Kamis, 19 Maret 2009

Pendidikan Formal 100 Persen, Agama Juga 100 Persen

SEPERTI kampung di dalam kampung. Kesan itu muncul di pondok pesantren (Ponpes) Ibadurrahman di Teluk Dalam Lokasi (L) III, Tenggarong Seberang. Ponpes yang didirikan Kiai Elwansyah pada 1992 semula hanya memiliki puluhan santri dengan bangunan sangat sederhana. Kini Ibadurrahman boleh dibilang sudah "besar" dengan 227 santri dan 10 unit gedung kelas semi permanen. Ini di luar asrama santri yang terbuat dari kayu. Selama beberapa tahun terakhir, Ponpes ini juga menjadi tumpuan pencandu narkoba untuk disembuhkan dari kebiasaan negatif itu.
Pertama kali masuk ke Ibadurrahman, Ponpes ini sepertinya kawasan yang dijaga ketat oleh sejumlah santri. Di pintu masuk terdapat sebuah bangunan penyerupai pos penjagaan dengan dilengkapi palang buka tutup jalan masuk ke kawasan tersebut. Sekitar 20 meter dari pintu gerbang, terdapat dua buah bangunan berhadapan yang cukup permanen, satu bangunan gedung kelas dan satu lagi rumah tinggal Elwansyah.
Tepat di teras rumah itu dapat dua orang santri wanita yang khusus bertugas menerima tamu yang datang dari luar maupun santri yang bermaksud menghadap. Santri wanita itu dengan ramah tamah bertanya maksud dan tujuan setiap tamu serta menemani tamu sampai sang kyai keluar dari dalam rumah.
Sepertinya sudah menjadi aturan baku di Ponpes tersebut bahwa bagi siapa saja yang ingin bertemu kiai lulusan Ponpes Gontor Jawa Timur itu harus rela menunggu berjam-jam sampai keluar sendiri. Penjaga rumah sekali pun tidak dibolehkan mengetuk pintu atau memberitahu bahwa ada tamu, kecuali kehendak kiai sendiri yang keluar atau memanggil. "Tergantung dari rezeki dan nasib tamu yang datang. Ada yang sampai berjam-jam menunggu dan ada yang datang langsung diterima," jelas santri wanita tersebut.
Memasuki minggu keempat bulan suci Ramadan seperti sekarang ini, aktifitas kegiatan belajar dan mengajar di Ponpes yang 178 santri formal dan 49 santri informal atau jumlah keseluruhan mencapai 227 santri itu tampak sepi dibanding hari-hari sebelumnya.
"Setelah memasuki puasa hari ke 21, santri-santri diperbolehkan pulang ke kampung halaman masing-masing untuk merayakan Lebaran bersama keluarganya," kata Ustad Alfian Nur yang juga sebagai sekertaris Ponpes Ibadurrahman.
Alfian mengatakan Ponpes berdiri di atas tanah seluas 11 hektar itu, kegiatan belajar-mengajarnya mempergunakan kurikulum seperti di Ponpes Gontor yang terkenal itu. "Kalau ada orang bertanya berapa persen pendidikan formal dan pendidikan agama, menurut kiai (Elwansyah) jawabannya adalah, 100 persen formal dan 100 persen pendidikan agama," jelasnya.
Diakui oleh Alfian Nur, penerapan kurikulum belajar dan mengajar di Ponpes Ibadurrahman sama dengan Ponpes Gontor yakni Kuliatil Mualimi Al-Islamiah (KMI). Artinya semua mata pelajaran yang diajarkan kepada santri, diperdalam dengan pengetahuan ajaran-ajaran agama. Contohnya pelajaran biolegi, fisika, kimia, matematika dan lain sebagainya itu langsung dihubungkan dengan nilai-nilai keagamaan berdasarkan ajaran Al Quran.
Untuk menjadi santri relatif sangat mudah. Yang penting sudah lulus SD atau sederajat, tanpa batasan usia. Bagi para santri yang mondok dan makan di asrama dikenakan biaya sebesar Rp75 ribu per bulan dan biaya sekolah dikenakan Rp15 ribu perbulan. Rencananya dalam waktu dekat lembaga pemberdayaan terpadu masyarakat (LPTM) membantu 10 unit perangkat komputer untuk pelatihan. (yusmanto/bersambung)

