagri ad interim Widodo AS (karena Moh. Ma’ruf sakit) membuat Peraturan Mendagri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2008. Peraturan ini menekankan dilarangnya diskriminasi dalam alokasi anggaran: “Dalam mengalokasikan belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan.”<br />Empat bulan kemudian, Oktober 2007, lahir PP 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan tadi. “Dasar hukum dukungan APBD pada pendidikan keagamaan, seperti pesantren dan diniyah, sebenarnya sudah sangat kuat,” kata Amin Haedari, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag.<br />Namun Amin mengaku masih saja ada daerah yang bertanya, minta kepastian, tentang boleh tidaknya APBD membiayai sekolah agama. “Baru-baru ini, ada DPRD dari Bangka Belitung yang juga bertanya,” kata birokrat yang banyak membuat terobosan pemberdayaan pesantren itu. Pasca-keluarnya PP itu, semestinya politik anggaran untuk pendidikan keagamaan lebih mulus berjalan.<br />Tapi mantan Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR, Masduki Baidlowi, menilai diskriminasi anggaran daerah sampai saat ini masih berlangsung. Diskriminasi itu bukan hanya dalam bentuk tidak dialokasikannya anggaran sama sekali. Ada yang memberi alokasi tapi dengan jumlah yang tidak sebanding dengan pendidikan umum. “Itu juga diskriminasi,” katanya.<br />Masduki menyebut kasus tunjangan guru di DKI Jakarta. Guru di lingkungan Depdiknas mendapat tunjangan Rp 2,5 juta sebulan. Tapi guru madrasah hanya memperoleh Rp 500.000. “Semestinya justru dilakukan kebijakan afirmatif. Perbandingannya, tiga buat madrasah, dua buat sekolah umum,” katanya. “Karena dari awal posisi sarana-prasarana madrasah sudah tertinggal jauh.”<br />Seretnya alokasi anggaran buat pendidikan keagamaan di tingkat dearah mendorong perencana anggaran tingkat pusat lebih meningkatkan pasokan anggaran. Gelontoran anggaran yang paling besar sejak akhir 2007 adalah diberikannya tunjangan untuk 501.000 guru non-PNS yang mengajar di semua jenjang sekolah agama Islam. Mulai tingkat RA sampai aliyah. Tiap bulan, per orang memperoleh Rp 200.000. Total dalam setahun Rp 1,2 trilyun.<br />“Ini sudah menjadi tunjangan tetap tiap tahun,” ujar Achmad Djunaidi, Kepala Biro Perencanaan Depag. “Karena banyak guru swasta di madrasah yang sudah mengajar belasan tahun tapi dengan imbalan di bawah Rp 100.000 sebulan.” Tidak mudah, katanya, mengupayakan golnya alokasi tunjangan ini.<br />Namun, seberat-beratnya memperjuangkan anggaran, menurut Djunaidi, ada hal lanjutan yang jauh lebih penting dan berat. “Yaitu memastikan bantuan pendidikan itu tepat sasaran,” katanya. “Semua orang tahu, birokrasi kita masih korup.” Alokasi dana buat murid dan guru harus betul sampai di tangan mereka. “Jangan sampai mengendap di kantong ketua yayasan atau kepala sekolah,” ujarnya.welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-15448720002460218122009-03-19T07:35:00.000-07:002009-03-19T07:39:43.325-07:00Peran Ayah dalam Pendidikan Anak Usia DiniKabarIndonesia - Resolusi 47/237 Sidang Umum PBB pada tanggal 20 September 1993, memutuskan bahwa setiap tanggal 15 Mei tiap tahunnya akan diperingati sebagai Hari Keluarga Internasional. Setiap tahunnya, dipilih tema-tema yang menjadi fokus kampanye dan aksi pada tahun itu. Tema untuk tahun 2008 ini adalah ” Ayah dan Keluarga: Tanggung Jawab dan Tantangan”. Sebuah tema yang unik dan benar-benar menantang, karena biasanya pembahasan tentang keluarga lebih menitikberatkan pada ibu dan anak . Menurut Eric Olson dari Divisi Kebijakan dan Pembangunan Sosial, Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB, tema ini dipilih dengan penekanan pada peran ayah dalam keluarga dan pentingnya tanggung jawab dan tantangan yang menyertainya. Ayah dan Keluarga Saat ini, keluarga-keluarga di dunia sedang mengalami banyak perubahan, mulai perubahan dari kehidupan berkeluarga besar menjadi keluarga inti, meningkatnya jumlah wanita (termasuk ibu) dalam dunia kerja, meningkatnya angka cerai-kawin, meningkatnya jumlah kelahiran tanpa pernikahan, meningkatnya jumlah wanita sebagai orang tua tunggal dan kepala rumah tangga, serta jumlah ayah yang tinggal jauh dari keluarga. Fenomena-fenomena tersebut, menurunkan peran ayah dalam keluarga sebagai pendidik, kepala rumah tangga, dan pencari nafkah dalam keluarga. Meningkatnya angka perceraian, membuat banyak wanita terpaksa mengambil peran ayah bagi anak-anaknya. Efek yang terjadi biasanya menyangkut lemahnya capaian kebutuhan finansial bagi keluarga, yang seringkali berpengaruh pada perkembangan anak bahkan tidak jarang berujung pada terlibatnya anak pada kriminalitas. Sisi lain adalah meningkatnya jumlah ayah yang menjadi pekerja migran, seperti yang dialami para TKI kita di Taiwan, Malaysia atau Saudi Arabia. Tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi membuat para ayah terpaksa bekerja jauh dari keluarga dalam waktu lama. Selain efek terhadap perkembangan jiwa anak, tidak jarang fenomena ini membuat banyak masalah dalam keluarga. Banyak diantara para ayah pekerja migran ini berperilaku seks bebas, sehingga ini juga meningkatkan risiko penularan HIV/AIDS. Hal ini menjadi hal yang juga dipikirkan oleh UNFPA (United Nations Population Fund) yang memilih tema “Ayah Pekerja” pada peringatan Hari Populasi Dunia tahun 2007 lalu, dengan mengkampanyekan tanggung jawab ayah selain bekerja bagi keluarga adalah antara lain mendukung istri hamil, merawat bayi-bayinya, mendidik anak termasuk anak perempuan dan berbagi untuk menjadi orang tua bagi anak-anaknya. Tidak bisa dipungkiri begitu besar peran ayah dalam keluarga. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengembalikan peran ayah dalam keluarga ini, dengan berbagai kebijakan yang mendukung hal tersebut. Pendidikan berkeluarga bagi pasangan pra nikah, pendidikan bagi orang tua sebagai guru bagi anak-anaknya (parents as a teacher/PAT), bahkan usaha untuk menciptakan peluang kerja yang kondusif di dalam negeri adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh negara. Ayah dan ASI Salah satu hal sederhana yang sering terlupakan adalah penjagaan ayah terhadap istrinya yang berstatus sebagai ibu hamil (bumil) dan ibu menyusui (busui). Perawatan janin selama kehamilan bukan saja tanggung jawab istri, namun juga suami. Begitupun tanggung jawab untuk memberikan air susu ibu eksklusif (ASIX) bagi bayinya adalah juga tanggung jawab ayah. Mendapatkan ASIX adalah hak anak, dan dengan begitu besarnya manfaat ASIX, yang tidak bisa tergantikan oleh susu formula (sufor), maka penjagaan atas terpenuhinya kebutuhan tersebut menjadi penting. Komitmen ayah dan ibu menjadi penting untuk dibuat. Termasuk momen yang justru sering terlewatkan adalah pemberian ASIX yang sarat kolostrum pada bayi yang baru lahir (newborn baby). Masih terdapat fenomena pemberian sufor oleh dokter/bidan/perawat kepada bayi baru lahir, padahal sang ibu mampu untuk memberikan ASI-nya. Ketidakpahaman dan kadang juga karena motivasi bisnis praktisi kesehatan, sering memaksa bayi baru lahir mengkonsumsi sufor, padahal bisa jadi sang orang tua bayi sudah memiliki rencana untuk memberikan ASIX pada buah hatinya. Ketidakpahaman itu seringkali mendapatkan justifikasi ketika sang ibu memiliki masalah dengan belum keluarnya ASIX, padahal bayi baru lahir mampu menunggu disusui hingga lebih dari satu hari. Ketika sang ibu masih tergolek setelah melahirkan, disinilah peran ayah untuk menjaga agar bayinya mendapatkan hanya ASIX. Pengaturan peredaran sufor via peraturan pemerintah seperti yang dilakukan oleh Pemda Sulawesi Selatan dan Klaten adalah hal yang baik, termasuk dalam hal ini menyiapkan fasilitas nursery ditempat umum atau di tempat kerja, adalah kebijakan yang harus didukung dan dikembangkan. Di Taiwan, setiap tempat umum terdapat fasilitas nursery room yang bagus. Termasuk dalam hal ini adalah kebijakan cuti bagi ibu menyusui. Di Inggris, terdapat peraturan yang melarang penitipan bayi dibawah usia 9 bulan, dan pemberian cuti melahirkan bagi para wanita pekerja hingga 9 bulan. Swedia bahkan tidak hanya memberikan ibu, namun juga ayah pekerja yang memiliki bayi hingga 12 bulan dan masih memberikan 80 persen gaji. Singapura sejak zaman Lee Kwan Yew memberikan subsidi pada ibu-ibu hamil dan menyusui agar mendapatkan asupan yang cukup dan bergizi. Bagi para orang tua Indonesia, seraya menunggu lahirnya kebijakan yang berpihak pada investasi pembangunan SDM sejak dini ini, adalah tanggung jawab ayah untuk mengalihkan alokasi dana untuk pembelian susu formula dengan memberikan asupan gizi yang cukup pada ibu menyusui, sehingga ASIX bisa diberikan pada bayi baru lahirnya. Ayah dan PendidikanSetelah merawat bayinya, pada masa pertumbuhan sang anak, peran ayah untuk memberikan pendidikan secara berjenjang pada anak-anaknya adalah tanggung jawab yang mulia. Memberikan pendidikan agama dan budi pekerti, mengembangkan psikologi yang sehat bagi anak, pengembangan kognitif dan motorik anak usia dini, menyiapkan pendidikan dasar, menengah hingga tinggi harus disiapkan oleh ayah dengan sebaik-baiknya. Tidak benar merasa cukup dengan menyekolahkan anak mulai TK hingga PT, dan melepaskan diri dari tanggung jawab pendidikan. Dari keluargalah anak dibentuk, digembleng dan diarahkan. Jika keluarga rusak, maka rusaklah anak, dan sebaliknya. Peran ayah sebagai kepala keluarga yang baik akan mengantarkan terbentuknya generasi penerus yang tidak saja kuat intelegensinya, namun juga terampil dan memiliki kemampuan afektif yang bagus. Selamat berjuang kepada para ayah untuk mewujudkannya.***welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-87634629619638919902009-03-19T07:34:00.000-07:002009-03-19T07:35:24.408-07:00Mengapa PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)KALAU kita singkap apa yang tersirat pada Undang-Undang Khusus yang mengatur tentang anak yaitu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 53 ayat (1): Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga tidak mampu, anak telantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.<br />Apa sebenarnya dampak dan implikasi undang-undang itu bahwa anak dari keluarga tidak mampu akan mendapatkan biaya pendidikan secara cuma-cuma dari pemerintah. Permasalahannya, bagaimana pemerintah menyosialisasikan dan membuat masyarakat mudah mengaksesnya. Undang-Undang tersebut sudah semestinya diimplementasikan, dan tentunya kita tidak akan menemukan lagi anak-anak yang tidak mampu, anak-anak terlantar dan anak-anak yang tinggal di daerah yang tidak mengecap pendidikan.<br />Salah satu upaya kongkrit yang mungkin dapat dilakukan adalah menggalakkan keberadaan apa yang dikenal dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pendidikan semacam ini dapat dilakukan dengan tidak mengenal tempat dan lokasi, apakah di perkotaan maupun di pedesaan. Program ini bisa saja dalam bentuk lembaga formal dan dimungkinkan pula dalam bentuk lembaga non formal.Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sedang digalakkan di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Pendidikan anak memang harus dimulai sejak dini, agar anak bisa mengembangkan potensinya secara optimal. Anak-anak yang mengikuti PAUD menjadi lebih mandiri, disiplin, dan mudah diarahkan untuk menyerap ilmu pengetahuan secara optimal.<br />Ada kajian yang menyatakan bahwa anak-anak yang sebelumnya memperoleh PAUD akan sangat berbeda dengan anak-anak yang sama sekali tidak tersentuh PAUD baik informal maupun nonformal. Ibarat jalan masuk menuju pendidikan dasar, PAUD memuluskan jalan itu sehingga anak menjadi lebih mandiri, lebih disiplin, dan lebih mudah mengembangkan kecerdasan majemuk anak.Dampak dari itu, ada berbagai daerah yang sudah mengeluarkan kebijakan mulai tahun ajaran baru pemerintah mengisyaratkan anak masuk SD harus memiliki surat tanda tamat melalui TK. Anjuran tersebut harus dipertimbangkan jika pemerintah ingin menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Dari hasil observasi di beberapa MI dan SD, tingkat drop out anak-anak SD yang tidak melalui TK lebih tinggi dari pada anak-anak yang melalui TK. Pemerintah harus memikirkan akibat yang ditimbulkan. Kesenjangan pasti terjadi.<br />Konsep bermain sambil belajar serta belajar sambil bermain pada PAUD merupakan pondasi yang mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih beragam. Kebijakan pemerintah kabupaten akan ikut menentukan nasib anak serta kualitas anak di masa depan.Masa depan yang berkualitas tidak datang dengan tiba-tiba, oleh karena itu lewat PAUD kita pasang pondasi yang kuat agar di kemudian hari anak bisa berdiri kokoh dan menjadi sosok manusia yang berkualitas.<br />Di samping pemerintah, masyarakat adalah komunitas yang sangat berperan untuk mengembangkan PAUD. Jika kendalanya masalah biaya, masyarakat dalam hal ini lembaga penyelenggara PAUD bisa menyiasatinya dengan mereduksi biaya melalui kreativitas membuat alat peraga sendiri, menghilangkan kewajiban seragam.welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-84960264595107625922009-03-19T07:33:00.000-07:002009-03-19T07:34:12.695-07:00Tutor Pendidikan Anak Usia DiniBerkembangnya pelayanan pendidikan anak usia dini (PAUD) membutuhkan banyak tutor kompeten untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak berusia 0-6 tahun. Seiring kebijakan pemerintah menyelenggarakan rumah pintar yang tersebar di seluruh penjuru desa/kelurahan, kegiatan PAUD makin mendapat tempat dalam masyarakat. Gaung pun bersambut antara pemerintah dan masyarakat. Upaya pemerintah dan LSM peduli anak memfasilitasi penyediaan alat permainan edukatif (APE), pelatihan guru, bantuan seragam anak-anak, bahkan pembangunan gedung PAUD, mendorong masyarakat kian sadar pentingnya PAUD sebagai bagian pendidikan anak-anak.Di samping PAUD modern yang dikelola lembaga-lembaga yang mapan, di kalangan rakyat bawah juga mulai dikembangkan PAUD berbasis masyarakat untuk masyarakat kalangan bawah yang tidak mampu mengakses PAUD modern. PAUD berbasis masyarakat konsepnya amat sederhana. Jangan dulu bicara kualitas ketika membicarakan pendidikan untuk masyarakat bawah. Ketersediaan akses merupakan jawaban yang tepat bagaimana anak-anak yang berasal dari kalangan miskin memperoleh pendidikan.Dewasa ini disadari, pendidikan yang diberikan sedini mungkin berdampak amat positif dalam tumbuh kembang anak. Usia 0-6 tahun adalah usia emas pertumbuhan dan perkembangan. Dengan kata lain, pendidikan yang diberikan semenjak dini akan sangat menentukan pada masa-masa selanjutnya. Masa anak usia dini adalah masa yang sangat strategis dengan memberikan rangsangan yang tepat. Rangsangan-rangsangan itu termasuk pemberian perawatan-perawatan yang sifatnya medis, kemudian memberikan gizi, kecerdasan, serta tempat bermain yang tepat kepada anak agar anak itu cerdas secara komplet, bukan hanya dalam aspek intelektual. Tak mengherankan perbaikan gizi dalam masyarakat cukup efektif melalui lembaga-lembaga PAUD. PAUD berbasis masyarakat yang dikembangkan sebuah LSM di Kelurahan Tandang dan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, di samping diisi kegiatan permainan dan rangsangan edukatif juga diselipi kegiatan makan bersama sebagai sarana perbaikan gizi. Dan terbukti, makan bersama tidak hanya memberi manfaat bahwa gizi anak makin membaik, tetapi juga anak belajar makan bersama orang lain. Pendamping juga dapat mengajarkan keterampilan berbagi kepada peserta didik. Dan terbukti, anak-anak yang mengikuti PAUD perkembangan individu dan sosialnya melampaui anak-anak lain yang tidak mengikuti PAUD. Sosialisasi Terlambat Indonesia memang terlambat dalam mensosialisasikan program PAUD. Program ini baru secara serius digarap pada tahun 2005. Jadi wajar manakala perkembangannya belum sampai pada taraf yang memuaskan. Meski begitu, upaya pemerintah menyebarluaskan PAUD dan kesadaran masyarakat belum diimbangi dengan insentif memadai, selain juga belum diimbangi de-ngan kesiapan tutor untuk mendidik anak. Sebagian besar PAUD masih atas inisiatif dan prakarsa masyarakat. Pertama, banyak tutor kegiatan PAUD diambil dari ibu rumah tangga setempat. Ini memberi kesan “yang penting berjalan dahulu”, masalah latar belakang pendidikan cenderung diabaikan. Dengan demikian mereka membutuhkan serangkaian pelatihan yang memadai agar mampu mengasuh anak-anak. Ini pun membawa masalah karena banyak ibu senang mengajar karena biasanya dipaketkan dengan kegiatan PKK kampung dan kader kesehatan. Namun, mereka kadang malas mengikuti pengembangan diri melalui serangkaian pelatihan yang memaksa mereka duduk lama dalam kelas untuk menyerap materi pembelajaran. Mereka lebih menyukai pelatihan praktis seperti beyond center cyrcle time (BCCT) yang langsung dapat diterapkan dalam kelas. Ketika belakangan ini ada syarat bahwa tutor PAUD minimal berpendidikan sarjana (S-1) atau D-4, timbul masalah apakah para sarjana pendidikan itu mau bekerja untuk PAUD berbasis masyarakat yang insentifnya saja habis untuk membeli bensin. Mendidik PAUD sebenarnya tidak hanya berdasar minat saja. Untuk melatih anak-anak bermain, berinteraksi dengan orang lain ternyata pengalaman sebagai ibu rumah tangga yang mengasuh anaknya sendiri di rumah belum cukup. Perlu kreativitas agar suasana kelas menjadi hidup sehingga anak-anak kerasan dalam proses pembelajaran. Tentu saja, PAUD berbasis masyarakat ini tertinggal jauh dalam hal kualitas dari PAUD-PAUD yang profesional, yang diselenggarakan oleh lembaga yang sudah berpengalaman. Sebagai upaya memperluas jangkauan akses pendidikan, penyelenggaraan PAUD sudah amat menolong. Dan kelebihan PAUD berbasis masyarakat berada di tengah-tengah masyarakat sehingga menjadi milik masyarakat. Kebutuhan dan pengembangan dapat didiskusikan bersama warga masyarakat. Kesejahteraan TutorKedua, manajemen PAUD berbasis masyarakat belum dikelola secara memadai. Misalnya, soal penilaian atau evaluasi peserta didik, kenaikan jenjang belum mempergunakan standar yang baku. Mereka menjadikan PAUD sebagai karya sosial di sela-sela kegiatan mengurus rumah tangga. Kebanyakan juga tidak didukung oleh lembaga yang kredibel dalam pendidikan. Oleh karena itu, mereka tidak berkelanjutan kalau kelak lembaga donor atau pemerintah yang selama ini menopangnya menarik dukungan. Tidak tersedianya alat evaluasi atau monitor menyebabkan perkembangan anak tahap demi tahap kurang terpantau. Para tutor jika tidak memiliki referensi mengenai perkembangan peserta didiknya, padahal dengan sering mengadakan evaluasi akan diperoleh informasi untuk mengembangkan mutu ajar pada pembelajaran berikutnya. Minimnya pengetahuan dan pelatihan menyebabkan adanya PAUD yang sudah mengajari anak-anaknya membaca, bukan sekadar bermain. Ketiga, terbatasnya referensi pengajaran PAUD menyebabkan kreativitas pengajaran menjadi amat sempit. Lalu sangat mudah mereka kehabisan bahan pembelajaran yang berakibat kegiatan yang diberikan cenderung monoton. Anak-anak cepat bosan dengan pembelajaran yang diulang-ulang. Keempat, rendahnya insentif yang diberikan kepada para guru PAUD. Tahun ini dari 188.834 tutor PAUD baru sekitar 30.000 yang mendapatkan insentif dari pemerintah. Besaran insentif juga tidak seberapa, hanya Rp 100.000 per bulan, yang sama sekali tidak menunjang pengembangan tutor yang bersangkutan. Rendahnya insentif menyebabkan peminat menjadi tutor kurang berkembang, bahkan cenderung dianggap kegiatan sambilan belaka. Jika pemerintah serius (baca: Depdiknas), mestinya PAUD berbasis masyarakat di garda depan mendapatkan perhatian yang lebih serius. Ingar-bingar tunjangan fungsional guru dan dosen ironisnya tidak menyentuh kesejahteraan pada tutor PAUD. Yang jelas, menjadi kebutuhan besar untuk makin memanusiakan guru PAUD tidak hanya dari sisi anggaran yang kian memadai, tetapi juga dukungan kebijakan yang bermuara pada penyediaan tutor yang memadai, bahan ajar yang lengkap, dan kebutuhan lain yang diperlukan.welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-59123544350285567482009-03-19T07:31:00.000-07:002009-03-19T07:33:08.743-07:00Ibuku Guruku (Metode Home Schooling Group, Alternatif Model Pendidikan Anak Usia Dini)Keluarga Samara. Hasil penelitian neurologi dan kajian pendidikan anak usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing dalam percaturan dunia yang mengglobal pada milenium ke tiga ini. Di samping itu, Rasulullah SAW bersabda uthlubul’ilma minalmahdi ilal lakhdi yang artinya “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”.<br />Hadits tersebut menekankan betapa pentingnya seseorang belajar sedini mungkin. Tentu kesadaran akan perlunya belajar sejak usia dini ini tidak muncul dari si bayi yang ‘belum bisa apa-apa’, namun dimulai dari kesadaran orang tuanya untuk memberikan pembelajaran-pembelajaran kepada anaknya sejak dini. Karena pada dasarnya, ketika seorang manusia telah terlahir ke dunia ini, ia telah dilengkapi berbagai perangkat seperti panca indera dan akal untuk menyerap berbagai ilmu.<br />Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan usia dini. Sejak dini anak harus diberikan berbagai ilmu (dalam bentuk berbagai rangsangan/stimulan). Mendidik anak pada usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan membekas selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat membekas hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.<br />Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan anak usia dini terus dilakukan, namun data membuktikan dari 28 juta anak usia 0-6 tahun, sebanyak 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkan layanan pendidikan, baik secara formal maupun non-formal. Khusus anak usia prasekolah, akses layanan pendidikan anak usia dini masih rendah (sekitar 20.0%). Artinya sebanyak 80.0% lainnya belum terlayani di pusat-pusat pendidikan anak usia dini. Kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan juga terjadi (Jalal 2002). Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dkk. di penghujung tahun 2004 dan awal tahun 2005 di Pulau Jawa, bahwa sebagian besar (86.3% di pedesaan dan 73.2% di perkotaan) anak usia prasekolah belum mengakses program-program pendidikan yang ada baik di jalur formal maupun non formal.<br />Penyebabnya karena masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan khusus untuk usia dini. Selain itu mahalnya biaya pendidikan, semakin menyulitkan anak-anak untuk mendapatkan kesempatan belajar, terutama untuk anak usia dini. Masyarakat secara umum tidak mampu menjangkaunya. Sebagai contoh ada sekolah di Jakarta menarik uang pendaftaran untuk jenjang prasekolah Rp 15 juta di luar uang bulanan Rp 1 juta. Dengan biaya sebesar itu tentunya hanya anak-anak dari kalangan tertentu saja yang mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang ”bermutu”.<br />Padahal keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini, tidak harus dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu, adalah SDM yang sangat berpotensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali menjalin interaksi; memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewat. Ibu adalah orang pertama yang menjadi teladan bagi anak, karena ialah orang terdekat anak. Ibulah yang mampu menerapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak memiliki waktu bersama anak. Ibu adalah yang paling berambisi menyiapkan anak yang sholeh, karena baginya hal tersebut menjadi investasi terbesar untuk akhirat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan yang sempurna.<br />Peluang Ibu menjadi guru bagi anak-anak usia dini sangat besar sekali. Masih banyak Ibu-Ibu yang ada di negeri ini tidak bekerja dan mengurus anak-anaknya secara langsung. Bila Ibu yang menjadi guru maka biaya pendidikan yang dikeluarkan tidaklah besar, karena Ibu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik dilakukan di dalam rumah dengan waktu yang disesuaikan dengan kondisi anak dan Ibu. Berbeda dengan memasukkan anak ke dalam sekolah, mereka terikat dengan jadwal belajar tertentu. Ibu pun harus mengeluarkan biaya yang mahal. Menjadikan Ibu sebagai guru dan melaksanakan proses pendidikan dengan metode kelompok belajar bersama di rumah, itulah yang dijalankan dalam program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group.<br />Mengapa pendidikan anak usia dini dilakukan di rumah?<br />Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat anak. Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas, dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan. Disinilah peran ibu menjadi sangat penting, karena tugas utama ibu sebetulnya adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur.<br />Anak juga dapat mengenal ciptaan Allah melalui berbagai macam makhluk hidup yang ada di sekitar rumah, mendengarkan ibu membaca doa-doa, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dan cerita para Nabi dan sahabat dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. Oleh sebab itu rumah merupakan lingkungan yang tepat dalam menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini seperti yang dilakukan semasa pemerintahan Islam, bahwa pendidikan untuk anak-anak di bawah tujuh tahun dibimbing langsung oleh orang tuanya.<br />Al-Abdary dalam kitab Madkhalusi asy-Syar’i asy-Syarif mengkritik para orang tua dan wali yang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada usia kurang dari tujuh tahun. Ia mengatakan:“Dahulu para leluhur kita yang alim mengirimkan putera-puteranya ke Kuttab/sekolah tatkala mereka mencapai usia tujuh tahun. Sejak usia tersebut orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya mengenal shalat dan akhlak yang mulia. Akan tetapi saat ini amat disesalkan bahwa anak-anak zaman sekarang menuntut ilmu pada usia yang masih rawan (4-5) tahun. Para pengajar hendaknya hati-hati mengajar anak-anak usia rawan ini, karena dapat melemahkan tubuh dan akal pikirannya”.<br />Metode home schooling group ini dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat karena dalam pelaksanaannya bersifat dinamis, dapat bervariasi sesuai dengan keadaan sosial ekonomi orang tua. Keterlibatan orang tua (ibu) dalam home schooling group sangat dominan dan jarak tempuh anak ke kelompok-kelompok home schooling dapat ditempuh anak dengan berjalan kaki (maksimal 1 km). Hal demikian menjadikan keunggulan dari home schooling (murah, ibu dekat dengan anak, dan dinamis). Mengapa harus dalam bentuk grup atau kelompok ? Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep sosialisasi pada anak, membangun ukhuwwah Islamiyah di kalangan Ibu disamping dapat meringankan beban ibu dan upaya memperbaiki lingkungan masyarakat<br />Kurikulum home shcooling group diharapkan dapat mencerminkan kegiatan untuk membangun kemampuan kepribadian anak dan kemampuan ilmu Islam/tsaqofah (mencakup materi aqidah, bahasa arab, Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqh, siroh nabi dan sejarah kaum muslimin) dan membangun kemampuan keterampilan sainteks (kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik halus, seni, kemandirian dan sosial emosional). Kegiatan tersebut dilakukan dengan metode pengajaran bermain sambil belajar melalui keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan. Pendekatan pembelajaran dalam home schooling group haruslah berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak, menggunakan pendekatan tematik, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif dan mengembangkan kemampuan hidup.<br />Peran Ibu sebagai pendidik pertama dan utama, tidak hanya dalam rangka mendidik anak-anaknya semata. Hal ini disebabkan, anak-anaknya berinteraksi dengan anak orang lain di lingkungannya. Anak kita membutuhkan teman untuk belajar bersosialisasi dan berlatih menjadi pemimpin. Kesadaran kita sebagai seorang muslim yang peduli dengan kondisi masyarakatnya akan menumbuhkan rasa tanggungjawab untuk turut mendidik anak-anak lain sebagai generasi penerus umat. Sehingga Ibu tidak cukup mendidik anak sendiri, tetapi juga perlu mendidik anak-anak lain bersama ibunya yang ada di lingkungannya.<br />Kesamaan visi dan misi dalam mendidik anak di kalangan orangtua sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan aktivitas belajar yang efektif dan efisien. Seringkali selama ini orang tua menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan pendidikan anak-anak (termasuk usia dini) kepada sekolah dan guru. Orangtua seharusnya menyadari bahwa kewajiban untuk mendidik anak tidaklah hilang dengan menyekolahkan mereka. Orangtua pun perlu mengkaitkan proses belajar di sekolah dengan di rumah sehingga target pendidikan dapat dicapai.<br />Menjadi guru bagi anak-anak usia dini, tidaklah berarti Ibu mendidik anaknya secara individual, namun dapat dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan para orangtua (Ibu) yang ada di sekitar lingkungannya menjadi team pengajar (guru). Sistem kelompok belajar dalam bentuk grup, selain menumbuhkan kebersamaan dan melatih anak dalam bersosialisasi juga menyuburkan persaudaraan dan kedekatan diantara orangtua sehingga memudahkan memberikan penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dari anak-anak tersebut. Dengan demikian anak-anak usia dini mendapatkan pelajaran dalam bentuk kelompok dan akan melanjutkan pelajaran mereka di rumah bersama ibunya masing-masing.welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-66229112137534289682009-03-19T07:29:00.000-07:002009-03-19T07:31:22.267-07:00Pendidikan Anak Usia DiniUndang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa "warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus" (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa "setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya" (pasal 12, ayat 1b). Hal ini pasti merupakan berita yan gmenggembirakan bagi warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat kecerdasan yang istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya.Banyak referensi menyebutkan bahwa di dunia ini sekitar 10 – 15% anak berbakat dalam pengertian memiliki kecerdasan atau kelebihan yang luar biasa jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kelebihan-kelebihan mereka bisa nampak dalam salah satu atau lebih tanda-tanda berikut:<br />Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ diatas 120.<br />Bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidang bahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.<br />Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.<br />Kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.<br />Prestasi-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari, lukis, dan lain-lain.<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimuodexqAdngJhFxnQEe1wyEnMKW7qCuqn1WgKr9PWZMzTl8Cn3fSre2WHay03MId2PvCa3yXr2NdRKU204sVEqdqvzgpbzu6eEC2FHccCjUQjha5s2Sj2tU3YwSnAe04FmJx6NHaiEuOa/s1600-h/ultah+015.jpg"></a><br />Pada zaman modern ini orang tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh sebab itu tidak mengherankan pula bahwa semakin banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat memasukkan anaknya ke sekolah sejak usia dini. Mereka sangat berharap agar anak-anak mereka "cepat menjadi pandai." Sementara itu banyak orang tua yang menjadi panik dan was-was jika melihat adanya gejala-gejala atau perilaku-perilaku anaknya yang berbeda dari anak seusianya. Misalnya saja ada anak berumur tiga tahun sudah dapat membaca lancar seperti layaknya anak usia tujuh tahun; atau ada anak yang baru berumur lima tahun tetapi cara berpikirnya seperti orang dewasa, dan lain-lain. Dapat terjadi bahwa gejala-gejala dan "perilaku aneh" dari anak itu merupakan tanda bahwa anak memiliki kemampuan istimewa. Maka dari itu kiranya perlu para guru dan orang tua bisa mendeteksi sejak dini tanda-tanda adanya kemampuan istimewa pada anak agar anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan isitimewa seperti itu dapat diberi pelayanan pendidikan yang memadai.<br /><br /><a style="FONT-WEIGHT: bold" href="http://daftarhargapaud.blogspot.com/2007/06/daftar-harga-program-pendidikan-anak.html">Informasi Harga Program</a><br />Tanda-tanda Umum Anak BerbakatSejak usia dini sudah dapat dilihat adanya kemungkinan anak memiliki bakat yang istimewa. Sebagai contoh ada anak yang baru berumur dua tahun tetapi lebih suka memilih alat-alat mainan untuk anak berumur 6-7 tahun; atau anak usia tiga tahun tetapi sudah mampu membaca buku-buku yang diperuntukkan bagi anak usia 7-8 tahun. Mereka akan sangat senang jika mendapat pelayanan seperti yang mereka harapkan.Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, kalau sedang bermain seperti anak seusianya, tetapi kalau membaca seperti anak berusia 10 tahun, kalau mengerjakan matematika seperti anak usia 12 tahun, dan kalau berbicara seperti anak berusia lima tahun. Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat guru di sekolah mengalamai kesulitan, bahkan sering merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi "kehausan" akan informasi.Di kelas-kelas Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: tulsiannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru mengajar, terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yan gtidak diajarkan di kelas. Tulisan anak berbakat sering kurang teratur karena ada perbedaan perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman, pikiran) dan perkembangan motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk menulis. Perkembangan pikirannya jauh ebih cepat daripada perkembangan motoriknya. Demikian juga seringkali ada perbedaan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara agak gagap karena pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di mulutnya.<br /><br /><a style="FONT-WEIGHT: bold; COLOR: rgb(51,51,255)" href="http://daftarhargapaud.blogspot.com/2007/06/daftar-harga-program-pendidikan-anak.html">Informasi Harga Program</a><br />Pelayanan bagi Anak BerbakatMengingat bahwa anak berbakat memiliki kemampuan dan minat yang amat berbeda dari anak-anak sebayanya, maka agak sulit jika anak berbakat dimasukkan pada sekolah tradisional, bercampur dengan anak-anak lainnya. Di kelas-kelas seperti itu akan terjadi dua kerugian, yaitu: (1) anak berbakat akan frustrasi karena tidak mendapat pelayanan yang dibutuhkan, dan (2) guru dan teman-teman kelasnya akan bisa sangat terganggu oleh perilaku anak berbakat tadi.Beberapa kemungkinan pelayanan anak berbakat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:1) Menyelenggarakan program akselerasi khusus untuk anak-anak berbakat. Program akselerasi dapat dilakukan dengan cara "lompat kelas", artinya anak dari Taman Kanak-Kanak misalnya tidak harus melalui kelas I Sekolah Dasar, tetapi misalnya langsung ke kelas II, atau bahkan ke kelas III Sekolah Dasar. Demikian juga dari kelas III Sekolah Dasar bisa saja langsung ke kelas V jika memang anaknya sudah matang untuk menempuhnya. Jadi program akselerasi dapat dilakukan untuk: (1) seluruh mata pelajaran, atau disebut akselerasi kelas, ataupun (2) akselerasi untuk beberapa mata pelajaran saja. Dalam program akselerasi untuk seluruh mata pelajaran berarti anak tidak perlu menempuh kelas secara berturutan, tetapi dapat melompati kelas tertentu, misalnya anak kelas I Sekolah Dasar langsung naik ke kelas III. Dapat juga program akselerasi hanya diberlakukan untuk mata pelajaran yang luar biasa saja. Misalnya saja anak kelas I Sekolah Dasar yang berbakat istimewa dalam bidang matematika, maka ia diperkenankan menempuh pelajaran matematika di kelas III, tetapi pelajaran lain tetap di kelas I. Demikian juga kalau ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat maju dalam bidang bahasa Inggris, ia boleh mengikuti pelajaran bahasa Inggris di kelas V atau VI.2) Home-schooling (pendidikan non formal di luar sekolah). Jika sekolah keberatan dengan pelayanan anak berbakat menggunakan model akselerasi kelas atau akselerasi mata pelajaran, maka cara lain yang dapat ditempuh adalah memberikan pendidikan tambahan di rumah/di luar sekolah, yang sering disebut home-schooling. Dalam home-schooling orang tua atau tenaga ahli yang ditunjuk bisa membuat program khusus yang sesuai dengan bakat istimewa anak yang bersangkutan. Pada suatu ketika jika anak sudah siap kembali ke sekolah, maka ia bisa saja dikembalikan ke sekolah pada kelas tertentu yang cocok dengan tingkat perkembangannya.3) Menyelenggarakan kelas-kelas tradisional dengan pendekatan individual. Dalam model ini biasanya jumlah anak per kelas harus sangat terbatas sehingga perhatian guru terhadap perbedaan individual masih bisa cukup memadai, misalnya maksimum 20 anak. Masing-masing anak didorong untuk belajar menurut ritmenya masing-masing. Anak yang sudah sangat maju diberi tugas dan materi yang lebih banyak dan lebih mendalam daripada anak lainnya; sebaliknya anak yang agak lamban diberi materi dan tugas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Demikian pula guru harus siap dengan berbagai bahan yang mungkin akan dipilih oleh anak untuk dipelajari. Guru dalam hal ini menjadi sangat sibuk dengan memberikan perhatian individual kepada anak yang berbeda-beda tingkat perkembangan dan ritme belajarnya.4) Membangun kelas khusus untuk anak berbakat. Dalam hal ini anak-anak yang memiliki bakat/kemampuan yang kurang lebih sama dikumpulkan dan diberi pendidikan khusus yang berbeda dari kelas-kelas tradisional bagi anak-anak seusianya. Kelas seperti ini pun harus merupakan kelas kecil di mana pendekatan individual lebih diutamakan daripada pendekatan klasikal. Kelas khusus anak berbakat harus memiliki kurikulum khusus yang dirancang tersendiri sesuai dengan kebutuhan anak-anak berbakat. Sistem evaluasi dan pembelajarannyapun harus dibuat yang sesuai dengan kebutuhan mereka.<br /><br /><a style="FONT-WEIGHT: bold; COLOR: rgb(255,102,102)" href="http://daftarhargapaud.blogspot.com/2007/06/daftar-harga-program-pendidikan-anak.html">Informasi Harga Program</a><br />Pergaulan Anak BerbakatAnak berbakat seringkali lebih suka bergaul dengan anak-anak yang lebih tua dari segi usia, khususnya mereka yang memiliki keunggulan dalam bidang yang diminati. Misalnya saja ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat suka bermain catur dengan orang-orang dewasa, karena jika ia bermain dengan teman sebayanya rasanya kurang berimbang. Dalam hal ini para orang tua dan guru harus memakluminya dan membiarkannya sejauh itu tidak merugikan perkembangan yang lain.Di dalam keluarga pun oran gtua hendaknya mencarikan teman yang cocok bagi anak-anak berbakat sehingga ia tidak merasa kesepian dalam hidupnya. Jika ia tidak mendapat teman yang cocok, maka tidak jarang orang tua dan keluarga, menjadi teman pergaulan mereka. Umumnya anak berbakat lebih suka bertanya jawab hal-hal yang mendalam daripada hal-hal yang kecil dan remeh. Kesanggupan orang tua dan keluarga untuk bergaul dengan anak berbakat akan sangat membantu perkembangan dirinya.welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-24476681639950253222009-03-19T07:27:00.000-07:002009-03-19T07:29:27.830-07:00Anak Belajar, Negara MembayarSembilan bulan lalu, negeri ini dihebohkan bencana gempa tektonik danbadai tsunami yang melanda Aceh dan Sumatera Utara (Sumut). Tsunami yang ganasitu meluluhlantakkan fasilitas pendidikan. Banyak guru menjadi sahid, anaksekolah menjadi yatim piatu, sekolahnya musnah, peralatan belajar hilang entahke mana. Singkatnya, pendidikan anak terancam kelangsungannya.Jika ditilik dari UU Sistem Pendidikan nasional (UU Sisdiknas), pendidikanyang terjadi atau terbengkalai dalam bencana tsunami, mestinya masuk dalam skemapendidikan layanan khusus. Apakah kita sudah memiliki pendidikan layanan khusus?Ternyata belum. Perintah pembuatan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pendidikanlayuanan khusus yang memayungi pendidikan darurat belum dibuat hingga kini.Pendidikan layanan khusus, bukan cuma ada dalam kasus tsunami. Sebenarnya,sejak lama di pulau-pulau kecil dan terpencil, misalnya di Pulau Bertam,Kepulauan Riau (Kepri), dikenal kelompok masyarakat suku laut.Dalam suatu kesempatan pembicaraan dengan ibu Sri Sudarsono, tokohmasyarakat level nasional yang tinggal di Batam, mengisahkan bagaimana situasiunik yang disandang suku laut. "Mereka suku laut belajar di laut." Demikianantara lain pengalaman kisah Sri Sudarsono mendampingi suku laut yang dituliskandalam bukunya, "Menantang Gelombang - Kehidupan Suku Laut di Pulau BertamPerairan Batam". Sebagian bayi lahir di laut. Lantas segera pula dimandikan airlaut yang asin. Diyakini, air laut berguna sebagai antibody bagi bayi.***Untuk kepentingan terbaik bagi anak-anak, pendidikan dalam kondisibagaimanapun, termasuk keadaan darurat (in emergencies situation), denyutnyamesti terus diselamatkan. Dari laporan pengalaman berbagai situasi darurat,konflik sosial, ataupun konflik bersenjata, pengabaian hak pendidikan anakpaling sering terbukti. UNICEF (Badan PBB untuk Dana Anak-anak) menuliskanbahwa, "In emergencies, children are frequently denied this right". Inilahrasional yuridis (legal reason) mengapa Konvensi PBB tentang Hak Anak (KHA)menghormati hak pendidikan sebagai hak fundamental anak (education is afundamental right of all children).Di samping argumentasi legal formal itu, dalam "Technical Notes: SpecialConsiderations for Programming in Unstable Situations" yang diterbitkan UNICEF,diuraikan beberapa alasan mengapa penting menyediakan akses pendidikan anakdalam situasi krisis.Pertama, pendidikan adalah hal fundamental anak. Kedua, Keadaan daruratadalah etape yang kritis bagi perkembangan anak. Ketiga, pendidikan dapatmembantu anak dalam menghentikan trauma atau efek krisis . Keempat, pendidikandapat membantu perasaan normal anak dan masyarakat.Kelima, lingkungan pendidikan penting bagi anak untuk ditempatkan padalingkungan yang aman. Keenam, pendidikan bagi anak dalam keadaan darurat bergunasebagai medium membangkitkan daya kejuangan anak, membangun solidaritas, danspirit rekonsiliasi. Di samping itu, pendidikan darurat ini relevan untukmembangun partisipasi masyarakat dalam pendidikan anak.Kendati dalam situasi darurat, tidak mengeliminasi penyelenggaraanpendidikan anak yang berkualitas kurang. Anak dalam situasi darurat berhak ataspendidikan dengan kualitas bagus.Pemerintah wajib menyediakan pendidikan yang berkualitas dan nondiskriminasi (vide Pasal 11 ayat 1 UU No 20/2003). Dan, menjamin pendidikan anakyang berbasis kesetaraan kesempatan.Untuk menjamin good quality pendidikan dasar anak dalam situasi daruratitu, masalah kualitas bagus ini meliputi lima aspek kunci. Pertama, pemberipelajaran, yakni memiliki kemampuan dan sehat. Kedua, konten pelajaran, yaknikonten yang relevan, aksesible.Ketiga, proses belajar, yakni proses belajar yang mampu memberdayakan danefektif . Keempat, lingkungan belajar yakni lingkungan belajar yang aman, sehatdan adil. Kelima, hasil pelajaran yakni hasil perolehan yang terukur, relevan,dan mencerminkan dimensi yang sensitif gender.Dengan demikian, upaya pemenuhan hak atas pendidikan dasar anak dalamskema palayanan khusus, mestilah dikelola berbasis kepada kebijakan atauregulasi. Bukan hanya berbasis kepada kebijakan insidental, reaktif atau malahpersonal. Atau bahkan hanya berbasis kepada pesan telepon saja.Beberapa strategi praktis dapat diperoleh dari akumulasipengalaman-pengalaman masyarakat. Pertama, memobilisasi komunitas/ masyarakatuntuk mengupayakan pelayanan pendidikan dasar. Memobilisasi dan mendorong aksidari komunitas/ masyarakat menyelenggarakan pendidikan dasar, menjadi prioritassegera dalam program pendidikan darurat.Kedua, menyiapkan berbagai kesempatan pelatihan bagi guru-guru,para-profesional, dan anggota masyarakat. Pelatihan ini berguna untuk menyiapkanskil dan mentalitas para guru dan pengelola sekolah dalam menghadapi situasidarurat, yang diidentifikasi secara spesifik dan jelas di kawasan sekolahnya.Sehingga langsung bisa diterapkan, diuji-latihkan dan dibiasakan.Ketiga, menjamin pengupayaan segera peralatan dan material untukpendidikan dasar. Belajar dari pengalaman di Somalia ataupun Ruwanda (besamaUNESCO), bisa mengembangkan atau menduplikasi berbagai material, sepertiScholl-in a- Box.Keempat, mengupayakan persetujuan mengenai kurikulum yang relevan,mengggambarkan material yang tersedia dan di mana diperoleh, dan menambahkemampuan dalam menghadapi krisis. Dalam keadaan darurat, dokumen kurikulum danmaterial pendukung pendidikan bisa musnah.Dalam masa bencana atau konflik, kerap pula kurikulum yang biasa atau yangtersedia tidak lagi relevan dengan situasi mental anak didik. Karenanya, perlupengembangan segera material kurikulum yang relevan bagi kebutuhan lokal.Kelima, memajukan konsepsi untuk menciptakan adanya kesempatan rekreasidan bermain bagi anak. Dalam situasi darurat, masa untuk bermain terbatas.Padahal, terapi bermain (playing teraphy) bisa membantu anak ke luar dari traumapsiko-sosial yang dideritanya.Rekreasi dan bermain adalah bagian dari proses pendidikan, dan diperlukanuntuk efektivitas pembelajaran anak. Bermain adalah terapi yang terbukti efektifmengatasi trauma anak pasca bencana ataupun konflik.Keenam, memajukan konsepsi untuk menciptakan rehabilitasi sistempendidikan (yang menyerap pendidikan dalam situasi darurat), sekolah dan ruangankelas. Ketujuh, melakukan advokasi untuk kegiatan pendidikan dan mendorongkordinasi dengan kelembagaan lain.Negara menjadi pendidikan anak, dalam sityasi apapun. Karena sudah menjadiperintah konstitusi kepada pemerintah untuk menciptakan sistem pengajarannasional. Tentunya, dengan mengintegrasikan sub sistem pendidikan layanankhusus, yang diperintahkan UU Sisdiknas.Anak-anak korban tsunami, anak korban konflik sosial, anak di pulauterpencil perbatasan Filipina, anak suku laut di Kepri, anak-anak dipedalamangunung Jayawijaya, atau anak suku Kubu, tetap berhak atas pendidikan. Negaraberkewajiban memberikan hak itu. Anak Belajar, negara membayar.***welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4626466815821638220.post-47578768866148443362009-03-19T07:26:00.000-07:002009-03-19T07:27:18.931-07:00Ribuan Anak di Jogja Tidak SekolahWajib belajar 9 tahun belum berjalan maksimal. Tercatat masih terdapat 5.151 anak berusia 7-15 tahun belum tersentuh program wajib belajar di DIY. Dari jumlah tersebut, 1.733 anak difabel yakni penyandang tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, tunalaras, tunawicara, tunaganda, ODHA dan gifted atau IQ rendah, kesulitan belajar, autis, dan korban narkoba.<br />Hal itu diakui Kepala Bidang Pendidikan Luar Biasa (PLB) dan Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan DIY, Nova Widianto. Menurut dia, anak-anak penyandang cacat juga mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Hal itu jelas tersebut dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) seperti pasal 51 sampai 53 sudah mengatur tentang hak penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan.<br />“Pasal 51 misalnya, anak penyandang cacat fisik atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksebilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan luar biasa” jelasnya, Rabu (30/1/2008). Menurutnya hal tersebut tidak ada perbedaan dalam hal memperoleh pendidikan bagi semua anak Indonesia.<br />Untuk itu, pihaknya kini akan memberikan jenis bentuk layanan pendidikan seperti sekolah khusus, sekolah inklusif, dan pendidikan layanan khusus. Dalam sekolah khusus menurut Nova terdiri sekolah penyandang cacat (SLB), sekolah khusus cerdas istimewa dan sekolah khusus bakat istimewa.<br />“Sekolah inklusif adalah sekolah biasa yang terpilih melalui seleksi dan memiliki kesiapan infrastruktur,” imbuh Nova.<br />Untuk pendidikan layanan khusus tersebut, nantinya akan dipusatkan pada anak daerah terpencil, anak masyarakat etnis minoritas, anak jalanan, dan anak pengungsi.<br />Sementara itu TP (Tim Penggerak) PKK DIY selaku lembaga yang ditunjuk untuk menyelenggarakan sosialisasi Program Layanan Khusus tersebut menyambut baik usulan tersebut.<br />Ketua TP PKK DIY GKR Hemas mengatakan, apresiasi masyarakat terhadap program yang dibuat pemerintah khususnya untuk memajukan SDM, menunjukkan perkembangan yang berarti.<br />“Sepanjang program tersebut sesuai dengan kebutuhan dan memiliki dasar keilmuan yang jelas, masyarakat pasti banyak yang mendukung,” kata Hemas.welcome to Jenny Christinehttp://www.blogger.com/profile/13145898363717382266noreply@blogger.com0