Berhasil Menyembuhkan 1.600 Pasien Pecandu Narkoba
TENGGARONG-Pondok Pesantren (Pompes) Modern Ibadurrahman yang bertempat di Teluk Dalam Lokasi (L) III, Jl KH A Tsahi Karim Blok C, sudah berhasil menyembuhkan sedikitnya 1.600 pasien pecandu narkoba dan masih ada 9 orang pasien yang masih mengikuti konsentrasi terapi. Uniknya dari sekian banyak penderita ketergantungan narkoba sebagian besar anak-anak pejabat dari Samarinda dan sekitarnya. Program penyembuhan dilakukan secara logika, instuisi dan supranatural (Lis) oleh tim terapi dan rehabilitasi orang ketergantungan narkoba.
"Pondok pesantren ini berdiri dimulai dari nol. Berangkat dari kegiatan pengajian-pengajian dan bakti sosial. Salah satu bakti sosial itu adalah penyembuhan bagi orang atau anak yang menderita ketergantungan narkotika," kata Sekertaris Ponpes Modern Ibadurrahman Ustad Alfian Nur.
Anehnya walau tanpa dilakukan publikasi dan mungkin hanya tersebar dari mulut ke mulut bahwa pemimpin sekaligus pendiri Ponpes Modern Ibadurrahman Kyai Elwansyah beserta pembantunya mampu menyembuhkan pecandu narkoba, namun banyak pasien yang melakukan pengobatan. Rata-rata pasien datang atas perintah orang tuanya atau kesadarannya sendiri ingin terlepas dari belenggu kecanduan narkoba.
"Bukan kyai yang menyembuhkan tapi Allah. Kyai dan pembantu-pembantunya itu hanya perantara belaka dan Allah yang menyembuhkan," ungkap Alfian merendah. Kegiatan penyembuhan ketergantungan barang haram tersebut dibangunkan sebuah rumah panjang (asrama) yang terletak di bagian paling ujung belakang lingkungan Ponpes Ibadurrahman. Para pasien diwajibkan menjalani terapi secara medis dan instuisi serta dengan supranatural secara rutin, sehingga asrama rumah kayu untuk menampung pecandu narkoba itu dijaga dengan sedikit lebih ketat.
Lamanya proses penyembuhan tergantung dari tingkat atau stadium penderita. Ada program 3 bulan, 6 bulan sampai 1 tahun. Bahkan ada juga yang tidak perlu perawatan khusus atau dengan rawat jalan. Untuk menetralisir ketergantungan narkoba bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan cara medis, terapi menggunakan ramuan tradisional dan supranatural dibantu dengan melakukan wiridan.
Apakah setiap pecandu narkoba bisa sembuh? Ternyata masih belum dapat dipastikan. Pasalnya berdasarkan pengalaman dari tahun 1992, lebih dari 20 pasien yang melarikan diri alias kabur dari asrama rehabilitasi penyembuhan. Jika terjadi hal demikian, pihak Ponpes segera menghubungi orang tuanya dan melaporkan kepada pihak berwajib untuk mengadakan pengawasan. "Tidak semua orang bisa sembuh dan bahkan banyak yang kabur dari asrama," aku Alfian.
Dari sekian banyak paseian yang datang dan yang sudah berhasil disembuhkan, berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Ada anak pejabat dan bahkan ada pula yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Pasien yang ada didominasi pecandu-pecandu narkoba dari Samarinda dan sekitarnya. Selain dari kawasan se-Kaltim, pernah juga kedatangan pasien dari Jakarta dan Medan, umumnya orang tua pasien minta supaya identitasnya dirahasiakan.
"Biasanya mereka datang atas kehendak orang tuanya atau kemauan sendiri untuk sembuh," ungkap Alfian. Untuk pasien yang atas kemauannya sendiri datang ke Ponpes untuk berobat, dipastikan bisa segera sembuh, karena tim rehabilitasi hanya membantu terapi menghilangkan penderitaan saat ketagihan berbagai macam narkoba, sesuai dengan yang digunakannya, mulai dari heroin, ganja, shabu-shabu, putaw dan sebagainya.
Masalah biaya pengobatan disesuaikan dengan banyaknya jenis obat medis yang dihabiskan selama proses penyembuhan. Sedangkan perawatan inap selama di asrama pondok hanya dipungut Rp15 ribu per bulan dan uang makan Rp75 ribu perbulan, sama halnya dengan para santri yang mondok di lingkungan Ponpes Ibadurrahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar